„BIDADARI BINAL”
69
kanlah kesempetan hidup...... Aku tidak pikirkan banjak apa-apa, makan apa, tidur dimana...... Selagi bernapas aku hendak bebas, aku tidak mau disuru ini dan itu...... Ha... ha... ha... ha... mengapa melantur djauh kami berdebat-debatan...... Rupanja djalanan Malioboro merupakan latihan mengasa otak......”.
Kedjadian itu jang sudah lama lalu, jalah kira² tahun 1945-1946-1947 di Djokdja, telah datang ada kenangan Kim-seng seperti baru terdjadi bebrapa hari sadjah......
Masih terbajang senjumnja Chairul Anwar jang bebas, tingka lakunja jang kadang² kelihatan tengik, tetapi Kim-seng tahu ia seorang jang „hidup” dalam sifat² sastranja......
Kenangkan Chairul Anwar terkenang pula salah satu sjairnia jang pada waktu itu seperti memukul dirinja sendiri......
Sjair Chairul Anwar itu adalah:
TJINTAKU DJAUH DIPULAU.
Tjintaku djauh dipulau,
Gadis manis, sekarang iseng sendiri.
Perahu melantjar, bulan memantjar,
Dileher kukalangkan oleh-oleh buat sipatjar,
Angin membantu, laut terang, tetapi terasa,
Aku tidak 'kan sampai padanja......
Diair jang tenang, diangin mendaju,
Diperasaan penghabisan segala meladju,
Adjal bertachta, sambil berkata:
„Tudjukan perahu kepangkuanku sadja”.