menampilkan sisi gelap tragedi kemanusiaan yang diwakili oleh mekanisasi mesin penghancur massal, seperti pesawat terbang, senjata api, tank, senjata biologi, gas beracun oleh sisa-sisa kekuatan imperialisme tradisional, yaitu Jerman, Inggris, Prancis, Italia, Rusia, dan Jepang (Apignasesi, et all. 1999: 32). Tampaknya kesinisan nihilisme terus berlangsung dan masih memperlihatkan pengaruhnya sampai sekarang dalam irama yang masih sama, tetapi dalam artikulasi yang memilih diksi yang diambil atau tepatnya dicomot dari kondisi futuristik dan idiom pascamodernisme. Perhatikan sebuah bentuk puisi dada dari Tristan Tzara berikut ini.
- DADA adalah sebentuk mikroba perawan
- DADA menentang tingginya biaya hidup
- DADA terbatas bagi ledakan gagasan menurut jenis kelamin presiden
-
Ia mengubah - menguatkan - sebutlah sekaligus sebaliknya - tak berguna-sahutan - pergi memancing ikan.
-
Dada adalah bunglon perubahan yang cepat dan asik dengan diri sendiri Dada melawan masa depan. Dada pun mati. Dada pun absurd. Hidup dada.
- Dada bukan aliran sastra, kehampaan.
Atau yang satu ini
- Inilah lagu seorang dadais
- Yang punya dada di hatinya
- ia mempreteli motornya
- ia dulu punya dada di hatinya
- (Tzara dalam www.bergen.org/AAST/dadaism/html)
Puisi Malna juga tidak jauh berbeda aliran dari anarkisme puísi kaum dadais, seperti kutipan berikut ini.
- Dia hanya dada yang ingin mengatakan hujan
- Membawa lelaki di antara kenangan muda
- Dia tak mau lihat bayangan berlalu
- Dengan pensil menggambar wajah kekasih...
("Dia Hanya Dada", Arsitektur Hujan, 1995).
Nada yang sama juga ditampilkan oleh Malna dalam beberapa puísinya. Namun, menurut seorang kritikus, ia
22