Lompat ke isi

Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama/Nyonya Ismudiyati Abdul Rachman Saleh

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

NYONYA ISMUDIATI ABDURACHMAN SALEH

Bilamana kita menelusuri sejarah Kongres Perempuan Pertama tahun 1928, di sana tercatat nama salah seorang anggota panitianya ialah Ismudiati. Nama lengkapnya adalah Tuti Ismudiati Saleh. Ismudiati adalah isteri almarhum Prof. Dr. Abdul Rakhman Saleh. laksamana muda udara anumerta yang telah gugur 29 Juli 1947, karena pesawat yang ditumpanginya jatuh ditembak Belanda.

Tuti Ismudiati dilahirkan di Desa Wunut, Ngombol, Purwodadi, Purworejo, Jawa Tengah. Ibunya bernama Sulastri dan ayahnya Muhammad yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Harjowiyoto. Keseluruhan anak Harjowiyoto ini 6 orang yaitu: Sugini, Suryadi, Tuti Ismudiati, Sumarni, Sumarti dan Sri Sukanti.

Tuti Ismudiati dilahirkan dari keluarga intelek. Ayahnya sebagai school opsiner (penilik sekolah) yang dalam menjalankan tugasnya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Karena itu ibu, kanak-kanak dan adik-adik termasuk Tuti Ismudiati seringkali mengikuti berpindah tempat kemana pun ayahnya menunaikan tugas dinasnya.

Dalam hidupnya keluarga Tuti Ismudiati selalu mengamalkan tuntunan ajaran agama Islam dengan penuh ketekunan. Karena itu Tuti Ismudiati dan juga saudara-saudaranya yang lain sejak kecil terbina dalam ajaran Islam. oleh kedua orang tuanya. Asuhan dan bimbingan dalam tuntunan Islam ini yang selanjutnya menjiwai Tuti Ismudiati dan saudara-saudaranya yang lain. Sejak kecil Tuti Ismudiati diberinya bimbingan membaca ayat-ayat suci Al Qur'an. Kehidupan kedua orang tua merupakan penuntun dan contoh bagi anak-anaknya. Demikian juga sifat-sifat religius, kesabaran, kemurahan hati dan sifat-sifat Harjowiyoto sebagai seorang pendidik telah terwariskan kepada Tuti Ismudiati. yang kemudian juga menjadi seorang guru seperti ayahnya. Sifat-sifat Harjowiyoto suami isteri yang ramah-tamah terlihat jelas dalam pribadi Tuti Ismudiati. Ia mudah bergaul dengan siapa pun tanpa membedakan antara kaya dan miskin.

Masih terkenang dengan jelas dalam ingatan adiknya Sri Sukanti, bahwa badan Ismudiati cukup tinggi, kiming kulitnya, lincah, pandai berbicara dan banyak teman. Ia ramah-tamah, sopan, hormat kepada orang tua maupun orang lain. Sifat Mohammad ayahnya yang berpendidikan guru (Kweekschool) dan Sulastri ibunya yang tamatan madrasah tampak tercermin pada pribadi anak-anaknya termasuk Tuti Ismudiati. Semasa Ismudiati kecil anak-anak perempuan belum banyak yang mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal di sekolah Belanda, namun Tuti Ismudiati termasuk anak yang beruntung daripada anak-anak perempuan lainnya karena ia dapat masuk Frobel School dan kemudian Holland lslansche School (HIS). Sekolah ini hanya dapat diikuti oleh anak-anak orang Belanda dan juga anak-anak bangsa Indonesia dari keluarga priyayi saja. Pendidikan yang dialami anak-anak bumiputra pada waktu itu benar-benar memprihatinkan. Karena itu tidak mengherankan apabila anak-anak bangsa kita tetap bodoh dan terbelakang. Hal semacam ini telah menjadi program yang direncanakan secara cermat oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah jajahan tidak senang melihat kemajuan bangsa kita karena akan membahayakan kedudukannya. Anak-anak perempuan sebaya Tuti Ismudiati umumnya dianggap cukup dibekali pengetahuan rumah tangga saja. Mereka tidak perlu bersekolah di sekolah formal. Pendapat semacam ini merupakan racun yang sengaja dicekokkan kepada bangsa Indonesia.

Setelah Tuti Ismudiati tamat HIS. ia melanjutkan pelajarannya di Van Deventer School Semarang. selama 4 tahun. Berkat pendidikan yang diperolehnya. Tuti Ismudiati terampil juga dalam hal jahit-menjahit. memasak, dan banyak memiliki pengetahuan kerumahtanggaan. Pengetahuan ini benar-benar bermanfaat sebagai bekal ibu rumah tangga. Di samping itu setelah tamat dari pendidikannya di Van Derenter School itu jiwa keguruannya tampak dengan jelas.

Kebiasaan untuk kerja mandiri telah diberikan sejak Tuti Ismudiati masih kecil. Walaupun di rumah ada pembantu dan kemenakan baik dari ibu maupun ayahnya namun anak-anak tidaklah dibiasakan hanya duduk berpangku tangan.

Tuti Ismudiati akrab dengan siapa pun. Dia mudah bergaul. sifatnya seperti orang tua (temuwa - Jawa). Agamanya kuat. sholatnya khusuk. dan pandai membaca Al Qur'an Pengetahuan yang ada pada dirinya itu merupakan modal dasar dalam hidup berumahtangga dan saat ia bekerja sebagai seorang guru.

Setelah selesai belajar di Van Devenrer School Semarang Tuti Ismudiati ditugaskan untuk menjadi guru di Yogyakarta. Selama di Yogyakarta Tuti Ismudiati banyak bergaul dengan RA. Sujatin, aktifis dan tokoh pergerakan wanita waktu itu. Ismudiati banyak belajar tentang berorganisasi dari RA. Sujatin. Semangat berjuang dan kepandaian berorganisasi yang ia peroleh dari RA. Sujatin memberikan kemantapan pada Tuti Ismudiati yang kemudian juga menjadi seorang pimpinan pada Kongres Perempuan Indonesia Pertama tahun 1928 di Yogyakarta. Waktu itu Tuti Ismudiati mengajar di Sekolah Ambon (Ambonischool) yang berada di Yogyakarta. Selama di Yogyakarta Tuti tinggal satu rumah dengan keluarga Sujatin. Keduanya juga satu profesi yaitu sebagai seorang guru.

Di Yogyakarta Tuti mengajar selama 4 tahun, kemudian oleh pemerintah Belanda dipindahkan ke Probolinggo, Jawa Timur. Kepindahannya ke Probolinggo itu membawa hikmah tersendiri bagi Tuti Ismudiati karena Tuhan telah mempertemukan jodohnya di kota tersebut . Di Probolinggo, rumah pondokan Tuti berdekatan dengan rumah dokter Marjono, orang tua Abdul Rakhman Saleh. Sebagai tetangga Tuti dan Abdul Rakhman sering bertemu sehingga kemudian timbul niat Abdul Rakhman (pak Maman atau pak Korbal) untuk mempersunting Tuti Ismudiati. Keinginan hidup berumahtangga itu timbul dari keduanya dan bukan atas kehendak orang tuanya. Berhubung orang tua mereka tergolong orang yang maju, maka niat mereka untuk hidup berumahtangga diserahkan sepenuhnya kepada keduanya. Kedua orang tua memberi restu saja. Maka pada tahun 1933 terlaksanalah pernikahan Tuti Ismudiati dengan Abdul Rakhman Saleh di Wunut , Ngombol, Purwodadi, Purworejo.

Waktu Tuti Ismudiati melaksanakan pernikahannya, Mas Maman atau pak Korbal masih duduk sebagai mahasiswa kedokteran yang sekarang dikenal Universitas Indonesia Jakarta, yaitu Geneeskeendige Hagerschool di Salemba. Abdul Rakhman dapat mengenal Tuti ketika ia berkunjung ke orang tuanya di Probolinggo. Pertemuan tersebut mempererat hubungan batin antara keduanya, yang akhirnya menikah sebagai suami-isteri.

Setelah berumahtangga, tampak jelas keserasian lahir-batin antara suami isteri itu.Sebagai seorang pendidik, rumah tangga Tuti diliputi suasana religius dan saling mempercayai tugas mereka masing-masing. Setelah menyelesaikan studinya, Abdul Rakhman segera mengabdikan dirinya sebagai seorang dokter pada Angkatan Udara. Ia dikenal seorang yang akrab dengan kawan-kawannya. Teman-teman dekatnya antara lain: dokter Yunus, dokter Taha, dan dokter Sukasa. Suatu kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga Tuti Ismudiati dengan Abdul Rakhman Saleh karena mereka dianugerahi dua orang anak laki-laki yaitu Panji Saleh dan Triawan Saleh. Mereka sekeluarga kemudian tinggal di Jakarta.

Panji Saleh putera sulungnya bekerja sebagai pilot kapal terbang dan pernah disekolahkan ke Jerman. sedang Triawan Saleh seorang sarjana tehnik mesin bekerja dalam usaha wiraswasta. Isteri Triawan Saleh adalah Yati bekerja sebagai seorang dokter. Sebagai seorang dokter Angkatan Udara, banyak waktu Abdul Rakhman dicurahkan untuk kemanusiaan. Pada waktu Agressi 1 Abdul Rakhman Saleh diangkat menjadi dosen di Surabaya dan Malang. sedang keluarga tetap tinggal di Jakarta. Pada suatu hari yaitu masa revolusi mempertahankan kemerdekaan RI 29 Juli 1947. musibah menimpa keluarga Tuti Ismudiati karena pada waktu Abdul Rakhman Saleh sedang menjalankan tugas kenegaraan. ia gugur sebagai kusuma bangsa karena pesawat yang ditumpanginya ditembak oleh Belanda. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta. Untuk mengenang jasa almarhum namanya diabadikan sebagai nama lapangan kapal terbang Malang, Jawa Timur. Gugurnya Abdul Rakhman Saleh ini berarti bangsa dan negara Indonesia kehilangan salah satu putera terbaiknya.

Waktu ayahnya wafat, Panji Saleh dan Triawan Saleh masih kecil. Anak-anak ini dibimbing ibunya yang sudah menjanda. Panji Saleh bercita-cita melanjutkan perjuangan ayahnya dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Ibunya selalu memberikan bimbingan kepada puteranya untuk bekerja berdisiplin sebagaimana pelajaran yang diterima dari orang tuanya maupun selama pendidikan sekolahnya. Hidup berdisiplin dan tertib selalu ditanamkan kepada kedua orang puteranya. Mereka diberi motivasi agar percaya pada kekuatan diri sendiri dan harus sanggup menghadapi segala tantangan apapun juga. Pendidikan ibunya ini tercermin dalam diri Panji Saleh maupun Triawan Saleh. Panji Saleh gugur dalam mengemudikan kapal terbang dari Bandung ke Jakarta tahun 1965. Situasi negara yang sedang diliputi kegoncangan berkat ulah tingkah PKI maka gugurnya Panji Saleh rupa-rupanya karena ada sabotase dari mereka itu. Triawan Saleh hidup mandiri sebagai seorang usahawan wiraswasta yang berhasil.

Sejak menjadi guru di Yogyakarta itu bersama-sama RA. Sujatin selalu menghadiri rapat-rapat organisasi wanita. Tuti mulai menerima gemblengan dalam berorganisasi ketika menjadi anggota Wanito Utomo bagian Mataram. Gerak langkahnya memberi dorongan mata kaum wanita untuk terjun dalam perjuangan

Pada 19 -- 20 April 1931 diselenggarakan suatu upacara untuk memperingati 10 tahun berdirinya perkumpulan Wanito Utomo bagian Mataram di kediaman GKR. Dewi di Wijilan Yogyakarta. Acara tersebut sekaligus untuk memperingati kelahiran RA. Kartini. Kurang-lebih 300 orang hadir dalam acara tersebut yang merupakan utusan dari perkumpulan wanita dan pria, utusan perkumpulan Wanito Utomo Purworejo. Gombong. dan Solo. Tampil sebagai pembicara dalam peringatan tersebut RA. Sampurna dan RA. Abdul Kadir. Pada garis besarnya menceritakan tumbuh dan berkembangnya organisasi Wanito Utomo.

Dalam rangkaian acara peringatan 10 tahun berdirinya Wanito Utomo tersebut para pengunjung diberi kesempatan menyaksikan pameran hasil karya para warga Wanito Utomo Mataram, Purworejo. Gombong dan Solo yang telah diseleksi dan mendapat hadiah, yaitu: GKR. Dewi (batik), RR. Tuti Ismudiati (bludir). RAT. Nitinegara (batik). dan RA. Sukiman (renda). Dengan keikutsertaan Ismudiati dalam pameran tersebut membuktikan bahwa dia tergolong warga Wanito Utomo yang aktif.

Pada tahun 1928 Tuti Ismudiati terpilih mewakili organisasi Wanito Utomo menjadi anggota pimpinan kongres. Tuti Ismudiati harus bekerja keras bersama anggota yang lain untuk berhasilnya kongres perempuan yang bersejarah itu. Anggota kongres yang lain ialah:

1. Ketua : RA. Sukonto
2. Wakil Ketua : Siti Munjiah
3. Sekretaris I : Siti Sukaptinah
4. Sekretaris II : RA. Sunaryati
5. Bendahara I : RA. Harjodiningrat
6. Bendahara II : RA. Sujatin
7. Anggota : Nyi Hajar Dewantoro

Driyowongso

Muridan

Umisalamah

Johanah

Badiah Muryati

Hajinah

Ismudiati

RA. Mursandi, (karena berhalangan tidak bisa hadir).

Pada tahun 1929 -- 1930 Ismudiati duduk dalam anggota Pengurus Wanito Utomo Mataram. Keseluruhan anggota pengurus Wanito Utomo pada tahun tersebut ialah:

1. Ketua : RA. Sukonto
2. Ketua Muda : R. Ng. Joyodiguno
3. Sekretaris I : RA. Ismudiati
4. Sekretaris II : RAy. Sujatiri
5. Bendahara I : RA. Sindutomo
6. Bendahara II : RA. Wijanarko
7. Anggota : Rr. Surip

Rr. Sumiyati

RNg. Sumadi

Pada zaman Jepang semua organisasi politik dilarang mengadakan gerakan. Dengan demikian organisasi Wanito Utomo juga harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang dibuat oleh pemerintah militer Jepang. Semua organisasi wanita dilebur dalam satu organisasi bentukan Jepang ialah Fujinkai. Tuti Ismudiati termasuk orang yang telah terbiasa bergerak dalam kegiatan organisasi wanita, maka mengekang kebebasan terhadap kegiatan organisasi menimbulkan penderitaan batin.

Dalam alam kemerdekaan Ismudiati mendampingi suaminya sebagai dokter, tetapi kemudian dia tidak aktif lagi dalam kegiatan organisasi karena menderita sakit kandungan dalam waktu yang cukup lama. Usaha untuk kesembuhannya ditangani oleh dokter Budi Kemuliaan. Semula dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, dan karena dokter Budi Kemuliaan adalah teman sekolah Abdul Rakhman Saleh, maka kemudian dipindahkan ke dokter Budi Kemuliaan sampai wafatnya.

Sebelum wafat Tuti Ismudiati sempat berpesan kepada keluarganya apabila Tuhan tidak mengizinkan lagi dan harus menghadap ke haribaanNya, ia minta agar dimakamkan di dekat suaminya. Amanah itu dilaksanakan, karena itu alharhumah dimakamkan di Pemakaman Kuncen Yogyakarta. Waktu ibunya wafat, Triawan Saleh putera yang kedua sedang duduk di bangku SMA.

Tuti Ismudiati dan demikian juga suaminya telah berpulang ke alam baka. Keduanya telah mencurahkan tenaga, pikiran dan memberikan darma bhaktinya secara tulus ikhlas terhadap bangsa dan Negara Indonesia. Karena itu sudah selayaknya generasi penerus memiliki api semangatnya untuk dijadikan landasan mengabdi kepada nusa dan bangsa.