Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 (UU/2012/13)  (2012) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 









UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG
KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
  1. bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
  2. bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta belum mengatur secara lengkap mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;


Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827)
  2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut DIY, adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  1. Keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa.
  2. Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang undang tentang pemerintahan daerah.
  3. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, selanjutnya disebut Kasultanan, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, selanjutnya disebut Sultan Hamengku Buwono.
  4. Kadipaten Pakualaman, selanjutnya disebut Kadipaten, adalah warisan budaya bangsa yang berlangsung secara turun-temurun dan dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam, selanjutnya disebut Adipati Paku Alam.
  5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  6. Pemerintahan Daerah DIY adalah pemerintahan daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan urusan keistimewaan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah DIY dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY.
  7. Pemerintah Daerah DIY adalah unsur penyelenggara pemerintahan yang terdiri atas Gubernur DIY dan perangkat daerah.
  8. Gubernur DIY, selanjutnya disebut Gubernur, adalah Kepala Daerah DIY yang karena jabatannya juga berkedudukan sebagai wakil Pemerintah.
  9. Wakil Gubernur DIY, selanjutnya disebut Wakil Gubernur, adalah Wakil Kepala Daerah DIY yang mempunyai tugas membantu Gubernur.
  1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, selanjutnya disebut DPRD DIY, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah DIY.
  2. Peraturan Daerah DIY, selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk DPRD DIY dengan persetujuan bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.
  3. Peraturan Daerah Istimewa DIY, selanjutnya disebut Perdais, adalah Peraturan Daerah DIY yang dibentuk oleh DPRD DIY bersama Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa.
  4. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.


BAB II
BATAS DAN PEMBAGIAN WILAYAH



Bagian Bagian Kesatu
Batas Wilayah



Pasal 2
  1. DIY memiliki batas-batas:
    1. sebelah utara dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah;
    2. sebelah timur dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah;
    3. sebelah selatan dengan Samudera Hindia; dan
    4. sebelah barat dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
  2. Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam peta yang tercantum pada Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.


Bagian Kedua
Pembagian Wilayah



Pasal 3
Wilayah DIY terdiri atas:
  1. Kota Yogyakarta;
  2. Kabupaten Sleman;
  3. Kabupaten Bantul;
  4. Kabupaten Kulonprogo; dan
  5. Kabupaten Gunungkidul.


BAB III
ASAS DAN TUJUAN



Bagian Bagian Kesatu
Asas



Pasal 4
Pengaturan Keistimewaan DIY dilaksanakan berdasarkan asas:
  1. pengakuan atas hak asal-usul;
  2. kerakyatan;
  3. demokrasi;
  4. ke-bhinneka-tunggal-ika-an;
  5. efektivitas pemerintahan;
  6. kepentingan nasional; dan
  7. pendayagunaan kearifan lokal.


Bagian Kedua
Tujuan



Pasal 5
  1. Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk:
    1. mewujudkan pemerintahan yang demokratis;
    2. mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat;
  1. mewujudkan tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. menciptakan pemerintahan yang baik; dan
  3. melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa.
  1. Pemerintahan yang demokratis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan melalui:
    1. pengisian jabatan Gubernur dan jabatan Wakil Gubernur;
    2. pengisian keanggotaan DPRD DIY melalui pemilihan umum;
    3. pembagian kekuasaan antara Gubernur dan Wakil Gubernur dengan DPRD DIY;
    4. mekanisme penyeimbang antara Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY; dan
    5. partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  2. Kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan melalui kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan pengembangan kemampuan masyarakat.
  3. Tata pemerintahan dan tatanan sosial yang menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan melalui:
    1. pengayoman dan pembimbingan masyarakat oleh Pemerintahan Daerah DIY; dan
    2. pemeliharaan dan pendayagunaan nilai-nilai musyawarah, gotong royong, solidaritas, tenggang rasa, dan toleransi oleh Pemerintahan Daerah DIY dan masyarakat DIY.
  4. Pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan melalui:
    1. pelaksanaan prinsip efektivitas;
    2. transparansi;
  1. akuntabilitas;
  2. partisipasi;
  3. kesetaraan; dan
  4. penegakan hukum.
  1. Pelembagaan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diwujudkan melalui pemeliharaan, pendayagunaan, serta pengembangan dan penguatan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.


BAB IV
KEWENANGAN


Pasal 6
Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi.

Pasal 7
  1. Kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan Keistimewaan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
  2. Kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur;
    2. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
    3. kebudayaan;
    4. pertanahan; dan
    5. tata ruang.
  3. Penyelenggaraan kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais.


BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN



Bagian Kesatu
Umum



Pasal 8
  1. DIY memiliki bentuk dan susunan pemerintahan yang bersifat istimewa.
  2. Pemerintahan Daerah DIY terdiri atas Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY.


Bagian Kedua
Pemerintah Daerah DIY



Pasal 9
  1. Pemerintah Daerah DIY dipimpin oleh Gubernur.
  2. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Gubernur dibantu oleh Wakil Gubernur.

Pasal 10
  1. Gubernur bertugas:
    1. memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD DIY;
    2. mengoordinasikan tugas satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah;
    3. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
    4. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang rencana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah kepada DPRD DIY untuk dibahas bersama serta menyusun dan menetapkan rencana kerja perangkat daerah;
  1. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah, rancangan Perda tentang perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD DIY untuk dibahas bersama;
  2. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;
  3. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah DIY di kabupaten/kota;
  4. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota di wilayahnya; dan
  5. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  1. Gubernur berwenang:
    1. mengajukan rancangan Perda dan rancangan Perdais;
    2. menetapkan Perda dan Perdais yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD DIY;
    3. menetapkan peraturan Gubernur dan keputusan Gubernur;
    4. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    5. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11
Gubernur berhak:
  1. menyampaikan usul dan/atau pendapat kepada Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Kewenangan Istimewa;
  2. mendapatkan informasi mengenai kebijakan dan/atau informasi yang diperlukan untuk perumusan kebijakan mengenai Keistimewaan DIY;
  3. mengusulkan perubahan atau penggantian Perdais; dan
  1. mendapatkan kedudukan protokoler dan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
  1. Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah.
  2. Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.
  3. Ketentuan mengenai kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur sebagai wakil Pemerintah berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Pasal 13
  1. Wakil Gubernur bertugas:
    1. membantu Gubernur dalam:
      1. memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan;
      2. mengoordinasikan kegiatan satuan kerja perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah;
      3. menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan; dan
      4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
    2. memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan urusan Keistimewaan;
    3. melaksanakan tugas sehari-sehari Gubernur apabila Gubernur berhalangan sementara; dan
    4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil Gubernur melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Gubernur yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
  3. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Wakil Gubernur bertanggung jawab kepada Gubernur.

Pasal 14
Wakil Gubernur berhak mendapatkan kedudukan protokoler dan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
  1. Gubernur dan Wakil Gubernur berkewajiban:
    1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    2. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
    3. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
    4. melaksanakan kehidupan berdemokrasi;
    5. menaati dan menegakkan semua peraturan perundang-undangan;
    6. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
    7. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;
    8. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih;
    9. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah;
    10. menjalin hubungan kerja dengan semua perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah; dan
    11. melestarikan dan mengembangkan budaya Yogyakarta serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lainnya yang berada di DIY.
  2. Selain berkewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur berkewajiban:
    1. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DIY kepada Pemerintah;
    2. menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban tahunan dan akhir masa jabatan kepada DPRD DIY; dan
  1. menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DIY dan laporan keterangan pertanggungjawaban tahunan dan akhir masa jabatan kepada masyarakat.
  1. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan kepada Presiden melalui Menteri setiap 1 (satu) tahun sekali.
  2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah DIY sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
Gubernur dan Wakil Gubernur dilarang:
  1. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan kepada diri sendiri, anggota keluarga, atau kroni, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasi warga negara atau golongan masyarakat tertentu;
  2. turut serta dalam perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara/milik daerah, atau dalam yayasan bidang apa pun;
  3. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan kepada dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
  4. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
  5. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam perkara di pengadilan;
  6. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatan; dan
  7. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya atau sebagai anggota DPRD DIY sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga
DPRD DIY



Pasal 17
  1. DPRD DIY mempunyai kedudukan, susunan, tugas, serta wewenang sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
  2. Selain bertugas dan berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD DIY bertugas dan berwenang:
    1. menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur; dan
    2. membentuk Perda dan Perdais bersama Gubernur.
  3. Pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan tata tertib DPRD DIY yang disusun dan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


BAB VI
PENGISIAN JABATAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR



Bagian Bagian Kesatu
Persyaratan



Pasal 18
  1. Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat:
    1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    2. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah;
    3. bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur;
    4. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
    5. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun;
    6. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter/rumah sakit pemerintah;
  1. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana lebih dari 5 (lima) tahun dan mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada publik bahwa dirinya pernah menjadi terpidana serta tidak akan mengulangi tindak pidana;
  2. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
  4. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
  5. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  6. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP);
  7. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak; dan
  8. bukan sebagai anggota partai politik.
  1. Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. surat pernyataan bermeterai cukup dari yang bersangkutan yang menyatakan dirinya setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
  1. surat pengukuhan yang menyatakan Sultan Hamengku Buwono bertakhta di Kasultanan dan surat pengukuhan yang menyatakan Adipati Paku Alam bertakhta di Kadipaten, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
  2. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah atau sebutan lain dari tingkat dasar sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas (dan/atau tingkatan yang lebih tinggi), sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh instansi yang berwenang, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d;
  3. akta kelahiran/surat kenal lahir warga negara Indonesia, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e;
  4. surat keterangan kesehatan dari tim dokter/rumah sakit pemerintah yang menerangkan bahwa yang bersangkutan mampu secara jasmani dan rohani melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f;
  5. surat keterangan pengadilan negeri atau kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang hukum, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g;
  6. surat keterangan pengadilan negeri yang menyatakan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h;
  7. surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada lembaga yang menangani pemberantasan korupsi dan surat pernyataan bersedia daftar kekayaan pribadinya diumumkan, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i;
  8. surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri yang menerangkan tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j;
  1. surat keterangan pengadilan niaga/pengadilan negeri yang menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam keadaan pailit, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k;
  2. fotokopi kartu NPWP, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l;
  3. daftar riwayat hidup yang ditandatangani calon, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m; dan
  4. surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.


Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan Calon



Pasal 19
  1. DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipaten tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
  2. Berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima.
  3. Kasultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan:
    1. surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat;
    2. surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman;
  1. surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur; dan
  2. kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

Pasal 20
  1. Dalam penyelenggaraan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 1 (satu) bulan setelah pemberitahuan berakhirnya masa jabatan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.
  2. Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan keputusan pimpinan DPRD DIY.
  3. Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas menyusun tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.
  4. Tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah ditetapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dibentuk.
  5. Anggota Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur terdiri atas wakil fraksi-fraksi.
  6. Tugas Panitia Khusus Penyusunan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berakhir pada saat tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan.


Bagian Ketiga
Verifikasi dan Penetapan


Paragraf 1
Verifikasi

Pasal 21
DPRD DIY melakukan verifikasi terhadap dokumen persyaratan Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur.

Pasal 22
  1. Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.
  2. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan keputusan pimpinan DPRD DIY.
  3. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas sebagai penyelenggara dan penanggung jawab penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.
  4. Anggota Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur terdiri atas wakil fraksi-fraksi.
  5. Ketua dan Wakil Ketua DPRD DIY karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur merangkap anggota.
  6. Sekretaris DPRD DIY karena jabatannya adalah sekretaris Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dan bukan anggota.
  7. Tugas Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur diatur dalam tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.
  8. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur mengumumkan jadwal penetapan yang meliputi tahapan pengajuan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur sampai dengan rencana pelaksanaan pelantikan.
  9. Pengumuman jadwal penetapan dilaksanakan melalui media massa yang ada di daerah setempat.
  1. Tugas Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berakhir pada saat Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik.
  2. Menteri melakukan fasilitasi dan supervisi dalam pelaksanaan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pasal 23
  1. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melakukan verifikasi atas usul calon Gubernur dari Kasultanan dan calon Wakil Gubernur dari Kadipaten.
  2. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melakukan verifikasi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
  3. Apabila terdapat syarat yang belum terpenuhi sebagai calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menyampaikan pemberitahuan kepada Kasultanan dan Kadipaten untuk melengkapi syarat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah selesainya verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Jika Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menyatakan persyaratan sudah terpenuhi, Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur menetapkan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur dalam berita acara untuk selanjutnya disampaikan kepada Pimpinan DPRD DIY dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
Paragraf 2
Penetapan

Pasal 24
  1. DPRD DIY menyelenggarakan rapat paripurna dengan agenda pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterimanya hasil penetapan dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4).
  2. Visi, misi, dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada rencana pembangunan jangka panjang daerah DIY dan perkembangan lingkungan strategis.
  1. Setelah penyampaian visi, misi, dan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.
  2. Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.
  3. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan Menteri.
  4. Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada DPRD DIY serta Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

Pasal 25
  1. Masa jabatan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan.
  2. Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur tidak terikat ketentuan 2 (dua) kali periodisasi masa jabatan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Pasal 26
  1. Dalam hal Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta memenuhi syarat sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai calon Wakil Gubernur, DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur.
  2. Sebagai Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sekaligus melaksanakan tugas Wakil Gubernur sampai dengan dilantiknya Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.
  1. Dalam hal Sultan Hamengku Buwono tidak memenuhi syarat sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam memenuhi syarat sebagai calon Wakil Gubernur, DPRD DIY menetapkan Adipati Paku Alam sebagai Wakil Gubernur.
  2. Sebagai Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Adipati Paku Alam yang bertakhta sekaligus melaksanakan tugas Gubernur sampai dengan dilantiknya Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur.
  3. Berdasarkan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan penetapan.
  4. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
  5. Dalam hal Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta tidak memenuhi syarat sebagai Wakil Gubernur, Pemerintah mengangkat Penjabat Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan Kasultanan dan Kadipaten sampai dilantiknya Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan/atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur.
  6. Pengangkatan Penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Keempat
Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur


Pasal 27
  1. Pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Presiden.
  1. Dalam hal Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Wakil Presiden.
  2. Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri.


BAB VII
GUBERNUR DAN/ATAU WAKIL GUBERNUR BERHALANGAN


Pasal 28
  1. Dalam hal Gubernur berhalangan tetap atau tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur, Wakil Gubernur sekaligus juga melaksanakan tugas Gubernur.
  2. Wakil Gubernur melaksanakan tugas Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat dilantiknya Gubernur definitif.
  3. Dalam hal Wakil Gubernur berhalangan tetap atau tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai Wakil Gubernur atau diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan Wakil Gubernur, Gubernur sekaligus juga melaksanakan tugas Wakil Gubernur.
  4. Gubernur melaksanakan tugas Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir pada saat dilantiknya Wakil Gubernur definitif.
  5. Pengisian jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan menurut tata cara:
    1. Kasultanan atau Kadipaten memberitahukan kepada DPRD DIY mengenai pengukuhan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta atau pengukuhan Adipati Paku Alam yang bertakhta;
    2. berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, DPRD DIY membentuk Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur yang beranggotakan wakil fraksi-fraksi;
  1. Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur atau Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY melalui Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan menyertakan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3);
  2. Panitia Khusus Penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf c dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari;
  3. hasil verifikasi Panitia Khusus Penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur dituangkan ke dalam berita acara verifikasi dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD DIY dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari;
  4. dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf e dinyatakan memenuhi syarat, DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur dalam rapat paripurna DPRD DIY, paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterimanya hasil verifikasi dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur;
  5. DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri, untuk mendapatkan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur atau Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur;
  6. Menteri menyampaikan usulan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur kepada Presiden;
  7. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf h;
  8. Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang pengesahan penetapan Gubernur atau Wakil Gubernur kepada DPRD DIY serta Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam; dan
  1. pelantikan Gubernur atau Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27.
  1. Masa jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir sampai habis masa jabatannya.
  2. Dalam hal Gubernur dan Wakil Gubernur berhalangan tetap atau tidak memenuhi persyaratan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah melaksanakan tugas sehari-hari Gubernur sampai dengan Presiden mengangkat penjabat Gubernur.
  3. Masa jabatan penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir pada saat dilantiknya Gubernur atau Wakil Gubernur yang definitif.

Pasal 29
Tata cara pengangkatan penjabat Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (7) dan ayat (8) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.


BAB VIII
KELEMBAGAAN


Pasal 30
  1. Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b diselenggarakan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk dan susunan pemerintahan asli.
  2. Ketentuan mengenai penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais.


BAB IX
KEBUDAYAAN



Pasal 31
  1. Kewenangan kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.
  2. Ketentuan mengenai pelaksanaan kewenangan kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perdais.


BAB X
PERTANAHAN


Pasal 32
  1. Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum.
  2. Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan.
  3. Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten.
  4. Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.
  5. Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 33
  1. Hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) didaftarkan pada lembaga pertanahan.
  1. Pendaftaran hak atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Pendaftaran atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh pihak lain wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan persetujuan tertulis dari Kadipaten untuk tanah Kadipaten.
  3. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten.


BAB XI
TATA RUANG


Pasal 34
  1. Kewenangan Kasultanan dan Kadipaten dalam tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e terbatas pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.
  2. Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan dan Kadipaten menetapkan kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY.
  3. Kerangka umum kebijakan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan memperhatikan tata ruang nasional dan tata ruang DIY.

Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten serta tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten diatur dalam Perdais, yang penyusunannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan.


BAB XII
PERDA, PERDAIS, PERATURAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN GUBERNUR



Pasal 36
  1. Perda dibentuk dan ditetapkan dengan persetujuan bersama DPRD DIY dan Gubernur.
  2. Pembentukan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 37
  1. Perdais dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
  2. Rancangan Perdais dapat diusulkan oleh DPRD DIY atau Gubernur.
  3. Apabila dalam suatu masa sidang DPRD DIY dan Gubernur menyampaikan rancangan Perdais mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah rancangan Perdais yang disampaikan oleh DPRD DIY dan rancangan Perdais yang disampaikan Gubernur digunakan sebagai bahan sandingan.
  4. Dalam penyiapan dan pembahasan rancangan Perdais, DPRD DIY dan Gubernur mendayagunakan nilai-nilai, norma, adat istiadat, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat dan memperhatikan masukan dari masyarakat DIY.
  5. Rancangan Perdais yang telah disetujui bersama oleh DPRD DIY dan Gubernur, disampaikan oleh pimpinan DPRD DIY kepada Gubernur paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan untuk ditetapkan sebagai Perdais.
  6. Rancangan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perdais tersebut disetujui bersama oleh DPRD DIY dan Gubernur.
  1. Dalam hal rancangan Perdais tidak ditetapkan oleh Gubernur dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), rancangan Perdais tersebut sah menjadi Perdais dan wajib diundangkan dengan penempatannya dalam lembaran daerah.
  2. Dalam hal sahnya rancangan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (7), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah Istimewa ini dinyatakan sah.
  3. Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perdais sebelum pengundangan naskah Perdais ke dalam lembaran daerah.
  4. Perdais disampaikan kepada Menteri.

Pasal 38
  1. Perdais yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, nilai dan budaya masyarakat DIY atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Menteri.
  2. Pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
  3. Gubernur harus menghentikan pelaksanaan Perdais dan selanjutnya DPRD DIY bersama Gubernur mencabut Perdais dimaksud paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Apabila Pemerintahan Daerah DIY tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, Gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan pembatalan.
  5. Presiden memberikan keputusan atas pengajuan keberatan pembatalan Perdais sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 30 (tiga puluh) hari.
  6. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Presiden tidak memberikan keputusan, Perdais tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal 39
  1. Gubernur berwenang membentuk peraturan Gubernur dan keputusan Gubernur.
  2. Untuk melaksanakan Perda dan Perdais, Gubernur dapat membentuk peraturan Gubernur dan/atau menetapkan keputusan Gubernur.
  3. Peraturan Gubernur dan keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, nilai-nilai luhur, budaya, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  4. Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diundangkan dalam Berita Daerah.
  5. Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Menteri.

Pasal 40
Perda, Perdais, dan peraturan Gubernur wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Daerah DIY.


BAB XIII
PENDANAAN


Pasal 41
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY.

Pasal 42
  1. Pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.
  2. Dana dalam rangka pelaksanaan Keistimewaan Pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY.
  1. Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa dana Keistimewaan yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalokasian dan penyaluran dana Keistimewaan diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.
  3. Gubernur melaporkan pelaksanaan kegiatan Keistimewaan DIY kepada Pemerintah melalui Menteri pada setiap akhir tahun anggaran.


BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 43
Gubernur selaku Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta dan/atau Wakil Gubernur selaku Adipati Paku Alam yang bertakhta berdasarkan Undang-Undang ini bertugas:
  1. melakukan penyempurnaan dan penyesuaian peraturan di lingkungan Kasultanan dan Kadipaten;
  2. mengumumkan kepada masyarakat hasil penyempurnaan dan penyesuaian peraturan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. melakukan inventarisasi dan identifikasi tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten;
  4. mendaftarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada lembaga pertanahan;
  5. melakukan inventarisasi dan identifikasi seluruh kekayaan Kasultanan dan Kadipaten selain sebagaimana dimaksud pada huruf c yang merupakan warisan budaya bangsa; dan
  6. merumuskan dan menetapkan tata hubungan antara Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam sebagai satu kesatuan.

Pasal 44
Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DIY.


BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 45
  1. Ketentuan mengenai tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk pertama kali berdasarkan Undang-Undang ini, kecuali ketentuan Pasal 18, Pasal 19 ayat (3), Pasal 25, dan Pasal 27.
  2. Pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara:
    1. DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipaten tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 2 (dua) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan;
    2. berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Gubernur wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah DIY akhir masa jabatan kepada Pemerintah paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur;
    3. DPRD DIY menetapkan Tata Tertib Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dan membentuk Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur yang beranggotakan wakil fraksi-fraksi paling lambat 2 (dua) hari sejak Undang-Undang ini diundangkan;
  1. Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY melalui Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan menyertakan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3);
  2. Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf d paling lama 4 (empat) hari sejak dokumen persyaratan diterima dengan lengkap;
  3. hasil verifikasi Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur dituangkan ke dalam berita acara verifikasi dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD DIY paling lambat 1 (satu) hari sejak selesainya verifikasi;
  4. dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf f dinyatakan memenuhi syarat, DPRD DIY menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur dalam rapat paripurna DPRD DIY, yang didahului dengan pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah diterimanya hasil verifikasi dari Panitia Khusus Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur;
  5. DPRD DIY mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri, untuk mendapatkan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur paling lama 2 (dua) hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf g;
  1. Menteri menyampaikan usulan pengesahan penetapan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai Wakil Gubernur kepada Presiden paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya surat usulan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada huruf h;
  2. Presiden mengesahkan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan usulan Menteri paling lama 5 (lima) hari sejak diterimanya surat usulan dari Menteri sebagaimana dimaksud pada huruf i;
  3. Menteri menyampaikan pemberitahuan tentang pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur kepada DPRD DIY serta Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam paling lama 2 (dua) hari setelah diterimanya keputusan Presiden tentang pengesahan penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur; dan
  4. pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27.

Pasal 46
Selain bertugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 13, Gubernur dan Wakil Gubernur masa jabatan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2017 bertugas:
  1. menyiapkan perangkat Pemerintah Daerah DIY untuk melaksanakan Keistimewaan DIY berdasarkan Undang-Undang ini;
  2. menyiapkan arah umum kebijakan penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
  3. menyiapkan kerangka umum kebijakan di bidang kebudayaan;
  4. menyiapkan kerangka umum kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan pertanahan dan tata ruang tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sesuai dengan Keistimewaan DIY;
  5. bersama DPRD DIY membentuk Perda tentang tata cara pembentukan Perdais; dan
  6. menyiapkan masyarakat DIY dalam pelaksanaan Keistimewaan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 47
Pengelolaan dan/atau pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak ketiga dapat dilanjutkan sepanjang pengelolaan dan/atau pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 48
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, susunan organisasi Pemerintah Daerah DIY, perangkat Pemerintah Daerah DIY, dan jabatan dalam Pemerintah Daerah DIY yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini, tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Daerah DIY berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 49
Semua ketentuan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.

Pasal 50
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827) tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 50
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 3 September 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 170
Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG
KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
I. UMUM
Status istimewa yang melekat pada DIY merupakan bagian integral dalam sejarah pendirian negara-bangsa Indonesia. Pilihan dan keputusan Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Hal tersebut merupakan refleksi filosofis Kasultanan, Kadipaten, dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan yang mengagungkan ke-bhinneka-an dalam ke-tunggal-ika-an sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Masyarakat Yogyakarta yang homogen pada awal kemerdekaan meleburkan diri ke dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, baik etnik, agama maupun adat istiadat. Pilihan itu membawa masyarakat Yogyakarta menjadi bagian kecil dari masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Keistimewaan DIY harus mampu membangun keharmonisan dan kohesivitas sosial yang berperikeadilan.
Sentralitas posisi masyarakat DIY dalam sejarah DIY sebagai satu kesatuan masyarakat yang memiliki kehendak yang luhur dalam berbangsa dan bernegara dan keberadaan Kasultanan dan Kadipaten sebagai institusi yang didedikasikan untuk rakyat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia. Kedua tokoh itu masing-masing secara terpisah, tetapi dengan format dan isi yang sama, mengeluarkan Maklumat pada tanggal 5 September 1945 yang kemudian dikukuhkan dengan Piagam Kedudukan Presiden Republik Indonesia tanggal 6 September 1945 menyatakan integrasi Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status daerah istimewa.
Keputusan kedua tokoh tersebut memiliki arti penting bagi Indonesia karena telah memberikan wilayah dan penduduk yang nyata bagi Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya. Peran Yogyakarta terus berlanjut di era revolusi kemerdekaan yang diwujudkan melalui upaya Kasultanan dan Kadipaten serta rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DIY pada saat ini dan masa yang akan datang akan terus mengalami perubahan sosial yang sangat dinamis. Masyarakat Yogyakarta dewasa ini memasuki fase baru yang ditandai oleh masyarakat yang secara hierarkis tetap mengikuti pola hubungan patron-klien pada masa lalu dan di sisi lain masyarakat memiliki hubungan horizontal yang kuat. Perkembangan di atas, sekalipun telah membawa perubahan mendasar, tidak menghilangkan posisi Kasultanan dan Kadipaten sebagai sumber rujukan budaya bagi mayoritas masyarakat DIY. Kasultanan dan Kadipaten tetap diposisikan sebagai simbol pengayom kehidupan masyarakat dan tetap sebagai ciri keistimewaan DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY dalam peraturan perundang-undangan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap konsisten dengan memberikan pengakuan keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Bahkan, Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pengakuan terhadap eksistensi suatu daerah yang bersifat istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan suatu daerah belum diikuti pengaturan yang komprehensif dan jelas mengenai keistimewaannya. Kewenangan yang diberikan kepada DIY melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 semata-mata mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah yang memperlakukan sama semua daerah di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah sampai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hal di atas telah memunculkan interpretasi bahwa Keistimewaan DIY hanya pada kedudukan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan, penyesuaian dan penegasan terhadap substansi keistimewaan yang diberikan kepada Daerah Istimewa melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, dalam rangka perubahan dan penyesuaian serta penegasan Keistimewaan DIY, perlu dibentuk undang-undang tentang keistimewaan DIY.
Pengaturan Keistimewaan DIY bertujuan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan demokratis, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat, menjamin ke-bhinneka-tunggal-ika-an, dan melembagakan peran dan tanggung jawab Kasultanan dan Kadipaten dalam menjaga dan mengembangkan budaya Yogyakarta yang merupakan warisan budaya bangsa. Pengaturan tersebut berlandaskan asas pengakuan atas hak asal-usul, kerakyatan, demokrasi, ke-bhinneka-tunggal-ika-an, efektivitas pemerintahan, kepentingan nasional, dan pendayagunaan kearifan lokal. Oleh karena itu, dengan memperhatikan aspek historis, sosiologis, dan yuridis, substansi Keistimewaan DIY diletakkan pada tingkatan pemerintahan provinsi.
Kewenangan istimewa meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Dengan demikian, Pemerintahan Daerah DIY mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan istimewa berdasarkan Undang-Undang ini dan kewenangan berdasarkan undang-undang tentang pemerintahan daerah. Namun, kewenangan yang telah dimiliki oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota di DIY tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan Keistimewaan DIY, Undang-Undang ini mengatur pendanaan Keistimewaan yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peta" dalam ketentuan ini adalah peta rupabumi dengan sumber data minimal skala 1:250.000 yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas pengakuan atas hak asal-usul” adalah bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kerakyatan” adalah asas yang mengutamakan kepentingan rakyat dalam semua pengambilan keputusan di DIY.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas demokrasi” adalah adanya pengakuan, penghargaan, dan persamaan hak asasi manusia secara universal.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas ke-bhinneka-tunggal-ika-an” adalah asas yang menjamin ruang bagi setiap daerah untuk menata daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan lokal dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas efektivitas pemerintahan” adalah asas pemerintahan yang berorientasi pada rakyat, transparan, akuntabel, responsif, partisipatif, dan menjamin kepastian hukum.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kepentingan nasional” adalah pengaturan mengenai Keistimewaan DIY harus sekaligus melayani kepentingan Indonesia, dan sebaliknya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas pendayagunaan kearifan lokal” adalah menjaga integritas Indonesia sebagai suatu kesatuan sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, serta pengakuan dan peneguhan peran Kasultanan dan Kadipaten tidak dilihat sebagai upaya pengembalian nilai-nilai dan praktik feodalisme, melainkan sebagai upaya menghormati, menjaga, dan mendayagunakan kearifan lokal yang telah mengakar dalam kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta dalam konteks kekinian dan masa depan.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “Kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi” adalah penyelenggaraan urusan keistimewaan dilaksanakan di provinsi bukan di kabupaten/kota.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “melaksanakan tugas sehari-hari Gubernur” adalah tugas rutin pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pengambilan kebijakan yang bersifat strategis dalam aspek keuangan, kelembagaan, personel dan perizinan, serta kebijakan strategis lainnya. Yang dimaksud dengan “berhalangan sementara” adalah keadaan tidak dapat melaksanakan tugas jabatan karena sedang melakukan pendidikan, pelatihan, kursus, kunjungan ke luar negeri, kunjungan ke dalam negeri, menunaikan ibadah keagamaan, sakit, cuti, atau alasan lain yang sejenis dengan itu.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “turut serta dalam suatu perusahaan” adalah menjadi direksi atau komisaris perusahaan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “badan hukum” adalah badan hukum khusus bagi Kasultanan dan Kadipaten, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tanah Kasultanan (Sultanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kasultanan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tanah Kadipaten (Pakualamanaat Grond)”, lazim disebut Kagungan Dalem, adalah tanah milik Kadipaten.
Ayat (4)
Tanah keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan istana dan kelengkapannya, seperti Pagelaran, Kraton, Sripanganti, tanah untuk makam Raja dan kerabatnya (di Kotagede, Imogiri, dan Giriloyo), alun-alun, masjid, taman sari, pesanggrahan, dan petilasan. Tanah bukan keprabon terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak (magersari, ngindung, hak pakai, hutan, kampus, rumah sakit, dan lain-lain) dan tanah yang digunakan penduduk tanpa alas hak.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lembaga pertanahan” adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani bidang pertanahan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah perseorangan, badan hukum, badan usaha, dan badan sosial yang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Dalam rangka penyediaan pendanaan Keistimewaan DIY, Pemerintah Daerah DIY wajib menyampaikan rencana kebutuhan yang dituangkan dalam rencana program dan kegiatan tahunan dan 5 (lima) tahunan.
Ayat (2)
Mekanisme pembahasan pendanaan Keistimewaan DIY dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, keuangan, pemerintahan daerah, dan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang berkaitan dengan Keistimewaan DIY.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5339

LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG
KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Peta Daerah Istimewa Yogyakarta
Peta Daerah Istimewa Yogyakarta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

Wisnu Setiawan