Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum;
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.
Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Pemohon Bantuan Hukum adalah orang, kelompok orang miskin atau kuasanya yang tidak termasuk Pemberi Bantuan Hukum, atau keluarganya yang mengajukan permohonan Bantuan Hukum.
Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Perkara adalah masalah hukum yang perlu diselesaikan.
Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.
Verifikasi adalah pemeriksaan atas kebenaran laporan, pernyataan, dan dokumen yang diserahkan oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Akreditasi adalah pengakuan terhadap Pemberi Bantuan Hukum yang diberikan oleh Panitia Verifikasi dan Akreditasi setelah dinilai bahwa Pemberi Bantuan Hukum tersebut layak untuk memberikan Bantuan Hukum.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum adalah alokasi APBN atau APBD untuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum yang sesuai dengan maksud Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Anggaran Bantuan Hukum adalah alokasi Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum yang lulus Verifikasi dan Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri sebagai acuan pelaksanaan Bantuan Hukum.
BAB II
SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM Bagian Kesatu Syarat Pemberian Bantuan Hukum
Pasal 2
Bantuan Hukum diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum.
Pasal 3
Untuk memperoleh Bantuan Hukum, Pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat:
a.
mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit identitas Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;
b.
menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan
c.
melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.
Pasal 4
Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum, yang harus memenuhi syarat:
berbadan hukum;
terakreditasi;
memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
memiliki pengurus; dan
memiliki program Bantuan Hukum.
BAB Bagian Kedua
TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Pasal 5
Pemberian Bantuan Hukum meliputi masalah hukum keperdataan, masalah hukum pidana, dan masalah hukum tata usaha negara, baik secara Litigasi maupun Nonlitigasi.
Pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan Hukum yang telah memenuhi persyaratan.
Pasal 6
Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan
uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan Hukum.
Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melampirkan:
surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan
dokumen yang berkenaan dengan Perkara.
Pasal 7
Identitas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dibuktikan dengan kartu tanda penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum.
Pasal 8
Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin.
Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut.
Pasal 9
Instansi yang berwenang sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) untuk keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan surat keterangan miskin dan/atau dokumen lain sebagai pengganti surat keterangan miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) untuk keperluan penerimaan Bantuan Hukum.
Pasal 10
Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat mengajukan permohonan secara lisan.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan, Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk tertulis.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani atau dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum.
Pasal 11
Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan kesediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.
Pasal 12
Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa khusus.
Pasal 13
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan Hukum.
Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum.
Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.
Pasal 14
Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15
Pasal 15
Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan dengan cara:
pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan;
pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau
pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 16
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi.
Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:
penyuluhan hukum;
konsultasi hukum;
investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;
penelitian hukum;
mediasi;
negosiasi;
pemberdayaan masyarakat;
pendampingan di luar pengadilan; dan/atau
drafting dokumen hukum.
Pasal 17
Pemberian Bantuan Hukum harus memenuhi Standar Bantuan Hukum yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.