Lompat ke isi

Buku Praktis Bahasa Indonesia 2/31-60

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Buku Praktis Bahasa Indonesia 2
31-60

Sumber: Pusat Bahasa

Komplikasi

[sunting]
Permasalahan
Kita sering mendengar bahwa seseorang dirawat karena menderita penyakit yang komplikasi. Kata komplikasi (bahasa Inggris: "complication") berarti 'kumpulan situasi' atau 'kumpulan detail karakter bagian utama alur cerita '.
Penjelasan
Di bidang kedokteran, komplikasi diartikan penyakit sekunder yang merupakan perkembangan dari penyakit primer' atau 'kondisi sekunder yang merupakan perkembangan dari kondisi primer', mislnya penyakit primer A berkembang menjadi penyakit sekunder B dan C. Kedua penyakit yang terakhir itu disebut komplikasi. Kompilaksi juga dapat berupa 'kumpulan faktor atau kumpulan isu yang sering tidak diharapkan, yang dapat mengubah rencana, metode, atau sikap. Contoh :
  • Komplikasi penyebab kerusuhan itu mengakibatkan rencana penyelesiannya sering menemui jalan buntu.

Kurban dan Korban

[sunting]
Permasalahan
Setiap kali menyambut Idul Adha, kita sering menemukan sebuah kata yang ditulis dengan ejaan yang berbeda. Ada yang menuliskan kurban, ada pula yang menuliskan korban. Di dalam sebuah kolom pada sebuah media massa cetak ditemukan kalimat berikut.
  • Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.

Kata kurban itu, dengan pengertian yang sama, pada kolom lain ditulis dengan korban, seperti terlihat pada kalimat berikut.

  • Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.

Selain itu, terdapat pula penggunaan kata korban, dengan pengertian yang sama, yang ditulis dengan ejaan yang berbeda, seperti yang terlihat pada contoh berikut.

  • Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.
  • Jumlah kurban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.

Pertanyaan yang muncul, apakah penulisan kata yang sama maknanya perlu dituliskan dengan ejaan yang berbeda?

Penjelasan
Dalam hal itu, tentu saja penulisaanya tidak perlu dibedakan. Akan tetapi, jika di antara dua kata yang maknanya berbeda, seperti pada contoh kalimat pertama dan ketiga, penulisan kedua kata itu perlu dibedakan demi kecermatan dalam penggunaannya.

Kata kurban dan korban sebenarnya berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu "qurban" ( قربان ). Dalam perkembangannya, "qurban" diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna. Pengertian yang pertama ialah 'persembahan kepada Tuhan (seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji)' atau 'pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian', sedangkan makna yang kedua adalah 'orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya'. Kata "qurban" dengan pengertian yang pertama dieja menjadi kurban (dengan <u>, sedangkan untuk pengertian yang kedua, dieja menjadi korban (dengan <o>).

Berdasarkan uraian tersebut, pemakaian kata kurban dan korban dalam topik tulisan ini dapat kita cermatkan menjadi Kambing kurban dan Korban lalu lintas. Berikut disajikan contoh yang benar pemakaian kedua kata itu di dalam kalimat.

  1. Menjelang Lebaran Haji harga ternak kurban naik.
  2. Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerima.
  3. Sebagai pejuang, mereka rela berkorban demi tercapainya cita-cita bangsa.
  4. Sebagian besar korban kecelakaan itu dapat diselamatkan.
  5. Jumlah korban yang tewas dalam musibah itu terus meningkat.

Selain kedua kata tersebut, di dalam bahasa Indonesia terdapat pula beberapa kata serapan lain yang mengalami perkembangan makna, seperti kata kurban dan korban, sehingga memerlukan perbedaan di dalam penulisannya dan kecermatan penggunaannya di dalam kalimat. Misalnya, berkah dan berkat, rida dan rela, serta fardu dan perlu. Perbedaan itu dapat dilihat pada kalimat berikut.

  1. Orang Islam percaya bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah.
  2. Berkat ketekunannya, ia berhasil mencapai hasil yang baik.
  3. Orang Islam berpuasa untuk mendapatkan rida Allah.
  4. Banyak orang yang rela berkorban demi orang yang dicintainya.
  5. Salat fardu, bagi orang Islam yang tidak berhalangan, tidak boleh ditinggalkan.
  6. Untuk menyelesaikan pekerjaan besar itu, kita perlu melakukan kerja sama.

Mengapa Realestat dan Estat?

[sunting]
Permasalahan
Beberapa nama permukiman baru, seperti "Taman Cipulir Estate" dan "Permata Bekasi Real Estate" diganti menjadi "Estat Taman Cipulir" dan "Realestat Permata Bekasi". Tepatkah penggantian itu?
Penjelasan
"Real estate" dan "estate" berasal dari bahasa Inggris dan termasuk istilah bidang properti. Dalam bahasa asalnya, "real estate" merupakan kata majemuk, yang berarti 'harta tak bergerak yang berupa tanah, sumber alam, dan bangunan'. Istilah "real estate" dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi lahan yasan. Lahan berarti 'tanah garapan', sedangkan yasan dalam bahasa Indonesia (yang diserap dari bahasa Jawa) berarti 'sesuatu yang dibuat atau didirikan'. Penerjemahan itu dilakukan berdasarkan konsep makna istilah yang dikandungnya, bukan berdasarkan makna kata demi kata.

Contoh penerjemahan serupa terjadi pada kata supermarket yang dipadankan dengan pasar swalayan. Sementara itu, kata "estate" dapat diterjemahkan menjadi bumi, bentala, atau kawasan. Kata mana yang hendak dipilih ditentukan oleh konteks penggunaan kata itu. Untuk mengindonesiakan istilah bahasa Inggris "industrial estate", kita dapat memilih kawasan industri. Untuk nama perumahan, kita dapat melakukan pilihan secara lebih leluasa.

Harus diakui bahwa pemadanan kata "real estate" itu dilakukan setelah kata itu banyak digunakan, termasuk padanan kata untuk nama kawasan. Sebagai akibatnya, orang sempat berpikir bahwa kata itu tidak mempunyai padanan.

Hal yang lazim terjadi adalah bahwa kata asing yang tidak berpadanan itu diserap dengan penyesuaian ejaan dan lafal, seperti "accurate", "chocolate", "conglomerate", dan "dictate" yang masing-masing menjadi akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat. Itu sebabnya orang mengindonesiakan "real estate" menjadi realestat. Bentuk kata yang teakhir itulah yang kemudian dipilih oleh para pengusahan di bidang pembangunan rumah tinggal walaupun kata lahan yasan memilikii makna konsep yang sama.

Lalu, bagaimana pelafalannya? Lafal realestat sama dengan lafal suku kata yang serupa pada kata akurat, cokelat, konglomerat, dan diktat, tidak dilafalkan [akuret], [cokelet], [konglomeret], dan [diktet]. Persoalan selanjutnya ialah mengapa realestat ditulis satu kata. Kata itu diperlakukan sebagai satu kata karena kita tidak mempertahankan makna unsur-unsurnya. Contoh serapan yang demikian adalah kudeta dari "coup d'etat", dan prodeo dari "pro deo".

Jika kata realestat itu digunakan untuk nama permukiman, susunan katanya perlu diperhatikan agar sesuai dengang kaidah bahasa Indonesia. Misalnya: "Realestat Cempaka", bukan "Cempaka Realestat". Akan tetapi, jika ternyata kita mempunyai kata Indonesia untuk konsep istilah asing tertentu, mengapa kita tidak memilih dan menggunakan istilah Indonesia dengan rasa bangga. Bukankah penggunaan kata nama berikut juga indah? Misalnya, "Bumi Kencana Indah", "Bentala Sekar Melati", "Pondok Mitra Lestari", dan "Puri Kembangan".

Betapa

[sunting]
Permasalahan
Dalam suatu pertemuan yang, antara lain, membahas pentingnya pemimpin menunjukkan keteladanan, seorang pembicara mengatakan sebagai berikut.
Betapa seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan ketelandan.

Tepatkah pemakaian kata betapa pada kalimat itu?

Penjelasan
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita perlu menelusuri apa sebenarnya yang akan disampaikan lewat kalimat itu.

Tampaknya konsep yang akan disampaikan ialah 'bagaimana mungkin' atau 'tidak mungkin' seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan sikap keteladanan. Akan tetapi, konsep itu tidak tersampaikan dengan baik karena pembicara salah memilih kata. Kata betapa tidak semakna dengan 'bagaimana mungkin' ataupun 'tidak mungkin'. Kata betapa berarti (1) 'sungguh'; 'alangkah'; kata seru penanda rasa heran, kagum, sedih, dsb.; (2) 'meski bagaimanapun'; (3) 'sebagaimana', 'seperti'. Semua makna itu ternyata tidak tepat untuk mengungkapkan makna 'mana mungkin', 'bagaimana mungkin', atau 'tidak mungkin'. Dengan demikian, kalimat itu dapat diperbaiki sebagai berikut.

  1. Bagaimana mungkin seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.
  2. Tidak mungkin seorang pemimpin akan dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.
  3. Bagaimana seorang pemimpin akan mungkin dihargai jika ia tidak menunjukkan keteladanan.

Sabuk Keselamatan atau Sabuk Pengaman

[sunting]

Kampanye tentang keselamatan bagi pengemudi mobil amat giat dilancarkan. Salah satu bentuknya berupa ajakan agar para pengemudi menggunakan sabuk ketika berkendaraan. Ajakan itu, antara lain, dituliskan pada kain rentang yang dipasang di berbagai tempat ramai agar segera terlihat orang banyak. Salah satu di antaranya seperti berikut.

Anda ingin selamat? Gunakanlah sabuk keselamatan!

Kalimat itu seakan-akan menyiratkan bahwa sabuk keselamatan dapat menjamin keselamatan pemakainya. Pada contoh itu penggunaan istilah sabuk keselamatan tidak tepat. Tempat duduk di pesawat terbang juga dilengkapi sabuk seperti itu, tetapi sabuk itu disebut sabuk pengaman, seperti tertera pada pengumuman berikut.

Kenakan sabuk pengaman dan berhentilah merokok.

Berbeda halnya dengan ungkapan utamakan keselamatan yang dapat dipadankan dengan ungkapan asing (bahasa Inggris) "safety first". Ungkapan utamakan keselamatan biasa dipampangkan atau dipajang di gedung-gedung atau bangunan yang sedang dikerjakan. Hal itu dimaksudkan untuk mengingatkan para pekerja agar berhati-hati jangan sampai bangunan itu mengancam jiwa mereka. Dalam konteks seperti itu, kita masih dapat mempertahankan bentuk utamakan keselamatan, bukan utamakan keamanan.

Seorang pengemudi yang mengenakan sabuk keselamatan belum tentu selamat apabila terjadi kecelakaan. Bahkan, sabuk keselamatan itu dapat tercabik-cabik dan hancur berantakan. Oleh karena itu, istilah sabuk keselamatan perlu dipertimbangkan. Sabuk keselamatan hanya mengamankan pemakainya, tidak menjamin pemakainya pasti selamat.

Istilah sabuk pengaman sejalan dengan satuan pengaman (satpam), jaring pengaman, helm pengaman, kursi pengaman (bagi pilot), dan kunci pengaman (biasanya dipasang pada kemudi mobil atau kemudi motor).

Seribuan dan Ribuan

[sunting]
Permasalahan
Dalam mata uang rupiah terdapat nilai mata uang satu ribuan. Satuan mata uang tersebut disebut seribu atau 1000 rupiah. Sejumlah uang, misalnya senilai dua ratus ribu rupiah, yang terdiri atas mata uang yang nilainya seribu rupiah berarti uang tersebut terdiri atas mata uang seribuan sebanyak 200 lembar.
Penjelasan
Kata seribuan tidak dapat disamakan artinya dengan kata ribuan. Kata ribuan mengandung makna 'beribu-ribu' dan dapat saja terdiri atas berjenis-jenis nilai mata uang rupiah, misalnya ada yang nilainya lima ratusan, seribuan, sepuluh ribuan, dan seratus ribuan. Perhatikan kata ribuan dalam kalimat berikut.
Kekayaanya tidak hanya ribuan, tetapi jutaan, bahkan miliaran.

Kata ribuan dalam kalimat contoh itu tidak dapat diganti dengan kata seribuan. Kata seribuan jika dikenakan pada angka tahun, misalnya tahun seribuan atau tahun 1000-an, menunjukkan makna 'sekitar tahun seribu ke atas' atau 'di antara tahun 1000 dan 2000'. Di dalam konteks itu kedudukan kata seribuan tidak dapat digantikan kedudukannya oleh kata ribuan.

Tidak Bergeming dan Acuh

[sunting]
Permasalahan
Ungkapan pernyataan tidak bergeming sering digunakan seperti pada kalimat berikut.
Politikus itu tetap tidak bergeming pada pendirian yang diyakininya.

Benarkah pemakaian ungkapan pernyataan di dalam kalimat itu?

Penjelasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata bergeming berarti 'diam saja atau tidak bergerak sedikit pun'. Kata bergeming yang dikaitkan dengan pendirian berarti 'tidak berubah'. Ungkapan pernyataan tidak bergeming berarti 'tidak tidak berubah' atau 'berubah'. Atas dasar makna kata itu, penggunaan ungkapan pernyataan tidak bergeming dalam kalimat tersebut tidak tepat. Pernyataan yang benar adalah sebagai berikut.
Politikus itu tetap bergeming pada pendirian yang diyakininya.

Kesalahan serupa terjadi pula pada pemakaian kata acuh seperti yang terlihat pada kalimat berikut.

Selama ini sikapnya acuh saja terhadap lingkungannya.

Jika kita lihat makna kata acuh itu di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertiannya sama dengan 'peduli'. Selain dibentuk menjadi mengacuhkan, kata acuh juga dipakai dalam bentuk acuh tak acuh dengan arti 'tidak peduli'.

Selain bentuk acuh tak acuh, muncul pada pemakaian kata acuh dengan pengertian yang sama. Sebagai akibatnya, banyak orang yang beranggapan bahwa kata acuh berarti 'tidak peduli' seperti pada kalimat contoh itu, yang seharusnya digunakan acuh tak acuh sehingga kalimatnya menjadi

Selama ini sikapnya acuh tak acuh saja terhadap lingkungannya.

Kata mengacuhkan berarti 'memedulikan atau mengindahkan'. Oleh karena itu, pemakaian kata mengacuhkan pada kalimat berikut tidak tepat.

Kesemrawutan lalu lintas itu terjadi karena banyak pemakai jalan yang mengacuhkan rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Pada kalimat itu seharusnya digunakan tidak mengacuhkan.

Utang dan Hutang

[sunting]
Permasalahan
Kalau kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia, akan kita temukan kata hutang yang dirujukkan pada kata utang. Kata hutang tidak diberi makna, yang diberi makna hanyalah utang. Demikian juga, himbau dan hisap dirujuk pada imbau dan isap. Itu berarti bahwa kata utang, isap, dan imbau lebih diutamakan pemakaiannya.
Penjelasan
Pada umumnya ungkapan yang dikenakan masyarakat, seperti utang piutang, utang nyawa, utang budi, dan utang emas boleh dibayar, tetapi utang budi dibawa mati, diturunkan dari kata utang, bukan hutang. Lagi pula, di dalam kamus Malay-English Dictionary terbitan tahun 1959 oleh Wilkinson atau Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerdawarminta terbitan tahun 1951 tertulis utang, bukan hutang. Itu berarti bahwa bentuk utang itu sudah lama digunakan orang.

Yang Paling Terkenal

[sunting]
Permasalahan
Apabila kita perhatikan pemakaian bahasa sehari-hari, sering kita mendengar ungkapan paling terkenal di Indonesia. Beberapa orang mempertanyakan pemakaian frasa yang berbunyi paling terkenal itu. Pertanyaan yang mereka kemukakan adalah apakah pemakaian kata paling yang diikuti oleh kata yang berawalan ter- itu tidak berlebihan. Orang yang mempertanyakan pemakian frasa paling terkenal itu beranggapan bahwa awalan ter- pada kata terkenal berarti 'paling'. Akibatnya, pemakaian frasa paling terkenal diartikan 'paling paling kenal'.
Penjelasan
Anggapan tersebut tidak benar. Salah satu arti awalan ter- memang 'paling', tetapi arti itu berlaku kalau awalan ter- melekat pada kata sifat, seperti cantik, pandai, dan tinggi. Jadi, kata tercantik, terpandai, dan tertinggi berarti 'paling cantik', 'paling pandai', dan 'paling tinggi'. Arti awalan ter- yang lain adalah 'tidak sengaja' atau 'tiba-tiba'. Contohnya adalah terjatuh, tersenggol, terbangun, dan teringat. Kata-kata itu berarti 'tidak sengaja jatuh', 'tidak sengaja menyenggol', 'tiba-tiba bangun', dan 'tiba-tiba ingat'.

Di samping kedua arti di atas, awalan ter- masih mempunyai dua arti lagi, yaitu 'dapat di-' dan 'telah dilakukan' atau 'dalam keadaan'. Kata terkira dan terangkat adalah contoh kata berawalan ter- yang berarti 'dapat di-'. Jadi, kata terkira dan terangkat itu berarti 'dapat dikira' dan 'dapat diangkat'. Contoh awalan ter- yang berarti 'telah dilakukan' atau 'dalam keadaan' terdapat pada kata terbuka dan tergeletak. Terbuka berarti 'telah dibuka', 'dalam keadaan dibuka' dan tergeletak berarti 'dalam keadaan menggeletak'.

Perlu diingat pula bahwa untuk dapat mengetahui arti awalan ter- secara tepat, kita harus memperhatikan konteksnya. Cobalah kita simak kalimat berikut.

  1. Benda itu terangkat pada saat pemulung mengambil barang bekas di sungat.
  2. Hingga kemarin sore mobil yang terperosok ke kali itu tetap tidak terangkat walaupun telah diderek dengan menggunakan mobil derek.

Kata terangkat pada kalimat (1) itu berarti 'tidak sengaja diangkat', sedangkan tidak terangkat pada kalimat (2) berarti 'tidak dapat diangkat'. Jadi, kata terangkat pada kedua kalimat tadi berbeda artinya.

Sekarang kita kembali pada frasa paling terkenal itu. Pemakaian itu tidak berlebihan karena awalan ter- pada kata terkenal tersebut berarti 'dalam keadaan di-' seperti halnya awalan ter- pada kata termasyhur. Frasa paling terkenal berarti 'paling dikenal'. Jadi, ungkapan yang berbunyi paling terkenal di Indonesia di atas tidak berlebihan.

Melengkapi Kekurangan?

[sunting]
Permasalahan
Orang sering menganggap bahwa kalimat yang strukturnya lengkap sudah merupakan kalimat yang benar. Anggapan itu memang ada benarnya sebab salah satu syarat kalimat yang benar memang strukturnya harus lengkap, misalnya ada subjek dan predikat (SP) atau subjek, predikat, dan objek (SPO). Unsur penting yang sering kurang diperhatikan adalah pernalaran. Akibatnya, sering ditemukan kalimat sebagai berikut.
  1. Laporan ini terutama ditujukan untuk melengkapi kekurangan laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.
Penjelasan
Pada kalimat di atas terdapat kesalahan pernalaran. Perhatikan makna bagian kalimat melengkapi kekurangan laporan semester yang lalu. Kita dapat bertanya "Apakah yang menjadi lengkap dengan hadirnya laporan itu?" Jawabnya, yang menjadi lengkap tentulah kekurangan. Artinya, kekurangan yang ada akan bertambah lengkap. Padahal, yang dimaksudkan oleh penulis laporan itu ialah bahwa laporan itu untuk melengkapi laporan semester yang lalu sehingga kekurangan pada laporan itu dapat teratasi atau kekurangan pada laporan itu akan menjadi tinggal sedikit. Oleh karena itu, kalimat (1) itu dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
  1. Laporan ini terutama dimaksudkan untuk melengkapi materi laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.
  2. Laporan ini terutama dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan laporan pada semester yang lalu. Oleh karena itu, laporan ini hanya berisi teknis pelaksanaan kegiatan.

Kesalahan lain terdapat pada contoh berikut.

  1. Dokter di rumah sakit ini selalu berusaha keras menyembuhkan penyakit pasiennya.
  2. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar ketinggalannya, tetapi juga dapat memimpin pertandingan.

Pada contoh (1) di atas terdapat kesalahan karena yang akan disembuhkan ialah penyakit pasien, bukan pasien. Penyembuhan itu dilakukan dengan cara membasmi penyakit. Pada contoh (2) yang dikejar oleh Joko adalah nilai lawannya, bukan selisih nilai tertinggal antara Joko dan lawannya. Dengan demikian, kedua kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut.

  1. Dokter di rumah sakit itu selalu berusaha keras menyembuhkan pasiennya.
  2. Dokter di rumah sakit itu selalu berusaha keras membasmi penyakit pasiennya.
  3. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar nilai lawan(nya), tetapi juga sekarang dapat memimpin pertandingan.
  4. Ternyata Joko tidak saja dapat mengejar kemajuan lawannya, tetapi juga dapat memimpin pertandingan.
  5. Penduduk desa berbaris dengan tertib di tepi jalan menunggu iring-iringan jenazah Pak Sumo, warga desa mereka yang malang.
  6. Larutan ini dapat menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir pecah-pecah.

Pada kalimat (5) di atas terdapat informasi yang tidak masuk akal, yaitu iring-iringan jenazah Pak Sumo. Bukankah iring-iringan jenazah berarti jenazah yang berjalan beriring-iringan? Arti pernyataan itu tidak masuk akal karena jenazah tidak dapat berjalan. Biasanya, yang beriringan itu ialah orang-orang yang mengantar usungan jenazah menuju kepemakaman. Oleh karena itu, kalimat (5) dapat diperbaiki sebagai berikut.

  1. Pendudukan desa berbaris dengan tertib di tepi jalan menunggu iring-iringan pengantar jenazah Pak Sumo, warga desa yang malang.

Pada kalimat (6) seharusnya yang akan dihilangkan ialah sariawan dan panas dalam, sedang hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah tentu harus disembuhkan, bukan dihilangkan. Lihat perbaikan berikut.

  1. Larutan itu dapat menghilang sariawan dan panas dalam serta dapat menyembuhkan hidung tersumbat dan bibit pecah-pecah.

Adzan Magrib

[sunting]
Permasalahan
Tulisan adzan maghrib sering digunakan pada media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Informasi tentang saatnya salat magrib, bagi penganut agama Islam, pada media televisi sering dibarengi suara azan magrib, yang ditulis dengan ejaan adzan maghrib atau azan magrib. Tampilan kedua bentuk tulisan yang berbeda untuk satu kata yang sama itu dapat menimbulkan pertanyaan bagi para pemakai bahasa, yaitu bentuk tulisan manakah yang tepat dari kedua bentuk tulisan yang ditayangkan pada televisi itu.
Penjelasan
Kata azan dan magrib adalah kata serapan dari bahasa Arab. Kedua kata itu sudah lazim digunakan di dalam kegiatan berbahasa sehari-hari. Kata serapan itu harus tunduk pada kaidah penulisan kata serapan seperti yang diatur di dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Menurut aturan yang berlaku, dalam bahasa Indonesia terdapat gabungan huruf yang melambangkan satu konsonan, yaitu <kh>, <sy>, <ng>, dan <ny>, seperti pada kata khusus, syarat, ngilu, dan nyeri. Konsonan <dz> dan <gh> tidak terdapat pada sistem ejaan bahasa Indonesia. Lalu, bagaimana mengeja kata Arab yang mengandung huruf zal ( ذ ) dan gain ( غ ) seperti pada kata azan dan magrib?

Di dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang berasal dari bahasa Arab yang mengandung huruf zal dan gain seperti di bawah ini.

	{{wikt|zat}} – zat 	( ذات )	{{wikt|gaib}} – gaib 	(غائب  )
	{{wikt|zikir}} – zikir 	(  ذكر)	{{wikt|gairah}} – gairah( غيرة )
	{{wikt|uzur}} – uzur 	(عذر )	{{wikt|logat}} – lugat	( لغة )

Di dalam kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan, huruf zal ( ذ ) dari bahasa Arab menjadi z di dalam bahasa Indonesia dan huruf gain (غ ) menjadi g. Jadi, ejaan yang betul untuk kedua kata serapan Arab tersebut ialah azan dan magrib.

Demikian, Sebagai Berikut, Di Bawah Ini.

[sunting]

Kata demikian mengandung makna 'seperti itu, begitu, tadi, atau seperti di atas'. Misalnya.

  1. Dalam keadaan demikian tidak seorang pun merasa dirinya aman.

Dalam kenyataan berbahasa sehari-hari, masih sering digunakan kata demikian yang tidak pada tempatnya. Misalnya.

  1. Pesan budaya yang beliau sampaikan ketika membuka Pesta Kesenian Bali baru-baru ini adalah demikian.
  2. Imbauan pemerintah daerah dalam usaha menciptakan lingkungan bersih dan sehat secara singkat berbunyi demikian.

Kata demikian dalam kalimat (1) dan (2) seharusnya diganti dengan kata sebagai berikut. Kata berikut dapat diartikan 'yang di bawah ini, yang datang sesudah ini, atau yang menjadi lanjutannya'. Mari kita simak pemakaian berikut dalam kalimat di bawah ini.

  1. Penjelasan berikut dihararapkan dapat memperkaya pemahaman kita terhadap akar budaya bangsa.

Kata berikut dapat juga dipadankan dengan kata di bawah ini. Misalnya.

  1. Hal-hal yang berkaitan dengan pengumpulan data akan kami jelaskan di bawah ini.
  2. Teknis pelaksanaan penelitian terlihat pada penjelasan di bawah ini.

Makna kata demikian dapat dipadankan dengan makna kata tadi dan di atas, sedangkan makna kata berikut dapat disamakan dengan kata di bawah ini. Namun, pemakaiannya harus disesuaikan dengan makna konteks. Kata tadi kurang tepat jika digunakan di dalam ragam tulis, sedangkan kata di bawah ini tidak benar jika digunakan di dalam ragam lisan, seperti pada pidato. Adapun kata berikut dapat digunakan pada ragam lisan dan ragam tulis.

Senat

[sunting]

Senat (bahasa Inggris: "senate") adalah badan atau perwakilan yang memiliki pertimbangan mendalam dan memiliki fungsi legistatif.

  • Senat mahasiswa adalah badan yang terdiri atas wakil mahasiswa di sebuah universitas yang memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan kemahasiswaan.
  • Senat fakultas adalah badan legislatif tertinggi di fakultas yang terdiri atas dekan, pembantu dekan, dan wakil pengajar yang ditunjuk sebagai anggota yang memiliki kewenangan tertinggi di tingkat fakultas serta memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan fakultas demi menjaga aturan dan standar mutu akademis.
  • Senat guru besar adalah lembaga legislatif tertinggi di universitas yang terdiri atas guru besar yang memiliki kewenangan tertinggi di tingkat perguruan tinggi serta memiliki pertimbangan yang mendalam atas langkah kebijakan akademis demi menjaga aturan dan standar mutu akademis.
  • Senat Amerika Serikat adalah lembaga kekuasaan tertinggi di Amerika Serikat yang terdiri atas wakil-wakil rakyat Amerika Serikat yang berfungsi sebagai badan legislatif. Di Indonesia, badan yang serupa dengan senat AS itu adalah Dewan Perwakilan Rakyat atau Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Komunike, Amendemen, Referedum, dan Federal

[sunting]
Permasalahan
Pada akhir Orde Baru dan masa awal era reformasi di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, sering digunakan kata-kata yang tampak baru, seperti komunike, amendemen, referedum, dan federal. Sebenarnya, kata-kata itu bukan kata baru karena di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sudah ada. Kata-kata itu, harus dicermati penggunaanya agar sesuai dengan maknanya.
Penjelasan
Komunike diserap dari bahasa Inggris "communique" dengan proses penyesuaian ejaan. Kata itu bermakna 'pengumuman atau pemberitahuan secara resmi dari pemerintah (di surat kabar), biasanya sesudah selesai pertemuan diplomatik atau sesudah selesai kegiatan militer'. Berdasarkan perkembangan pemakaiannya, kata komunike juga digunakan oleh para tokoh partai atau kelompok politisi, yang bukan bagian dari pemerintah. Perhatikan contoh kalimat berikut.
Kelompok oposisi itu telah mengeluarkan komunike bersama yang berisi sepuluh tuntutan terhadap negara.

Dalam hal itu, komunike berarti 'pemberitahuan resmi dari kelompok oposisi yang telah menjalin kesepakatan bersama'.

Amendemen diserap dari bahasa Inggris "amendement". Kata itu dituliskan amendemen, bukan amandemen. Amendemen berarti (1) 'usul perubahan rancangan undang-undang yang dibicarakan dalam dewan perwakilan rakyat' dan (2) 'penambahan pada bagian yang sudah ada'. Arti yang pertama yang sering digunakan, seperti pada contoh kalimat berikut.

Amendemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi ini bukanlah hal yang tabu.

Referendum diserap dari bahasa Inggris "referendum" tanpa perubahan penulisannya. Referendum berarti 'penyerahan suatu masalah kepada orang banyak supaya mereka menentukannya (tidak diputuskan oleh rapat atau oleh parlemen); penyerahan suatu persoalan supaya diputuskan melalui pemungutan suara umum (semua anggota perkumpulan atau segenap rakyat)'. Perhatikan contoh kalimat berikut.

Sudah dilakukan referendum di Timor Timur, hasilnya sangat mengejutkan masyarakat Indonesia.

Federal diserap dari bahasa Inggris "federal" tanpa perubahan. Federal berarti 'bersifat federasi', atau 'berpemerintahan sipil, yaitu beberapa negara bagian membentuk kesatuan dan setiap negara bagian memiliki kebebasan untuk mengurus persoalan di dalam negerinya. Federal dibedakan dengan federasi karena federasi berarti 'gabungan beberapa negara bagian yang dikoordinasi oleh pemerintah pusat yang mengurus kepentingan nasional seluruhnya (seperti keuangan, urusan luar negeri, dan pertahanan)'. Kelompok kata yang lazim adalah negara federal, bukan negara federasi. Perhatikan kalimat berikut.

Salah satu tokoh di Indonesia ingin membentuk negara federal.

Rekayasa

[sunting]

Dalam bahasa Inggris terdapat istilah technical engineering. Di dalam bahasa Indonesia konsep istilah itu dipadankan dengan istilah rekayasa teknik. Kata rekayasa dalam konteks itu bermakna 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah keilmuan". Beranalogi dengan rekayasa teknik itu, pengguna bahasa Indonesia membentuk istilah baru sebagai berikut. Rekayasa bentuk, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah teknologi bangun. Rekayasa hukum, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah ilmu hukum'. Rekayasa tani, yaitu 'hasil pekerjaan, perbuatan, atau tindakan melakukan upaya perencanaan dan pelaksanaan tentang sesuatu yang sesuai dengan tujuan dan harapan berdasarkan kaidah ilmu bidang pertanian'.

Otonomi, Otoriter, dan Rekonsiliasi

[sunting]

Kata otonomi merupakan bentuk serapan, melalui penyesuaian ejaan, tanpa mengabaikan lafal, dari kata bahasa Belanda autonomie dengan pengertian 'pemerintah sendiri'. Jika dipasangkan dengan kata daerah, terbentuklah istilah baru otonomi daerah. Gabungan kata otonomi daerah menyiratkan makna 'hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku'. Otoriter berarti 'berkuasa sendiri atau sewenang-wenang dengan tidak mengindahkan hak orang lain. Rekonsiliasi adalah 'perbuatan memulihkan pada keadaan semula atau perbuatan memperbarui seperti semua'.

Serikat

[sunting]

Serikat pada negara serikat dapat dipadankan dengan united atau federation (Inggris), seperti pada united states 'negara serikat'. Negara serikat adalah negara yang terdiri atas negara-negara bagian yang memiliki pemerintahan sendiri, tetapi kedaulatan ke luar dipegang oleh pemerintah pusat. Makna serikat seperti pada Serikat Pekerja Seluruh Indonesia berarti 'persatuan, perhimpunan, gabungan, perkumpulan' yang menjalankan peniagaan dan sebagainya untuk kegunaan atau keperluan bersama. Jadi, serikat pekerja adalah perkumpulan para pekerja seluruh Indonesia yang menggerakkan upaya tertentu untuk mencapai keperluan bersama, misalnya upaya untuk mencapai kesejahteraan pekerja. Kata serikat memiliki bentuk turunan, antara lain perserikatan, seperti pada contoh berikut. Perserikatan Bangsa Bangsa, dan berserikat seperti Para pedagang itu kini tidak lagi berdagang sendiri-sendiri, tetapi mereka telah berserikat di dalam satu organisasi. Perserikatan berarti 'perkumpulan', 'persekutuan', atau 'persatuan'.

Voucer

[sunting]

Istilah voucer (Inggris: voucher) berarti 'bon', 'tanda utang/penerimaan', 'surat bukti'. Dalam bahasa Belanda, istilah itu berarti 'bon yang bernilai', 'bukti tertulis dalam bentuk potongan kertas'. Istilah cash voucher berarti 'tanda bukti (kuitansi/kartu/kupon) pembayaran tunai', sedangkan gift voucher 'kupon barang berhadiah'. Dalam bahasa Indonesia, voucer digunakan di berbagai bidang, seperti bidang bisnis dan manajemen atau bidang telekomunikasi. Tentu saja makna voucer pada kedua bidang itu berbeda dengan yang terdapat di bidang telekomunikasi.

  1. Anda akan mendapatkan voucer senilai Rp 300.000,00 jika membeli barang elektronik seharga minimal Rp 3.000.000,00.
  2. Karena kartu telepon seluler Anda sudah habis masa berlakunya, Anda harus membeli voucer isi ulang.

Voucer senilai Rp 300.000,00 pada kalimat (1) bermakna 'kupon sebagai pengganti uang' dan pada kalimat (2) voucer bermakna 'kartu untuk mendapatkan jasa atau layanan isi ulang pulsa telepon seluler'.

Sinonim

[sunting]

Setiap kata yang dapat dikelompokkan dengan kata lain berdasarkan makna umum disebut kata bersinonim. Kata-kata itu mengadung arti pusat yang sama (denotasi), tetapi berbeda dalam nilai rasa (konotasi). Adapun makna denotasi bersifat umum, harfiah, atau netral. Makna konotasi mengandung emosi atau timbangan rasa yang bertalian dengan latar dan suasana hati. Maknanya bersifat khusu, spesifik. Penguasaan kata bersinonim, selain dapat menolong kita untuk menyampaikan gagasan umum, juga membantu kita untuk membuat perbedaan yang tajam dan tepat makna setiap kata. Misalnya, kata memandang, menatap, mengintip, melirik, melotot, mengerling, dan mengeker sama-sama berasal dari makna denotasi yang sama, yaitu 'melihat', tetapi berbeda makna konotasinya. Demikian juga, kata meninggal (dunia), berpulang ke rahmatullah, gugur, dan tewas, makna denotasi setiap kata itu sama, yaitu 'mati', tetapi makna konotasinya berlainan. Tentu tidak gampang membedakan makna konotasi setiap kata yang bersinonim. Untuk itu, perlu diperhatikan kesamaan kelas katanya (adjektiva, nomina, verba) dan pengalaman kita terhadap pemakaian setiap kata itu. Faktor itulah yang memberikan makna tambahan terhadap denotasinya. Penutur bahasa yang baik tentu dapat membedakan makna yang terkandung dalam kata melatih, menatar, menyuluh, dan mendidik. Makna konotasi setiap kata itu berbeda, tetapi makna denotasinya serupa: 'mengajar'. Kata mendidik, misalnya, menyiratkan makna 'kasih sayang', sabar, 'hubungan yang akrab', selain 'menanamkan moral dan ilmu pengetahuan', sedang melatih mengesankan 'memberikan pengetahuan keterampilan tentang sesuatu'.

Rekonsiliasi, Islah, Rujuk

[sunting]

Ketiga istlilah itu sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Rekonsiliasi (Inggris: reconciliation) berarti 'proses merestorasi atau memulihkan suatu keadaan agar menjadi seperti keadaan semula. Yang dipulihkan ialah 'keadaan yang telah berubah dari keadaan semula itu'. Misalnya, karena keadaan kacau, dilakukan rekonsiliasi, hasilnya ialah keadaan tertib kembali. Makna rekonsiliasi bertalian dengan konsiliasi (Inggris: conciliation) yang berarti 'usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan untuk menyelesaikan perselisihan'. Istilah islah berasal dari bahasa Arab اصلاح, yang berarti 'perdamaian'. Mula-mula islah digunakan di lingkungan umat Islam, yaitu ketika dua kelompok yang bertikai segera berislah atau berdamai'. Kini istilah itu sudah menjadi kata umum dalam kehidupan sehari-hari. Istilah rujuk lebih menyiratkan makna bahwa apa-apa yang akan disatukan itu sudah dalam keadaan bercerai. Istilah yang diserap dari bahasa Arab itu berarti 'kembali'. Semula rujuk digunakan di dalam hukum perkawinan Islam untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali suami istri yang telah dipisahkan oleh talak'. Pemakaian istilah rujuk itu kini meluas, misalnya untuk melambangkan konsep menyatukan kembali dua pihak yang telah berpisah akibat bertikai atau berselisih. Di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sekarang muncul istilah rujuk nasional, untuk menyatakan konsep 'menyatukan kembali pihak-pihak yang telah berpisah atau terpisahkan ke dalam wadah nasional yang satu, Indonesia'.

Atas Nama

[sunting]

Dalam berbahasa sehari-hari ungkapan atas nama sering kita temukan. Namun, pemakaiannya sering kurang tepat. Perhatikan kalimat berikut.

  1. Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan atas nama pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.

Pada kalimat (1) bupati berbicara sebagai pejabat dan sebagai pribadi. Yang perlu dicatat ialah bahwa yang berbicara adalah bupati sendiri, tidak mewakili orang lain. Dalam pembicaraannya, baik sebagai bupati maupun sebagai pribadi, digunakan ungkapan atas nama. Tepatkah penggunaan ungkapan tersebut? Di dalam kamus dinyatakan bahwa ungkapan atas nama berarti 'sebagai wakil, perintah, atau atas kuasa orang lain'. Karena dalam kalimat (1) bupati itu sendiri yang berbicara atau tidak mewakilkannya kepada orang lain, pemakaian ungkapan atas nama itu tidak tepat. Sebagai penggantinya, digunakan kata selaku atau sebagai sehingga kalimat (1) dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.

  • Pada kesempatan ini saya selaku/sebagai Bupati Wanasari dan selaku/sebagai pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.

Jika yang berbicara bukan bupati, melainkan orang yang mewakili bupati, pemakaian atas nama kalimat (1) sudah tepat. Akan tetapi atas nama untuk pribadi tidak tepat. Dalam kalimat itu tetap digunakan kata selaku/sebagai sehingga kalimat perbaikannya sebagai berikut .

  • Pada kesempatan ini saya atas nama Bupati Wanasari dan selaku/sebagai pribadi menyampaikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Bapak Subrata.

Pemakaian ungkapan atas nama yang benar juga dapat dilihat di bawah ini.

  1. Atas nama ahli waris, saya mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang Bapak/Ibu berikan.

Ungkapan terima kasih seperti kalimat di atas disampaikan tidak hanya selaku pribadi, tetapi juga selaku wakil ahli waris. Dia berbicara mewakili ahli warisnya.

Memorandum

[sunting]

Di dalam bahasa Inggris kata memorandum berarti 'diingat, rekaman informal, atau catatan pengingat'. Kata memorandum tidak ada kaitannya dengan hukuman atau vonis atau putusan hakim. Di dalam bahasa Indonesia kata memorandum berarti nota atau surat peringatan tidak resmi; surat pernyataan dalam hubungan diplomasi; bentuk komunikasi yang berisi saran, arahan, atau penerangan. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kata memorandum tidak berhubungan dengan 'peringatan'. Memorandum berkaitan dengan memorandus atau memorare (Latin) yang mengandung makna 'ingat' atau 'ingatan'.

Euforia

[sunting]

Seiring dengan munculnya era reformasi, kata euforia banyak digunakan orang. Kata itu oleh sebagian orang dianggap terkait erat dengan reformasi, demokrasi, dan kebebasan. Benarkah anggapan itu? Kata euforia berasal dari bahasa Yunani, euforia (eu + pherein), yang berarti 'lebih tahan' atau 'sehat'. Kata ini diserap oleh bahasa Inggris menjadi euphoria yang berarti 'kegembiraan' atau 'perasaan membaik'. Kemudian, kata itu diserap menjadi euforia, yang berarti 'perasaan gembira yang berlebihan'. Kegembiraan yang berlebihan itu ditafsirkan berlebihan pula sehingga sering berupa pesta-pesta, pawai keliling kota, bahkan ada yang sampai mengabaikan aturan yang ada. Euforia yang berlebihan itu dapat menyebabkan orang bertindak anarkistis.

Paling Lama atau Paling Lambat

[sunting]
Permasalahan
Di dalam berbagai pasal undang-undang yang mengatur sanksi sering ditemukan istilah paling lama dan paling lambat. Kadang-kadang kedua istilah itu digunakan secara tidak tepat, sebagaimana contoh berikut.
  1. Putusan pengadilan tingkat banding diucapkan paling lama dua minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.

Contoh itu terasa tidak masuk akal karena sebuah putusan tidak diucapkan sampai mencapai durasi paling lama dua minggu. Bukankah pengucapan sesuatu hanya berlangsung sesaat?

Penjelasan
Yang dimaksud dengan pernyataan pada kalimat (1) ialah 'batas waktu', atau 'batas akhir' pengeluaran putusan, bukan lama waktu sesuatu diucapkan. Untuk itu, istilah yang tepat ialah paling lambat, bukan paling lama dan verba yang digunakan bukan diucapkan, melainkan misalnya dikeluarkan sehingga kalimat (1) itu diperbaiki seperti berikut.
  1. [A] Putusan pengadilan tingkat banding dikeluarkan paling lambat dua minggu setelahs sidang banding pertama dilakukan.

Istilah paling lama digunakan untuk menunjukkan 'rentang waktu', 'durasi', atau 'lama waktu sesuatu berlangsung' seperti pernyataan berikut ini.

  1. ... dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Paling lama pada contoh di atas berarti 'rentang waktu terkena pidana penjara' atau 'lama waktu pidana penjara berlangsung'. Selain paling lambat pada kalimat (1.A) dan paling lama pada kalimat di atas, dapat juga digunakan selambat-lambatnya dan selama-lamanya sehingga masing-masing dapat diubah seperti berikut.

  1. Putusan pengadilan tingkat banding diucapkan selambat-lambatnya dua minggu setelah sidang banding pertama dilakukan.
  2. ... dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Paling lama juga bermakna 'terlama' seperti contoh berikut.

  1. Saya pernah menetap dibeberapa kota, tetapi yang paling lama/terlama di Jakarta.

Paling lambat tidak selalu bermakna 'terlambat' sebab terlambat dapat juga bermakna 'telah lewat waktu'. Pertimbangkan contoh berikut.

  1. Dia peserta yang terlambat/paling lambat, bukan peserta yang tercepat dalam lomba lari cepat pagi ini.
  2. Ia tidak boleh masuk sebab datang terlambat.

Makna terlambat pada kalimat (1) berarti 'paling lambat' atau 'paling rendah kecepatannya diantara peserta', tetapi terlambat pada kalimat (2) berarti 'telah lewat waktu' atau 'telah lewat batas akhir' (masuk).

Paradigma

[sunting]
Permasalahan
Ada sebagian orang yang menanyakan arti kata paradigma. Apakah yang dimaksud dengan istilah paradigma, seperti dalam contoh kalimat berikut.
  1. TNI sekarang hadir dengan paradigma baru.
  2. PDI P mengalami pergeseran paradigma.
Penjelasan
Paradigma berasal dari bahasa Yunani Kuno, para- dan deiknynai, yang berarti 'mempertunjukkan'. Bahasa Indonesia menyerap kata itu dari bahasa Inggris paradigm yang berarti 'contoh' atau 'pola' atau 'bentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata tersebut', atau 'model dalam teori ilmu pengetahuan'. Kemudian, kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui penyesuaian ejaan dari lafal menjadi paradigma.

Di dalam perkembangan maknanya kata itu mengalami penambahan dan pengurangan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak ditemukan kata paradigma yang berarti 'contoh' atau 'pola'. Akan tetapi, di dalam kamus itu ada penambahan makna yang berkaitan dengan 'kerangka berpikir'. Penggunaan kata paradigma pada kalimat (1 dan 2) berkaitan dengan 'kerangka berpikir' itu.

Penggunaan dan/atau

[sunting]

Kata penghubung dan/atau, dapat diperlakukan sebagai dan, dapat juga diperlakukan sebagai atau. Tanda garis miring itu mengandung arti pilihan, misalnya A dan/atau B yang berarti A dan B atau A atau B. Oleh karena itu, cara penulisan yang betul untuk maksud pernyataan tersebut ialah dan/atau, bukan dan atau. Perhatikan contoh berikut.

  1. Barang siapa meniru dan/atau memalsukan produk ini dapat dikenai hukuman selama-lamanya lima tahun penjara atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00.

Kalimat itu mengandung makna (1) Barang siapa meniru dan memalsukan produk ini dapat dikenai hukuman ... atau (2) Barang siapa meniru atau memalsukan produk ini dapat dikenai hukuman ... Ungkapan penghubung dan/atau itu sering ditulis dan atau tanpa dibubuhi tanda garis miring (/) di antara kata dan dan atau. Cara penulisan yang itu tidak dapat dibenarkan. Kesalahan penulisan kedua penghubung tersebut agaknya disebabkan oleh anggapan bahwa tidak ada perbedaan antara bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis. Akibatnya, orang menuliskan apa yang terdengar (ragam lisan), bukan apa yang seharusnya ditulis, yaitu digunakan tanda garis miring (/) antara kata dan dan kata atau. Di dalam ragam tulis kelengkapan tanda baca sangat diperlukan agar apa yang dituliskan itu tidak ditafsirkan lain. Makna kalimat ragam lisan dapat didukung oleh situasi pembicaraan, sedang dalam ragam tulis tidak disukung hal itu. Contoh penulisan garis miring (/) di antara kata dan dan kata atau terlihat di bawah ini.

  1. Setiap orang yang menebang dan atau mengambil pohon di sekitar taman ini dapat dikenakan denda ...

Pemakaian dan atau seperti pada contoh di atas itu perlu ditambahkan tanda garis miring (/) (... menebang dan/atau mengambil)

Pada kalimat di atas itu dibaca dua pilihan dulu: (1) menebang dan mengambil atau (2) mengambil dan menebang, kemudian pada pilihan (2) itu ada pilihan lagi sehingga makna pernyataan itu ialah (1) menebang dan mengambil, (2) menebang (saja), atau (3) mengambil (saja). Kesalahan lain pada kalimat di atas ialah penggunaan bentuk kata dikenakan. Perhatikan contoh bentuk mengenakan sebagai pengganti dikenakan pada kalimat berikut.

  1. Denda dapat mengenakan setiap orang yang mengambil dan/atau menebang [...].

Kalimat di atas itu tidak logis karena denda setiap orang tidak dapat mengenakan setiap orang [...], tetapi denda dikenakan pada setiap orang yang berarti 'denda dilaksanakan pada [...]' atau 'denda dijalankan pada [...]'. Perhatikan perbaikan contoh kalimat tersebut di bawah ini.

  1. Denda dapat dikenakan pada setiap orang yang mengambil dan/atau menebang [...].

Jika kalimat di atas diubah dengan mengedepankan bagian kalimat setiap orang kata kerja yang digunakan adalah dikenai [...] bukan dikenakan. Perhatikan ubahan kalimat tersebut pada contoh kalimat berikut.

  1. Setiap orang yang menebang dan/atau mengambil kayu di sekitar taman ini dikenai denda.

Singkatan Kata dan Akronim

[sunting]

Penggunaan singkatan dan akronim merupakan salah satu cara berkomunikasi ekonomis. Misalnya P3K merupakan kependekan dari pertolongan pertama pada kecelakaan dan ipoleksosbudhankam merupakan akronim dari ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Penggunaan singkatan selain memiliki nilai positif, juga dapat menimbulkan dampak negatif. Nilai positifnya ialah bahwa komunikasi dapat dilakukan secara ekonomis, sedangkan dampak negatifnya ialah tidak semua orang yang diajak berkomunikasi memahami singkatan yang digunakan. Perhatikan contoh pemakaian singkatan BPFKPPA (Badan Pekerja Forum Komunikasi Pembinaan dan Pengembangan Anak) atau akronim Suslapa (kursus lanjutan perwira). Jika singkatan dan akronim tersebut digunakan dalam berkomunikasi yang melibatkan masyarakat luas dengan tidak menyertakan kepanjangan singkatan kata itu, yang akan terjadi adalah munculnya gangguan komunikasi. Oleh karena itu, bentuk singkatan atau akronim dapat saja digunakan dalam berkomunikasi selama tidak menimbulkan gangguan dalam pemahamannya.

Lafal Singkatan dan Akronim Asing

[sunting]
Permasalahan
Dewasa ini ada pemakai bahasa Indonesia yang melafalkan singkatan IMF dengan [i-em-ef] dan ada pula yang melafalkannya dengan [ai-em-ef]. Manakah sebenarnya di antara kedua cara pelafalan itu yang benar?
Penjelasan
IMF, seperti halnya IBM dan FBI, merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Asing. Dalam hal itu, jika digunakan dalam konteks bahasa Indonesia , singkatan kata asing itu yang dibaca huruf demi huruf itu dilafalkan sesuai dengan nama huruf-huruf itu dalam bahasa Indonesia. Dasar pertimbangannya adalah nama huruf i dalam bahasa Indonesia ialah (i), bukan (ai) dan singkatan itu digunakan dalam komunikasi bahasa Indonesia.

Atas dasar pertimbangan tersebut, singkatan IMF, IBM, dan FBI-meskipun berasal dari bahasa asing-tetap dilafalkan sesuai dengan kaidah nama huruf di dalam bahasa Indonesia. Sejalan dengan itu, dalam bahasa Indonesia singkatan IMF, IBM, dan FBI masing-masing dilafalkan dengan [i-em-ef], [i-be-em], dan [ef-be-i]. Pelafalan singkatan kata asing itu berbeda dengan pelafalan akronim dari bahasa asing. Bentuk kata akronim asing dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa asing di dalam bahasa asalnya. Dasar pertimbangannya adalah bahwa akronim dilafalkan seperti halnya kata biasa sehingga akronim asing pun dilafalkan seperti halnya kata biasa sehingga akronim asing pun dilafalkan seperti halnya kata asing jika digunakan di dalam konteks kalimat bahasa Indonesia. Bentuk akronim Untea tidak dilafalkan [untea], tetapi dilafalkan [anti]. Begitu pula akronim Unesco dan Unicef. Kedua akronim itu masing-masing dilafalkan [yunesko] dan [yunisyef].

Penggunaan dsb., dst., dan dll.

[sunting]

Ungkapan dan sebagainya (dsb.) dan seterusnya (dst.), serta dan lain-lain (dll.) sering digunakan dalam arti yang sama. Padahal, ketiga ungkapan tersebut mempunyai arti yang berbeda. Kita perlu memahami secara cermat pengertian yang terkandung pada ketiga ungkapan itu. Ungkapan dan sebagainya digunakan untuk menyatakan perincian lebih lanjut yang bentuknya sejenis. Hal itu tampak pada kalimat berikut .

  1. Hadiah yang diperebutkan pada sayembara itu adalah televisi , radio, video, dan sebagainya.

Dalam contoh di atas unsur televisi, radio, dan video merupakan perincian yang sejenis sehingga penggunaan ungkapan dan sebagainya pada akhir perincian itu lebih tepat. Ungkapan dan lain-lain bermakna 'penghubung satuan ujaran yang berbeda, beragam, atau tidak sama'. Atas dasar itu, ungkapan dan lain-lain lebih tepat digunakan pada perincian yang beragam, seperti terlihat dalam kalimat berikut.

  1. Asap tebal itu berasal dari hutan yang terbakar, juga berasal dari kendaraan bermotor, cerobong pabrik, dan lain-lain.

Contoh di atas memperlihatkan bahwa hutan yang terbakar, kendaraan bermotor, dan cerobong pabrik merupakan perincian yang beragam sehingga ungkapan dan lain-lain lebih tepat digunakan. Ungkapan dan seterusnya berarti 'selanjutnya, berikutnya' atau 'sejak kini dan selanjutnya'. Ungkapan dan seterusnya tepat digunakan pada perincian yang berjenjang atau yang berkelanjutan secara berurutan, seperti pada kalimat berikut.

  1. Para siswa diminta mempelajari buku Matematika dari Bab I, II, III, dan seterusnya.

Ungkapan dan seterusnya pada contoh di atas tepat digunakan karena merupakan perincian yang berurutan. Ungkapan dan lain sebagianya, hendaknya tidak digunakan dalam komunikasi resmi karena ungkapan itu rancu, yang merupakan gabungan dari dan lain-lain dengan dan sebaginya.

Para Hadirin dan Para Ulama

[sunting]
Permasalahan
Bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk jamak dan tunggal seperti dalam bahasa Inggris. Namun, pada kenyataannya orang sering menggunakan ungkapan para hadirin itu. Di dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan pengertian jamak itu digunakan bentuk perulangan atau numeralia atau bentuk kata yang menyatakan pengertian jamak. Ambilah contoh kata lagu dan penyanyi. Kedua kata itu mempunyai pengertian yang netral sebelum digunakan di dalam kalimat. Namun, jika kedua kata itu diubah menjadi lagu-lagu dan penyanyi-penyanyi atau banyak lagu dan banyak penyanyi, pengertiannya menjadi jamak.
Penjelasan
Kata para adalah salah satu bentuk kata yang dapat digunakan untuk menyatakan pengertian jamak, misalnya, para wakil rakyat, para menteri, dan para duta besar. Persoalan kemudian muncul apabila kata para disandingkan dengan kata hadirin seperti pada topik bahasan ini. Penggunaan ungkapan para hadirin oleh sebagian pengguna bahasa Indonesia dianggap berlebihan karena secara implisit kata hadirin sudah menunjukkan makna jamak sebagaimana makna bentuk aslinya. Namun, pada kenyataan sebenarnya, sesuai dengan kodrat bahasa Indonesia, kata-kata serapan asing, seperti hadirin, ulama, data, dan alunmi, yang di dalam bahasa asalnya merupakan bentuk jamak, di dalam bahasa Indonesia diperlakukan sebagai bentuk netral, seperti terlihat pada contoh kalimat berikut:
  1. Salah seorang hadirin mempertanyakan masalah itu. (bermakna tunggal)
  2. Hadirin kami mohon berdirin (bermakna jamak)

Penyerapan kata ulama mirip penyerapan kata hadirin. Di dalam bahasa asalnya, kata ulama adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah alim. Kata ulama itu di dalam bahasa Indonesia diperlakukan secara netral. Contoh:

  1. Selain sebagai pengarang, dia dikenal juga sebagai seorang ulama besar .
  2. Ulama se-Jawa Barat sepakat untuk memerangi penyalahgunaan narkoba secara bersama-sama.

Kata ulama pada kalimat (1) mengandung pengertian tunggal, sedangkan pada kalimat (2) mengandung pengertian jamak. Sementara itu kata alim diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan arti 'orang yang saleh atau tidak nakal'. Berdasarkan uraian itu dapat dinyatakan bahwa kata hadirin dan ulama di dalam bahasa Indonesia dapat mengandung pengertian tunggal dan dapat pula mengandung pengertian jamak sesuai dengan konteks kalimatnya. Oleh karena itu, pemakaian kata para hadirin tidak dapat dikatakan mubazir seperti halnya para ulama. Demikian juga banyak data dan para alumni.