Lompat ke isi

Teman jang Djadi Kontra-Revolusioner Terpaksa Kita Tinggalkan.pdf

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Teman jang Djadi Kontra-Revolusioner Terpaksa Kita Tinggalkan
oleh Dr. Subandrio

TEMAN JANG DJADI KONTRA-REVOLUSIONER

TERPAKSA KITA TINGGALKAN















DEPARTEMEN PENERANGAN R.I

PENERBITAN CHUSUS

357




TEMAN JANG DJADI KONTRA-REVOLUSIONER

TERPAKSA KITA TINGGALKAN





Sambutan Wakil P.M I/Menlu Dr Subandrio

pada resepsi ulang tahun ,,Duta Masjarakat

tanggal 8 Djanuari 1965 di Djakarta





DEPARTEMEN PENERANGAN R.I.

TEMAN JANG DJADI KONTRA-REVOLUSIONER
TERPAKSA KITA TINGGALKAN

Sambutan Wakil P.M. I/Menlu Dr Subandrio pada resepsi
ulang tahun „Duta Masjarakat” tanggal 5 Djanuari 1965 di
Djakarta.


Dengan sengadja memang saja memerlukan untuk datang 'pada malam pertemuan ini, malam resepsi ulang tahun dari »Duta Masjarakat”, oleh karena saja anggap pertemuan ini sangat penting. Sangat penting tidak hanja bagi ,,Duta Masjarakat” jang mungkin dengan susah pajah, mungkin dengan sedih dan mungkin dengan perdjuangan penuh pengalaman pahit-getir, mungkin djuga dengan riang gembira, sudah melampaui usia sebelas tahun. Tetapi saja anggap lebih dari itu, ulang tahun kesebelas ,,Duta Masjarakat” perlu diperingati, perlu direnungkan, djustru oleh karena kita memasuki tahun 1965 jang saja anggap tahun jang sangat gawat dalam revolusi kita. Tadi dikemukakan oleh Pak Achmadi bahwa memang tahun 1965 merupakan tahun jang disebut dalam bahasa Inggeris "to be or not to be”, tapi saja tidak ingin menterdjemahkan seolah-olah ,,ada atau tidak ada”. Republik Indonesia tetap ada, Revolusi Indonesia tetap ada, hanja kita memasuki tahun jang agak gawat. Bagi kita semuanja pertumbuhan ,,Duta Masjarakat” bukan hanja suatu kepentingan bagi keluarga »Duta Masjarakat”, bukan hanja kepentingan partai N.U., pertumbuhan ,,Duta Masjarakat” merupakan djuga kepentingan dari Republik Indonesia, dari rakjat Indonesia, dari Revolusi Indonesia. Bahkan, dan saja minta hal ini ditjatat oleh Direksi, pertumbuhan ,,Duta Masjarakat” akan menjangkut prestige bangsa Indonesia, prestige dari Revolusi Indonesia, prestige dari ummat Islam Indonesia, tidak sadja didalam negeri tetapi djuga diluar negeri. Malahan bagi Indonesia jang mempunjai penduduk ummat Islam lebih dari 90 djuta, saja kira memang »Duta Masjarakat” harus didirikan di Indonesia ini.

5

Kalau kita berfikir dalam alam liberal sungguh tidak usah

ada satu suratkabarpun jang menjuarakan partai atau me- njuarakan golongan Islam. Dialam liberal suratkabar disuara- kan oleh orang jang berkuasa, jang mempunjai uang, jang mempunjai vested interest. Dalam alam Demokrasi Ter- pimpin saja kira sudah seharusnja ada suratkabar-suratkabar, meskipun tidak setjara eksklusif, jang merupakan refleksi dari ummat Islam Indonesia. Ummat Islam Indonesia tidak hanja " merupakan alat revolusi, tetapi kita mengharapkan lebih dari itu, bahkan Revolusi Indonesia mengharapkan Islam sebanjak mungkin memberikan sumbangan dalam konsepsi-konsepsi Revolusi Indonesia.

Agama Islam jang merupakan agama progressif dan revolu- sioner sepatutnja ditunggu-tunggu, tidak hanja oleh Revolusi Indonesia, ja bahkan ditunggu-tunggu oleh Revolusi Ummat Manusia, akan konsepsi-konsepsinja, konsepsi-konsepsi Islam jang murni. Saudara mengetahui, Pak Menteri Agama menge- tahui, bahwa konsepsi Islam jang murni adalah progressif revolusioner.

Lahirnja Islam sendiri merupakan suatu revolusi, tidak hanja dalam hubungan manusia dengan Tuhan Jang Maha Esa, Tu- han Jang Maha Besar, Tuhan Jang Maha Sutji, akan tetapi djuga merupakan suatu revolusi dalam hubungan antara manu- sia dengan manusia, antara golongan dengan golongan, antara bangsa dengan bangsa. Dan Islam memang mulai bertumbuh oleh karena Islam mendjadi militant, memegang teguh pada adjaran jang murni, adjaran jang orisinil. Tetapi sesudahnja itu Islam djatuh. Oleh karena apa ? Islam tidak mementingkan dan tidak hanja memperdjuangkan agamanja, tetapi ummat Islam djuga menentang kolonialisme dan imperialisme. Kolo- nialisme dan imperialisme seperti jang kita hadapi dalam masa Belanda dulu memakai Islam untuk menekan djiwa kita, mung- kin untuk memperbesar, untuk mempererat hubungan antara manusia dengan Tuhan Jang Maha Sutji, Jang Maha Besar, tetapi kita tahu djuga untuk memperlemah kedudukan manusia didunia ini. Dengan demikian martabat Islam kian menurun,

6

sehingga bukan Islam jang murni lagi Islam jang kita peluk.

Djika demikian halnja kita jang bersalah, bukan agama. Kita ummat Islam jang bersalah bukan agama. Bukankah kita mengenal Van der Plas, bukankah kita mengenal Snouck Hur- gronnje jang memakai agama Islam ini untuk memperkuat kolonialisme di Indonesia.

Maka dari itu, dilihat dari sudut ini ,,Duta Masjarakat” pa- tut kita sokong sepenuhnja, tidak hanja oleh keluarga atau warga ,,Duta Masjarakat”, tidak hanja oleh N,U., akan tetapi oleh seluruh rakjat Indonesia termasuk pemerintah.

Norma Suratkabar

Memang saja sendiri sekarang melihat keadaan persurat- kabaran baik di Djakarta maupun dikota-kota lain dan me- nanjakan pada diri saja sendiri, atas dasar norma-norma apa suratkabar-suratkabar ini keluar ? Atas dasar norma apa ? Kadang-kadang saja pikir, Pak Achmadi, normanja agak anarchistis. Mungkin dizaman liberal suratkabar boleh keluar semaunja, atas dasar lisensi, atas dasar uang, akan tetapi da- lam alam Demokrasi Terpimpin tiap suratkabar mesti mewakili all funds and forces jang dapat mempertanggung-djawabkan diri. Saja andjurkan dan minta supaja Bapak Menteri Penera- ngan menindjau kembali norma-norma penerbitan suratkabar- suratkabar bersama-sama dengan Kotrar.

Ini penting, djika tidak, kita tidak bisa menertibkan partai sebagai alat revolusi, djika kita tidak djuga menertibkan per- suratkabaran sebagai alat revolusi.

Saudara-saudara, hal inilah saja minta diperhatikan. Apa- pun nanti norma-riorma jang ditentukan oleh Menteri Pene- rangan bersama-sama dengan Kotrar, ,,Duta Masjarakat” pasti mempunjai tempat jang penting dalam persuratkabaran, oleh karena, seperti jang saja katakan tadi, sjarat mutlak bagi Revolusi Indonesia, sjarat mutlak bagi ummat Islam Indonesia, ialah pemelukan agama Islam jang di Indonesia ini tidak hanja merupakan alat Revolusi Indonesia, tetapi adalah merupakan kewadjiban kita. Kewadjiban suatu bangsa kurang lebih 100

7

djuta jang memeluk agama Islam untuk mengembalikan agama

Islam kearah kebesaran. Kebesaran agama Islam sebagai aga- ma jang diadjarkan oleh Tuhan dan oleh Nabinja Muhammad s.a.w.

Memasuki tahun gawat

Tadi saja kemukakan bahwa kita memasuki tahun jang gawat. Tahun jang gawat, oleh karena apa ? Oleh karena revolusi kita memuntjak, ja memuntjak, dan perdjuangan nekolimpun memuntjak, sebab kita sekarang ini ingin memperbaiki ekonomi kita. Kok aneh, memperbaiki ekonomi kok menjebabkan keadaan memuntjak. Ja, karena nekolim tidak mau dan djuga vested interest didalam negeri tidak mau, kita memperbaiki ekonomi kita sendiri.

Kalau nanti sudah teratur ekonomi di Indonesia, hanja orang jang bekerdja keras dapat tundjangan jang lumajan, tidak seperti sekarang. Orang jang asal punja lidah, ludah dan deng- kulnja kuat, itu jang mendjadi multi-miljuner. Bahkan Saudara sekarang mengerti, multi-miljuner itu sudah mendjadi perkataan biasa. Malah sekarang saja dengar perkataan multi-miljarder. Ini terus terang banjak jang karena hanja dengan lidah, ludah dan dengkul sadja, dan djuga oleh karena bertambah gawatnja keadaan kita sekarang, Pemimpin Besar kita memutuskan untuk keluar dari P.B.B. djika ,,Malaysia” dipilih sebagai anggota Dewan Keamanan.

Dari mimbar ini saja atas nama pemerintah dengan sendirinja djuga atas nama Pemimpin Besar Revolusi Indonesia mengutjapkan diperbanjak terimakasih, bahwa Ketua I dari N.U. memberikan sokongan sepenuhnja kepada kebidjaksanaan Pemimpin Besar kita dan djuga kevada ,,Duta Masjarakat” jang memberikan dukungan sebulat-bulatnja. Saja dapat menegaskan kepada Saudara-saudara sekalian bahwa keputusan Pemimpin Besar ini tidak merupakan suatu impulse, tidak merupakan suatu tindakan jang semau-mau nja. Pemimpin Besar mengadakan keputusan ini dengan pertimbangan dan perhi-

8

tungan jang sematang-matangnja demi keselamatan Revolusi

Indonesia.

Teman jang djadi kontra-revolusioner terpaksa ditinggalkan Revolusi kita memuntjak dan makin memuntjaknja revolusi kita makin besar djuga perongrongan dari nekolim, baik dari- luar maupun jang mempunjai unsur-unsur didalam. Bahkan djangan Saudara-saudara nanti terkedjut, djangan Saudara nanti merasa kaget, kalau tahun 1965 djuga akan mengenal afvallers dalam revolusi kita. Jang kemarin mendjadi comrade in arms, teman seperdjuangan, teman pribadi, mungkin besok kita sudah harus berpisah, mungkin tetap mendjadi teman pribadi, tetapi tidak mendjadi teman seperdjuangan.

Ini masalah sudah dialami beberapa kali dalam revolusi kita, bahkan merupakan inhaerent pada suatu revolusi, bahwa te- man seperdjuangan kemarin djika tidak dapat mengikuti per- kembangan akan mendjadi bukan teman lagi, mungkin bahkan mendjadi lawan, mungkin bahkan mendjadi kontra-revolusioner.

Kita mengalami dalam tahun 1945, ketika proklamasi, pada itu waktu kita djuga memisahkan diri dari kawan-kawan lama jang tidak dapat mengikuti proklamasi. Pada itu waktu kita anggap mereka sebagai kaki-tangan dari Belanda. Tetapi sesu- dah kemerdekaan dalam tahun 50-an, kita mengenal sahabat- sahabat karib pribadi jang tidak hanja merupakan teman pri- badi akan tetapi djuga merupakan teman seperdjuangan, com- rade in arms, diwaktu-waktu itu ada djuga jang mulai terpisah. Dalam perpisahan ini ada golongan jang ikut serta setjara pas- sif sadja, akan tetapi ada golongan jang tidak mau ikut serta, bahkan ada golongan jang menentangnja dan djuga ada go- Jongan jang mendjadi kontra-revolusioner. Ini kita lihat sedjak tahun 1956/1957 dan ini kalau kita tidak berhati-hati, saja su- dah melihat tanda-tanda bahwa dalam tahun 1965 ini akan ter- ulang lagi, kita akan berpisah dengan teman-teman dari kema- rin atau kemarin dulu.

Saja kemukakan hal ini, oleh karena sebagai manusia tentu kita akan menangis disebabkan adanja ikatan pribadi, sebagai

9

manusia kita akan merasa sedih, akan tetapi sebagai pengabdi

revolusi tidak ada djalan lain, siapa jang tidak dapat mengikuti revolusi baik oleh karena ambisi pribadi maupun ambisi golongan atau ambisi materiil, mereka,dalam keadaan itu harus kita tinggalkan.

Dari kontradiksi ke komfrontasi

Ini rongrongan-rongrongan dari luar dan kita memang selalu. menjatakan bahwa revolusi kita belum selesai. Apa artinja itu? Artinja jaitu kontradiksi-kontradiksi memang masih ada. Kontradiksi dalam pelaksanaan Pantja Sila ada, jang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Kita akui dan kontradiksi ini tidak kita bikin sebagai konfrontasi. Kontradiksi dalam kehidupan ekonomi, kontradiksi dalam hal kepartaian, semuanja itu memang ada, oleh karena kita menudju kearah das Sollen akan tetapi das Sein masih mengelilingi kita.

Kita masih sebagian mengindjak pada das Sein, kontradiksi antara das Sein sebagai warisan djaman lama dan das Sollen jang ingin kita tudju. Dan inilah sekarang dalam memuntjaknja revolusi, kontradiksi dibikin konfrontasi. Apakah kita tidak mengalami jang demikian rupa setelah kita mentjapai kemerdekaan? Djika pada waktu itu Indonesia tidak menjatakan mendjalankan politik bebas-aktif, tetapi djustru .membebek pada Belanda atau membebek pada imperialisme, pada waktu itu kontradiksi tidak akan mendjadi konfrontasi.

Bukankah kontradiksi mendjadi konfrontasi jang sehebathebatnja dalam tahun-tahun 1956/1957, ketika kita meningkatkan perdjuangan menentang Belanda? Dan ini sekarang tanda-tanda saja lihat bahwa kontradiksi dibikin mendjadi konfrontasi oleh karena kita meningkatkan perdjuangan kita menentang kolonialisme, menentang nekolim. Dalam hal ini saja minta kesadaran Saudara-saudara. Keadaan gawat, tidak kurang gawatnja daripada tahun-tahun 1956/1957. Tetapi ada satu hal jang menggembirakan, ialah kita sekarang telah menjadari, tidak seperti dalam tahun-tahun 1956/1957, jakni menjadari bahwa keadaan gawat, tetapi djuga menjadari bagaimana

10

mengatasinja keadaan ini. Kita tidak mau terdesak dalam djebakan-djebakan kolonialisme dan imperialisme.

Kesatuan untuk perdjuangan

Kesatuan, ja kesatuan untuk perdjuangan, Saudara-saudara, ini jang saja minta. Ini adalah dasar, dasar jang kita tentu harus mendjamin, kesatuan demi perdjuangan, kesatuan dari semua golongan progressif revolusioner, tetapi djangan hanja kesatuan demi kesatuan. Dus djika ternjata Saudara mempunjai kawan jang harus ditinggalkan, tinggalkanlah meskipun dengan perasaan jang sedih, demi keselamatan revolusi. Saja sendiri merasa sangat gembira mendengar dari Mahbub apa garis-garis dari ,,Duta Masjarakat” dan ditandaskan oleh Pak Dahlan dasar-dasar dari N.U., jang merupakan refleksi dari ummat Islam Indonesia dan mempunjai dasar program jang progressif revolusioner.

Saja kira ummat Islam Indonesia boleh merasa bangga, tidak sadja ummat.Islam Indonesia tapi seluruh bangsa Indonesia dapat merasa bangga, bahwa disinilah sedang dilaksanakan setjara progressif revolusioner atau paling sedikit diusahakan, terlaksananja Islam jang murni, ialah Islam jang progressif revolusioner.

Mungkin perkataan-perkataan saja ini mengagetkan Saudara-saudara, tetapi saja tidak ingin menakut-nakuti Saudara-saudara. Seperti jang saja katakan tadi "to be or not to be” djanganlah itu diterdjemahkan ,,ada atau tidak ada”, revolusi kita pasti menang! Republik tetap ada, hanja keadaan jang gawat. Konfrontasi ,,Malaysia”, memperbaiki bidang ekonomi, sekarang keluar dari P.B.B., itu semua adalah hal-hal jang memang menimbulkan keadaan gawat.

Sudah diakui oleh kaum imperialis-kolonialis, bahwa Revolusi Indonesia dapat mengatasi segala hal, segala kesulitan, segala tantangan baik dari dalam maupun dari luar, oleh karena rakjat bersatu, oleh karena rakjat menjusun kekuatan progressif revolusioner. Landasan inilah jang sekarang ingin dirongrong.

11

Saja melihat perkembangan dalam beberapa minggu jang terachir ini dari luar dan saja gandengkan dengan apa jang saja :

dengar dan batja disuratkabar-suratkabar dari luar djuga. Memang mereka sudah gembira, ada jang sudah akan mengadakan selamatan, karena dianggapnja Pemimpin Besar Revolusi Indonesia sudah meninggal. Dan djangan dikira mereka itu isap djempol, tidak! Berita bahwa Pemimpin Besar Revolusi Indonesia sudah meninggal itu datang dari kalangan kita sendiri, entah oleh karena apa, entah karena ambisi orang, ambisi golongan atau ambisi partai. Sekarang mereka agak tertjengang lagi, oleh karena seolah-olah dapat dibuktikan, djuga oleh mereka sendiri, bahwa Pemimpin Besar Revolusi Bangsa Indonesia tetap segar bugar.

Sampai saja sendiri ragu-ragu, ini berita harus saja terima atau tidak. Voice of America pada suatu malam, djam 3 malam menjatakan, Presiden Sukarno dalam beberapa menit lagi sudah akan meninggal. Apa boleh buat saja kirim kawat kepada Pak Leimena pada itu waktu. Kalau berita suratkabar sadja tidak apa, tetapi ini Voice of America! Ini sekedar untuk menundjukkan kepada Saudara-saudara.

Maka dari itu, berulang kali saja katakan: Revolusi Indonesia masih belum selesai. Kita mengakui adanja kontradiksi-kontradiksi, kontradiksi sosial, kontradiksi ekonomi, kontradiksi politik. Tudjuannja, dasarnja sudah dilandaskan, kembali kepada Undangundang Dasar 45, Manipol/Usdek, Pantja Sila dengan segala keterangan dan pendjelasannja dan dengan segala adjaran dari Pemimpin Besar kita. Dan dalam melaksanakannja, kita mau tidak mau harus mengakui adanja das Sein.

Adanja dinasti ekomomi

Saja minta perhatian dari semua golongan — untuk menudju kearah perbaikan — djangan diadakan konfrontasi, djangan dipaksakan konfrontasi antara kita, mengingat kolonialisme-imperialisme selalu mentjari keretakan diantara kita. Ini ada Pak Hasan (Menteri P3) dan Pak Sumarno (Menko Keuangan), mereka itu diberikan tugas-kewadjiban jang maha berat, maha

12