Seri Pahlawan: Abdul Moeis/Bab 9

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

AKHIR HAYAT ABDUL MOEIS

Sesudah Perang Kemerdekaan selesai, Abdul Moeis pindah ke Jakarta. Ia mencoba mengadu untung di ibu kota Republik Indonesia itu. Tetapi ia kurang beruntung. Kehidupannya sangat sulit. Ia hampir-hampir tak bisa membiayai anak-anaknya. Karena itu Abdul Moeis pindah ke Bandung.

Umurnya sudah semakin tua. Ia sudah letih. Di masa mudanya ia banyak bekerja untuk kepentingan bangsanya. Penyakit jantung dan tekanan darah tinggi sudah sering menyerangnya. Karena itu tawaran untuk bekerja di bidang pemerintahan, ditolaknya. ”Apa yang dapat saya lakukan? Saya sudah tua. Penyakit sudah sering menyerang. Kalau tawaran itu saya terima, mungkin saya tidak dapat bekerja dengan baik. Tentu Pemerintah akan kecewa. Saya tidak mau mengecewakan Pemerintah,” katanya kepada anak-anaknya.

Namun untuk menambah biaya dan untuk mengisi waktu, Abdul Moeis masih terus mengarang dan menterjemahkan buku. Pekerjaan itu dilakukannya untuk Penerbit Nur Kumala dan Van der Kroof di Jakarta. Waktu itu umurnya sudah hampir 70 tahun.

Setiap perjalan ada akhirnya. Begitu pula halnya dengan hidup manusia. Abdul Moeis pun mengalami hal itu. Pada tanggal. 17 Juni 1959 ia meninggal dunia di Bandung, setelah mendapat serangan tekanan darah tinggi.

Abdul Moeis menjalani kehidupan di dunia ini selama 76 tahun. Lebih dari seperdua usianya gunakan untuk perjuangan bangsanya. Ia dikenal sebagai seorang politikus yang berani, jurnalis dan sastrawan yang berpena tajam.

Abdul Moeis telah tiada. Ia telah kembali kehadirat Tuhannya. Namun jasa-jasa dan namanya akan abadi dikenang bangsanya.

Pemerintah menilai bahwa jasa-jasa Abdul Moeis dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan, cukup besar. Oleh karena itu Pemerintah menghargainya sebagai seorang pahlawan. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 218 tahun 1959 Abdul Moeis ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan. Selain itu ia dianugerahi pula Bintang Mahaputra kelas III.

Nah kepada Andalah sekarang, sebagai generasi penerus, perlu ditanamkan suatu tekad yang telah dirintis oleh para pahlawan. Yaitu suatu tekad untuk membela dan mengisi kemerdekaan sebaik-baiknya. Sehingga tercapai cita-cita kita, suatu masyarakat Pancasila yang adil dan makmur.