Lompat ke isi

Kenang-Kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Kenang-Kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman
oleh Matsum Lubis

Kenang-Kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman (sampul)

KENANG - KENANGAN

PADA

PANGLIMA BESAR

DJENDERAL

SOEDIRMAN








Diterbitkan oleh:
PERWAKILAN
KEMENTERIAN PENERANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DJAKARTA

Disusun oleh: MATSUM LUBIS










DIATAS SEGALA DJASA DAN
PENGORBANAN



Dipersembahkan kepada
Alm. P. B. Letnan-Djenderal
SOEDIRMAN



Tiada kata kalah diatas perdjuanganmu
namun, itulah kemenanganmu
pada waktu dan sa’at-sa’at
dimana maut dan kemerdekaan
semakin mendekat
pada titik merah sedjarah
.......................................
Djuga tiada kata mati
diatas segala tulisan dan lisan
namun, itulah pendjelmaan
semangat dan djiwa besar
pada dasar . . . . . dimana
tekad, tjita dan pinta berpadu
dan berlaku!
Tiada, tiada kata melaras rasa
selain do’a pada jang ESA
semoga,
diatas segala djasa dan pengorbanan
hiduplah bangsa selandjut masa
semerbak melati mekar djaya
dalam ‘alam bahagia bangsa

MATSUM LUBIS

Djakarta-Raya, 17 April 1950.

ISINJA:


Sepatah-Kata (Kenang-kenangan pada Djenderal Soedirman).
Berita Wafatnja.
Perintah-Harian Fgd. Kepala Staf Angkatan Perang R.I.S.
Riwajat Hidup dan Perdjuangan P. B. Soedirman.
Order-Harian Panglima Besar Djenderal Soedirman.
Pidato P. M. Drs. Hatta.
Kesan P. M. Republik Indonesia Dr. Halim.
Pidato Menteri Pertahanan R.I.S. Hamengku Buwono IX.
Pesan Kolonel T. B. Simatupang.
Pesan Gubernur-Militer Djawa Tengah Kol. Gatot Subroto.
Pesan Gubernur-Militer Jogjakarta Paku Alam.
Pesan Gubernur-Militer A. E. Kawilarang.
Kesan Hamka.


Pendapat Pers - Nasional:

,,Merdeka" - Djakarta.
,,Pedoman". - Djakarta.
,,Indonesia Raya" - Djakarta.
,,Waspada" - Medan.
,,Nasional" - Semarang.
,,Kedaulatan Rakjat" - Djokjakarta.
,,Mimbar Indonesia" Djakarta.
,,Madjalah Merdeka" Djakarta.
Sambutanku .....
Penutup.

SEPATAH-KATA
(Kenang-kenangan pada Panglima Besar Djenderal Soedirman)

Panglima Besar Letnan-Djenderal Soedirman telah wafat. Wafat dengan meninggalkan nama dan djasa gilang-gemilang bagi semarak sedjarah perdjuangan dalam menegakkan kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air. Untuk mana, kita sebagai putera-Indonesia, harus mengakui, bahwa beliau adalah seorang pedjuang-nasional jang berdjiwa-besar dan revolusioner, seorang pedjuang kemerdekaan jang tolak-bandingannja, seorang kesatrya dan patriot-sedjati. Dengan tidak melupakan djasa para-pahlawan jang telah gugur sebelum beliau, marilah kita bersama-sama menjatakan hormat dan chidmat dengan mengenangkan agak sedjenak djasa dan pengorbanan jang telah beliau berikan selama ini.

Kita kenangkan, bahwa segala pengorbanan dan derita jang telah beliau berikan itu, semata-mata bukanlah untuk mengedjar kepentingan sendiri atau memburu pangkat dan kekajaan diri sendiri, akan tetapi semata-mata ditudjukan untuk kemuliaan, kehormatan dan kebahagiaan bangsa, negara dan tanah-air. Keta'atan dan ketekunan beliau dalam mendjalankan tugas negara selama masa 4 tahun ini, menundjukkan kepada kita, bahwa beliau sebagai peradjurit dan putera-negara ichlas mengorbankan segala kemewahan dan kesenangan diri bagi menunaikan kewadjiban dan panggilan Ibu Pertiwi.

Dan, kini beliau telah meninggalkan kita. Beliau tinggalkan dalam keadaan dan suasana dimana negara, bangsa dan tanah-air sedang meminta tenaga, fikiran dan tuntunan seperti apa jang telah beliau lakukan selama ini.

Akan tetapi, sebagai djuga kata amsal: „Patah tumbuh, hilang berganti”, demi djiwa-besar Soedirman haruslah tetap mendjelma. Mendjelma dalam tiap-tiap djiwa patriot dan pedjuang bangsa dan tanah-air untuk melandjutkan dan menunaikan tjita-tjita dan kandungan djiwa-besarnja itu. Bila beliau selama 4 tahun ini telah membuat sedjarah perdjuangan kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air dengan gilang-gemilang ― dimana kelak para-ahli sedjarah, pudjangga dan sasterawan akan melukiskannja dengan tinta-emas ― maka dalam tahun-tahun dan abad-abad jang mendatang bagi sedjarah perdjuangan kita, bagi tiap-tiap putera Indonesia, haruslah turut membuat sedjarah sebagai apa jang telah, bahkan lebih lagi dari pada jang telah dirintis oleh beliau. Perdjuangan kemerdekaan, bangsa dan negara tidak hanja sampai pada baris dan titik perdjuangan jang telah dilakukan oleh Panglima Besar Soedirman, akan tetapi itu baru sebagai perdjuangan pertama dalam rangkaian sedjarah perdjuangan jang akan datang jang selama masih ada seorang bangsa Indonesia dimuka buminja, perdjuangan itu tetap dan terus dilakukan.

Oleh karena itu, dalam menghadapi masa datang itu, dimana pembangunan negara, bangsa dan tanah-air serta kemerdekaan-djiwa, sudah selajaknja bila kita selalu mengenangkan dan meneladan perdjuangan seperti apa jang telah pernah dilakukan oleh beliau. Tegasnja djiwa-besar jang dimiliki oleh beliau itu harus pula kita miliki sebagai lambang dan kebesaran perdjuangan bangsa seumumnja.

Berhubung dengan itu pulalah sebagai tanda hormat dan penghargaan bangsa umumnja, negara chususnja, buku „KENANG-KENANGAN PADA PANGLIMA BESAR LETNAN DJENDERAL SOEDIRMAN” ini ― walaupun tidak lengkap dan sempurna ― kami terbitkan. Buku ini bukanlah merupakan sedjarah-hidup (biografie) akan tetapi sebagai djuga menurut nama buku ini, ia hanja merupakan kenang-kenangan belaka, kenang-kenangan bagi kita jang masih tinggal, jaitu suatu kenang-kenangan jang seharusnja ta' boleh kundjung dilupakan, karena ia telah terpahat dalam tiap-tiap djiwa-perdjuangan kemerdekaan.

Semoga dengan djalan mengenang dan meneladan perdjuangan beliau itu, ada djua faedahnja dan manfa'atnja bagi melandjutkan perdjuangan kita dewasa ini. Amin!

Merdeka! Perwakilan
KEMENTERIAN PENERANGAN
Republik Indonesia
Djakarta-Raya 30-1-'50. (MUHADI)

Inna Lillahi wa' inna Ilaihi Rodji'un

Sore hari ini tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 telah wafat Letn. Djenderal SOEDIRMAN di Magelang dalam usia 38 tahun.

Belasungkawa seluruh bangsa Indonesia atas wafatnja Pak Dirman, jang dalam duka dan suka dalam perang gerilja dan dalam keadaan sakit tetap memimpin perdjuangan.

Kita pandjatkan do'a kehadirat Tuhan, semoga Allah s.w.t. melimpahkan rachmat-Nja pada arwah Pak Dirman.

Semoga Bu Dirman dengan 7 puteranja mendapat perlindungan Tuhan.

Mulai Besok pagi seluruh Negara Republik Indonesia berkabung dengan mengibarkan bendera setengah tiang.

Pemakaman dilakukan tanggal 30 Djanuari 1950 di TAMAN - BAHAGIA, berangkat dari Mesdjid Besar djam 15.00.


Djokjakarta, 29 Djanuari 1950.
KEMENTERIAN PENERANGAN
Republik Indonesia

Perintah-Harian Fgd. Kepala Staf Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat.



Kepada:
Seluruh anggauta Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat.

  1. Pada tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, Letnan Djenderal Raden Soedirman telah mendahului anak-anaknja. Beliau berpulang ke rachmattullah di Magelang setelah menderita sakit.
  2. Jang Mulia Perdana Menteri atas nama Paduka Jang Mulia Presiden pada tanggal 29 Djanuari 1950 telah menganugerahi beliau pangkat Djenderal sebagai penghargaan atas djasa-djasa dan kesetiaan Beliau terhadap perdjuangan Kebangsaan serta usaha-usaha Beliau untuk penjempurnaan Angkatan Perang.
  3. Seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat diperintahkan berkabung selama tudjuh hari dengan:
  1. Mengadakan upatjara peringatan wafatnja Bapak Angkatan Perang kita pada tanggal 30 Djanuari 1950.
  2. Bendera masing-masing Kesatuan berkibar setengah tiang selama waktu tersebut diatas.
  3. Berkabung didjalankan dengan penuh chidmad dan hormat serta mendjauhkan segala tindakan dan tingkah laku jang dapat mengganggu suasana perkabungan.
  1. Pemakaman akan dilakukan pada tanggal 30 Djanuari 1950 di Jogjakarta
Pemakaman supaja dihadliri oleh para komandan-komandan atau utusannja, djika keadaan memungkinkan.
  1. Perintah selesai.
Dikeluarkan : di Tempat.
Pada tanggal : 29 Djanuari 1950.
Djam : 22.00.


Fgd. KEPALA STAF ANGKATAN PERANG
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
Kol. T. B. SIMATUPANG.

Djakarta, 30 Djanuari 1950.

Riwajat ringkas Panglima Besar Tempat kelahiran

Tempat kelahiran : Bodaskarangdjati, Kabupaten Purbalingga.
Orang tua : Assistent Wedana Pensiun Rembang, Kabupaten Purbalingga, Keresidenan Banjumas.
Pendidikan : Sekolah Guru Menengah Muhammadijah.
I. Pekerdjaan diwaktu Belanda : Guru Muhammadijah dan terkenal sekali didalam kalangan Kepanduan Hisbulwathon. Tidak pernah mendjadi pegawai negeri Pemerintah Belanda.
II. Pekerdjaan diwaktu Djepang : Anggauta Syu Sangi Kai, kemudian dipaksa masuk mendjadi Tentara Pembela Tanah Air (Peta) dan mendapat latihan Daidantyo di Bogor.

Achirnja mendjadi Daidantyo di Kroja.
Waktu Djepang menjerah, ditawan di Bogor bersama-sama dengan teman perdjuangan.

III. Pekerdjaan diwaktu Republik : Setelah dikeluarkan melutjuti Djepang di Banjumas, jang berkekuatan 1 (satu) Brigade dan membentuk pasukan Home-defence, sampai mendjadi Badan Keamanan Rakjat hingga Tentara Keamanan Rakjat.

Mendjadi Komandan Resimen I Divisi V, kemudian mendjadi Panglima Divisi V.
Kemudian pada tanggal 18 Desember 1945 diangkat oleh Presiden Republik Indonesia mendjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia atas usul kawan-kawan sendjata.
Mendjadi sahabat karib dari Almarhum Letnan Djenderal Urip Sumohardjo, hingga mendjadi lambang kesentosaan budi Angkatan Perang Republik Indonesia.

Sifat : Alim, berkemauan keras, berbudi baik, sederhana.

Pada dirinja tersimpul segala watak-watak Peradjurit, jang tidak meninggalkan perasaan kemanusiaan.
Gambar satria sedjati.
Hidup kekeluargaannja bahagia, jang memantjar dalam perhubungannja antara seorang Panglima dan Peradjuritnja, mendjadi BAPAK ANGKATAN PERANG.
Atas usahanja membentuk SATU tentara bagi SATU Negara; Pemerintah menghargai djasanja dengan menaikkan pangkat mendjadi Djenderal Angkatan Perang.


Djakarta, 30 Djanuari 1950.

Order harian Panglima Besar Besar Angkatan Perang Republik Indonesia kepada segenap Anggauta Angkatan Perang R. I.

Pada Hari Angkatan Perang 5 Oktober 1949 di Djokjakarta

MERDEKA,

Mengingat, tingkat perdjuangan bangsa dan negara pada saat-saat jang kritisch sekarang ini, saja sampaikan order harian kepada seluruh Anggauta Angkatan Perang R. I.:

  1. Tiap-tiap tanggal 5 Oktober kita peringati Hari Ulang Tahun Angkatan Perang Republik Indonesia dan pada saat ini, kita rajakan peringatan jang ke IV hari jang mulia itu. Tiap kali hendaknja kita tindjau kebelakang, riwajat jang telah kita tempuh, dan kedepan hendaknja kita lihat dengan tegas-tegas kewadjiban-kewadjiban jang akan datang, jang hendaknja kita kerdjakan dengan sempurna, dengan tekad dan kesanggupan kita.
  2. Empat tahun sudah kita menderita, kita berkorban. Dan dalam pada itu Angkatan Perang madju dalam perdjuangan kemerdekaan, ditengah-tengah revolusi. Karenanja Angkatan Perang adalah tentara nasional, tentara rakjat –– tentara revolusi.
  3. Dalam memandang kedepan, hendaknja kita insjaf, bahwa masih banjak kita hadapi gelombang-gelombang kesulitan. Maka keluar dan kedalam hendaknja kita tempuh dengan tekad pengalaman selama 4 tahun ini dengan tidak ragu ragu menghadapi tugas kewadjiban itu. Saja pertjaja, dapat kamu semua mengatasi kesulitan-kesulitan.
  4. Berkat bakti dharma dari para peradjurit dan pahlawan jang telah gugur dalam perdjuangan kemerdekaan selama 4 tahun ini, bangsa akan tetap tegak mempertahankan kedaulatannja. Maka kepada para keluarga pahlawan, kepada seluruh keluarga Anggauta A. P., atas nama bangsa dan negara dengan ini saja njatakan bela-sungkawa, hormat dan terima kasih atas segala korban untuk kemerdekaan dan keselamatan bangsa.
  5. Perobahan situasi polítik internasional pada umumnja dan djuga pada chususnja mengenai penjelesaian pertikaian Indonesia-Belanda kini, djangan hendaknja mempengaruhi atau membelokkan arus perdjuangan tentara kita. Sumpah tentara, untuk mempertahankan bangsa dan negara hendaknja kita laksanakan dengan segala sesuatu jang ada pada kita.
  6. Ingatlah, bahwa peradjurit kita bukan peradjurit sewaan, bukan peradjurit jang mudah dibelokkan haluannja. Tentara kita masuk dalam tentara, karena keinsjafan djiwa, dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara.
  7. Djangan mudah tergelintjir dalam saat-saat seperti sekarang ini. Segala tipu-muslihat dan provokasi-provokasi jang tampak atau tersembunji dapat dilalui dengan selamat kalau kita waspada dan bertindak sebagai patriot.
  8. Dalam menghadapi keadaan apapun, djangan lengah, sebab kelengahan menimbulkan kelemahan dan kelemahan menimbulkan kekalahan sedang kekalahan menimbulkan penderitaan.
  9. Insjaf, pertjaja dan jakinlah, bahwa kemerdekaan negara dan bangsa jang didirikan atas tumpukan korban, tak akan dapat dilenjapkan oleh siapapun djuga.
  10. Bersama seluruh Angkatan Perang dengan ini saja pandjatkan doa kepada Tuhan seru sekalian Alam, semoga Allah s.w.a. melimpahkan rachmatnja pada arwah pahlawan jang telah mendahului kita, gugur dimedan perang. Dan mudah-mudahan para keluarganja dapat perlindungan Tuhan, didjauhkan hendaknja dari marabahaja. Amin.


Jogjakarta, 4 Oktober 1949.
Panglima Besar Angkatan Perang R. I.,
Let. Djen. SOEDIRMAN.

P.M. Hatta:


    DJENDERAL SOEDIRMAN.....,,adalah seorang jang keras hati, seorang jang sangat tjinta pada Tanah-air, seorang jang sukar dikemudikan, akan tetapi seorang jang ta’at pada putusan Pemerintah.”

Inna Lillahi wa’ inna Ilaihi Rodji'un!

 Dengan terperandjat dan merasa sedih kita menerima berita malam ini, bahwa Letnan Djenderal Soedirman meninggal dunia. Sungguhpun sudah lama dikuatirkan, bahwa penjakitnja tak mungkin sembuh lagi, wafatnja hari ini masih mengedjutkan.

 Saja kenal Djenderal Soedirman sebagai seorang jang keras hati, tetap kemauan. Dalam melakukan kewadjibannja, ia tak pernah mengingat dirinja sendiri, malahan senantiasa berpedoman kepada tjita-tjita negara. Demikian hebat ia mementingkan kewadjibannja, sehingga ia menjia-njiakan kesehatannja. Achirnja ia kena penjakit t.b.c. jang meniwaskan djiwanja sekarang. Sungguhpun dalam sakit, ia masih sempat meninggalkan Jogja pada permulaan aksi militer kedua, dan memimpin perang gerilja dari pegunungan. Djarang kuketemui orang jang begitu keras hatinja dan begitu setia memenuhi kewadjiban.

 Sebagai wakil Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pertahanan selama tahun 1948 aku banjak sekali berhubungan dengan Soedirman. Saja kenal ia dalam segala sifatnja. Sebagai seorang jang mempunjai tjita-tjita nasional dan seorang jang sangat tjinta pada Tanah-airnja, Djenderal Soedirman tidak segan-segan mengeluarkan pendapatnja terhadap politik jang didjalankan oleh Pemerintah. Sering-sering orang menjangka, bahwa ia adalah seorang jang sukar dikemudikan, seorang jang „lastig”. Tetapi siapa jang mengenal dia dari dekat, sebagaimana saja mengenalnja, mengakui, bahwa Soedirman adalah seorang jang keras hati jang suka membela pendiriannja dengan bersemangat. Tetapi apabila Pemerintah telah mengambil keputusan, ia selalu ta'at dan mendjalankan keputusan itu dengan sepenuh-penuhnja tenaganja. Djenderal Soedirman adalah seorang jang sangat disipliner, jang harus mendjadi tjontoh dan teladan bagi tentara kita seluruhnja.

 Sajang. sifatnja jang achir ini kurang diketahui.

 Dengan meninggalnja Djenderal Soedirman kita kehilangan seorang pendekar jang kuat sekali berusaha untuk menjatukan tentara kita jang berasal dari Peta dan Knil. Berkat usahanja itu, maka kita mentjapai suatu T.N.I. jang tak mengenal pertentangan antara Peta dan Knil, dan hanja semata-mata tentara nasional Indonesia. Soedirman djuga jang mendjadi kampiun dari pada sembojan, bahwa dalam suatu negara jang adab dan modern hanja ada satu tentara sebagai alat negara. Oleh karena itu ia berusaha dengan segala kebidjaksanaan jang ada padanja untuk menghilangkan Jaskar-laskar sebagai barisan perdjuangan jang berdiri disebelah T.N.I.

 Sebenarnja tenaga dan tabi’at Djenderal Soedirman sebagai pemadu persatuan-tentara sangat berguna pada sa’at sekarang ini, selagi kita berusaha memasukkan peradjurit-peradjurit Knil kedalam tentara R.I.S., jang T.N.I. mendjadi kernnja.

 Tetapi harapan kita sia~sia belaka. Tuhan jang Maha-kuasa dan Maha-mengetahui berbuat kehendaknja!

 Dengan berpulangnja Soedirman, tentara kita kehilangan Bapaknja jang disajanginja dan Bapak jang sajang pada anak-anaknja. Figuur Soedirman sukar diganti. Bagi tentara kita kehilangan ini hanja dapat diatasi dengan memperkuat disiplin dan memperkuat rasa kewadjiban terhadap negara. Tanamlah dalam hati perkataan jang sering sekali diutjapkan oleh Letnan Djenderal Soedirman:

 „Tentara adalah alat negara. Tentara tidak berpolitik, Politik Tentara ialah politik negara”.

 Dengan meninggalnja saudara Soedirman aku merasa kehilangan seorang kawan jang setia. Mudah-mudahan Allah melapangkan arwahnja dalam kubur.

 Sekarang atas nama Presiden Republik Indonesia Serikat, saja njatakan dengan ini, bahwa Soedirman almarhum diangkat mendjadi Djenderal!

P. M. Halim:

    DJENDERAL SOEDIRMAN..........
    adalah sumber ilham kekuatan rakjat. Bangsa Indonesia umumnja, Angkatan Perang chususnja, kehilangan seorang perwira jang berdjiwa merdeka


Dalam suatu interpiu „Antara” dengan Perdana Menteri Republik Indonesia, Dr. Halim menerangkan, bahwa beliau pada hari Sabtu masih bertemu dengan almarhum Djenderal Soedirman di Magelang dan bertjakap-tjakap 5 menit lamanja tentang soal-soal politik dan sebagainja.

Perkundjungan Dr. Halim ke Magelang selain sebagai wakil pemerintah Republik Indonesia, pun sebagai kawan dan tabib jang hendak mengundjungi keadaan Pak Dirman dengan membawakan obat-obatan dari Jogja.

Menurut Halim, almarhum sangat gembira dalam pertemuan itu, hingga baru ketika Perdana Menteri Halim berbitjara sebagai seorang dokter jang berpendapat, bahwa Pak Dirman sudah terlalu lama bertjakap-tjakap, barulah beliau suka mengizinkan P.M. Halim meminta diri.


Pesan penghabisan almarhum tersebut kepada P.M. Halim adalah sebagai berikut: „SAJA HANJA DAPAT MENJOKONG USAHA SAUDARA DENGAN KEKUATAN BATHIN DAN BERDOA SEMOGA USAHA SAUDARA MEMIMPIN NEGARA BERHASIL UNTUK MENTJAPAI TJITA-TJITA KITA SEMUA”.


P.M. Halim dengan terharu mengatakan, bahwa mangkatnja Djenderal Soedirman berarti bangsa Indonesia umumnja dan angkatan perang chususnja kehilangan seorang perwira jang berdjiwa merdeka. Almarhum telah menjelesaikan kewadjibannja, demikian P.M. Halim seterusnja dengan mengusap mata.


Kiri: Tring-iringan mobil jang membawa djenazah Panglima Besar Let.-Djenderal Soedirman dari Magelang menudju Djokjakarta.
Kanan: Mobil djenazah masuk pintu gerbang Ibu Kota Republik Indonesia, Djokjakarta.


Hamengku Buwono IX:


    DJENDERAL SOEDIRMAN, . . . . . . “telah memberikan sifat dan arah jang terang kepada Angkatan Perang Indonesia, jaitu, Angkatan Perang adalah Pelindung Rakjat dan Abdi Rakjat.”

Pidato radio Menteri Pertahanan tg. 29 Djan. 1950.

 Pada tanggal 29 bulan Djanuari 1950, pukul 18.30 Bapak Angkatan Perang, Letnan Djenderal R. Soedirman telah mendahului anak-anaknja.

Beliau berpulang kerachmattullah di Magelang pada pukul 18.30 setelah menderita sakit.

J. M. Perdana Menteri, atas nama P. J. M. Presiden, pada malam ini telah memberikan kepada beliau pangkat Djenderal, sebagai penghargaan dari djasa-djasa beliau terhadap perdjuangan kebangsaan.

Anak-anakku sekalian, anggauta-anggauta Angkatan Perang!

Pada saat jang mahaberat ini bagi anak-anakku sekalian saja menjerukan: perolehlah kekuatan dari tjontoh jang selalu diberikan oleh Djenderal Soedirman untuk mengatasi saat-saat jang berat ini.

Ketetapan dan ketabahan hati beliau, kesetiaan beliau terhadap perdjuangan rakjat Indonesia, usaha-usaha beliau untuk menjusun Angkatan

 Perang jang sempurna, hendaklah mendjadi pedoman dalam hidup tiap peradjurit Indonesia, dan dalam perkembangan Angkatan Perang Indonesia dalam waktu jang akan datang.

Djalan jang terletak didepan Angkatan Perang kita masih sulit; tjontoh Bapak Angkatan Perang jang hari ini meninggalkan anak-anaknja akan memberikan kekuatan djiwa kepada Angkatan Perang kita untuk menempuh djalan jang sulit itu.

Djenderal Soedirman telah memberikan sifat dan arah jang terang kepada Angkatan Perang Indonesia, ja’ni: Angkatan Perang adalah Pelindung Rakjat dan Abdi Rakjat.

Seorang peradjurit setelah menunaikan kewadjibannja terhadap Negara dan Bangsanja, telah dipanggil oleh Tuhan jang Maha Esa.

Namanja akan tetap tertjantum diantara Pahlawan-pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia.


Wakil-wakil R.I.S. untuk upatjara pemakaman Almarhum Panglima Besar Letnan -Djenderal Soedirman.


 Untuk melakukan ta’ziah dan menghadiri upatjara pemakaman Almarhum Panglima Besar Letnan- Djenderal Soedirman, maka selaku wakil-wakil Pemerintah dan Angkatan Perang R.I.S., hadir:

  1. Menteri Pertahanan, Hamengku Buwono IX,
  2. Menteri Kesehatan, Dr. Leimena,
  3. Menteri Agama, Wachid Hasjim,
  4. Menteri Penerangan, A. Mononutu,
  5. Kolonel Bambang Sugeng,
  6. Kolonel Wijono, dan lain-lainnja.

Saudara-saudara,

 Pada hari ini kita memperingati seorang Indonesia jang besar, seorang peradjurit jang setia terhadap perdjuangannja, seorang pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia.

 Hampir semua jang hadir disini mengenal Djenderal Soedirman dari dekat sebagai Bapak, sebagai teman seperdjuangan, sebagai peradjurit, sebagai patriot dan sebagai manusia.

 Lebih dari 4 tahun kita bekerdja dibawah pimpinan Djenderal Soedirman.

 4 tahun itu adalah waktu jang sangak sulit; tidak ringan perdjuangan selama waktu itu.

 Angkatan Perang kita telah menghadapi kesulitan-kesulitan dan antjaman-antjaman dari dalam dan dari luar selama Angkatan Perang itu berada dibawah Pimpinan Djenderal Soedirman.

 Dalam keadaan jang bagaimanapun sulitnja, dengan tiada mengingat dirinja sendiri, Djenderal Soedirman selalu bertindak sesuai dengan sumpahnja sebagai peradjurit.

 Dalam waktu Angkatan Perang menghadapi kesulitan-kesulitan jang baru, akan tetapi djuga

Kol. T. B. Simatupang :

    DJENDERAL SOEDIRMAN.... „adalah seorang Indonesia
    Besar, seorang Peradjurit jang setia terhadap perdjuangannja seorang pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia.”


menghadapi kemungkinan-kemungkinan jang baru bagi perkembangannja, Angkatan Perang Indonesia kehilangan Bapaknja. Kita jang sekarang berkumpul disini, bersama-sama dengan teman-teman kita jang sekarang tersebar dimana-mana, di Pakistan, di Djokjakarta, di Kalimantan, di Sulawesi, di Sumatera, di Djawa Barat, ja, dimana sadja tugas sebagai peradjurit memanggil, kita semuanja diberikan oleh sedjarah tugas untuk melandjutkan usaha-usaha dan perdjuangan jang sampai sekarang dipimpin oleh Djenderal Soedirman. Tugas itu tiada ringan, tugas itu akan meminta korban-korban jang baru dari kita.

 Pada waktu kita memperingati Bapak Angkatan Perang kita, marilah kita memperingati pula semua teman-teman seperdjuangan jang telah memberikan djiwanja atau kesehatannja bagi keselamatan rakjat Indonesia.

 Pada saat ini saja, atas nama Saudara-saudara sekalian mengutjapkan djandji, bahwa kita akan selalu mendjundjung tinggi pengorbanan mereka dengan bertindak dan hidup sebagai peradjurit Indonesia jang sedjati.

 Tadi malam J. M. Menteri Pertahanan mengutjapkan dalam pidatonja: „Seorang Peradjurit setelah menunaikan kewadjibannja terhadap Negara dan Bangsanja telah dipanggil oleh Tuhan jang Maha Esa”. Dapatlah saja menutup pidato jang singkat ini dengan menjatakan: „Beribu-ribu peradjurit Indonesia bersedia untuk meneruskan perdjuangan untuk mana Pak Dirman telah memberikan hidupnja”.

 Sekian.

Djakarta, 30 Djanuari 1950.

Kiri: Mobil djenazah menudju kemesdjid-raya Djokjakarta. Disepandjang djalan kelihatan rakjat dari segenap lapisan berdiri ditepi djalan tanda turut menjatakan duka-tjitanja.
Kanan: Djenazah diusung kemesdjid-raya.
Kol. Gatot Subroto:
    Bapak Soedirman telah menunaikan kewadjibannja jang setia...
    Beliau selalu dipandang sebagai Pemimpin jang djudjur jang selalu memberi tjontoh dan dorongan jang kuat.....


 Dengan rasa pilu dan sedih saja memberitahukan kepada segenap Anggauta Angkatan Perang dan kepada seluruh rakjat wilajah Djawa Tengah, bahwa Bapak kita, Djenderal Soedirman, Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia, kini Kepala Staf Angkatan Perang R.IS., pada hari Minggu malam tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 telah dipanggil kembali menghadap Tuhan dengan tenteram dan tenang, di Magelang.

 Bagi Anggauta Angkatan Perang, mangkatnja Bapak Soedirman ini dirasakan sebagai kehilangan seorang Ajah jang sebenarnja. Seorang Ajah jang selalu memberi kekuatan, selalu mempersatukan anak-anaknja jang beribu-ribu djumlahnja, serta terpentjar tempatnja. Bapak Soedirman hingga pada sa’at mangkatnja belum pernah bergembira suka bersama-sama anak-anaknja, tetapi ditiap sa’at susah dan sukar, sa’at-sa'at pengembaraan dihutan dan digunung, disitu Almarhum selalu berada, memimpin dan menghimpun. Itu dirasakan meresap oleh seluruh Anggauta Angkatan Perang kita.

 Bagi rakjat seumumnja, Bapak Soedirman selalu dipandang sebagai Pemimpinnja jang djudjur, jang selalu memberi tjontoh dan dorongan jang

kuat, kearah persatuan masjarakat, kearah pengorbanan sutji terhadap peri-kemanusiaan, peri-ke-Tuhan-an, kearah Pantjasila jang mendjadi pelangi Bangsa Indonesia.

 Bapak Soedirman telah menunaikan kewadjibannja jang sutji terhadap Nusa dan Bangsa dengan segala pengorbanannja, jang pantas sekali mendjadi suri-tauladan seluruh Bangsa Indonesia.

 Marilah kita berduka-tjita, mengenangkan wadjah-Ajah, dengan bersumpah pada diri-pribadi, akan meneruskan djedjak Bapak, mendjaJankan semua piwelingnja jang luhur, hingga tjita-tjita kita dikabulkan oleh Tuhan Jang Maha Luhur dan Sutji Abadi.

 Kepada semua kantor, kepada segenap rakjat, saja perintahkan untuk pengibaran-duka dari Sang Dwiwarna, sebagai tanda penghormatan terachir kepada Bapak Soedirman Almarhum, selama tiga hari.

Inna Lillahi wa'inna Illaihi rodji'un.


Gubernur Militer D.M.I. II/II-Div. III
GATOT SUBROTO — KOLONEL.

Djenazah diusung oleh para-opsir tinggi.

Djenazah memasuki gerbang mesdjid-raya jang diiringi
oleh letusan senapan para-perwira sebagai tanda penghormatan militer (salvo).

Paku Alam :

    DJENDERAL SOEDIRMAN ...
    „adalah seorang Bapak tentara dan jang tidak ternilai djasa-djasanja.”


 Gubernur Militer Daerah Istimewa Jogjakarta, S.P. Paku Alam menerangkan kepada „Antara”, bahwa dengan wafatnja Panglima Besar Soedirman, seluruh rakjat Indonesia umumnja dan Angkatan Perang chususnja, kehilangan seorang



Bapak jang tidak terhilai djasa-djasanja kepada tanah-air dalam masa perdjuangan kemerdekaan ini.

 Terutama rakjat dan Angkatan Perang tidak dapat melupakan djasa-djasa almarhum dalam peperangan gerilja, jang walaupun menderita gering merupakan sumber ilham kekuatan perdjuangan kepada seluruh rakjat dan Angkatan Perang, demikian S.P. Paku Alam dengan terharu.

*
Kiri-atas: Seorang perwira membawa dulang tempat bintang kehormatan dari Angkatan Perang kepada P.B, Letnan-Djenderal Soedirman sesudah disembahjangkan.
Kiri-bawah: Djenazah diusung oleh para-perwira opsir tinggi menudju Alun-Alun.
kanan: Para-perwira melakukan tanda-penghormatan pada djenazah dengan pénuh kebesaran setjara-militer.


A. E. Kawilarang :
    „Kemangkatan DJENDERAL SOEDIRMAN ........ sebagai
    peradjurit-patriot, sebagai Senapati ing ngalogo, sebagai pahlawan
    kemerdekaan adalah suatu kehilangan dan kerugian besar bagi bangsa dan negara umumnja dan Angkatan Perang chususnja.....”

Para Perwira, bintara dan bawahan.
Perhatian!


Pertama:

 Pada tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 waktu di Djawa telah berpulang kerachmattullah Jang Mulia Djenderal Raden Soedirman, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, setelah sekian lamanja menderita sakit.

Kedua:

 Kemangkatan Djenderal Soedirman, sebagai peradjurit-patriot, sebagai Senapati ing ngalogo, sebagai pahlawan kemerdekaan adalah suatu kehilangan dan kerugian besar bagi Bangsa dan Negara umumnja dan bagi Angkatan Perang chususnja, dan kita semua sebagai peradjurit kebangsaan, mulai dari bawahan, bintara sampai perwira berkabung dalam duka-tjita dan perasaan bela-sungkawa atas wafatnja beliau jang timbul dari lubuk hati jang semurni-murninja dan seichlas-ichlasnja.

Ketiga:

 Patah tumbuh, hilang berganti. Djenderal Soedirman mangkat, kita peradjurit-peradjurit muda, tampil kemuka untuk melandjutkan djedjak Almarhum dan melandjutkan perdjuangan jang telah dirintis beliau dalam mengedjar tjita-tjita kebangsaan dengan sendjata jang telah diwariskan olehnja kepada kita, ialah semangat perdjuangan, semangat keperwiraan, semangat kebangsaan,

ketabahan dan keteguhan dan keichlasan menderita jang berdasarkan disiplin militer dan disiplin nasional, dalam menunaikan tugas-kewa- djiban terhadap Nusa dan Bangsa.

Keempat:

 Saja pertjaja, saja jakin, bahwa semua perwira, bintara dan bawahan, jang bernaung dibawah komando saja, pada saat duka dan sedih sekarang ini tiada akan melupakan amanat Almarhum, bahwa kita sebagai peradjurit akan timbul dan tenggelam bersama-sama dengan Bangsa dan Negara. Saja pertjaja, saja jakin, bahwa semua peradjurit saja akan memperbaharui tekad melandjutkan perdjuangan Bangsa dan Negara, dengan dipelitai djiwa dan roh Djenderal Soedirman jang akan berada selalu didalam Angkatan Perang kita, hingga tertjapai pantai idam-idaman kebangsaan Indonesia.

Kelima:

 Para peradjurit semuanja, mendiang Djenderal Raden Soedirman mengharap, bahwa kita sekalian akan tetap melakukan tugas kewadjiban kita sebagai pemuda-patriot dan sebagai peradjurit terhadap Nusa dan Bangsa dengan penuh keinsjafan, kesedaran dan ketaatan berdasarkan kepertjajaan pada tenaga diri sendiri dan tenaga bangsa sendiri.

Selesai.

Dikeluarkan di : MEDAN.
Pada tanggal : 29 Djanuari 1950.
Djam : 22.00 (W. Medan).

Komandan
Tentera & Terr. Sum. Utara:
A. E. KAWILARANG
Kolonel-Inf.

Mobil djenazah menudju ke Makam Pahlawan dengan diiringi
oleh puluhan ribu penduduk.

Mobil Djenazah dikawal oleh para-pérwira.

Hamka:

    DJENDERAL SOEDIRMAN ......
    adalah lambang dari kebangunan djiwa pahlawan Indonesia. Djiwanja tidak mau damai-damaian, runding-rundingan, tapi tjintanja kepada negara, banjak sekali meminta pengorbanan.


Seluruh Indonesia telah bangun memberontak mempertahankan Proklamasi jang diutjapkan oleh kedua pemimpin Soekarno-Hatta 17 Agustus 1945, Pemuda telah merambah rumpun bambu dan meruntjing udjungnja, sebagai sendjata jang pertama didalam mempertahankan proklamasi itu. Kemudian baru dapat mentjuri sedikit-sedikit atau banjak-banjak dari sendjata Djepang dan Gurka.

Bangsa Sekutu telah mengakui, bahwa Belandalah jang akan kembali berdaulat disini. Untuk mempertahankan pengakuan itu, Inggerislah jang masuk kemari, dengan kepala perangnja Djenderal Sir Philip Christisen. Ketika mulai masuk, setelah melihat semangat jang berkobar, dia mengatakan, bahwa dia tidaklah akan mentjampuri urusan politik, dia hanja akan membebaskan orang tawanan, dan melutjutkan sendjata Djepang.

Tetapi, itu adalah Inggeris !

 Dia tidak akan mentjampuri politik, tetapi segala kota jang penting telah didudukinja, dan tiap satu tempat didudukinja, diperkuatnja kedudukannja itu. Djakarta, Semarang, Bandung, Padang dan Palembang.

 Pemimpin kitapun insaf, kemana tudjuannja ini.

 Sekutu tahu, ada satu kota di Djawa jang penting untuk mendjadi pertahanan jang disebutnja kaum pemberontak, jaitu Jogja. Kitapun tahu, Jogja akan didjadikan pertahanan kita jang teguh.

 Sebab itu maka mendesaklah Sekutu dari Semarang, djatuh Ambarawa dan djatuh Magelang. Terbukalah djalan ke Djokja.

 Pemuda Soedirman, jang hanja terdidik dalam

M.P. Belanda membéri karangan-bunga tanda turut berduka-tjita.

Para-pandu Puteri memberi hormat dengan chidmadnja kepada djenazah.

Peta dizaman Djepang, bertanggung-djawab mempertahankan Jogja. Kalau Magelang dapat diperkuat musuh, Jogja mesti djatuh sebab itu maka dengan kekerasan hati luar biasa, Soedirman mengumpulkan anak-buahnja bekas-bekas tentara Peta dan rakjat jang sedang penuh semangat. Dengan tidak mengingat berapa kekuatan musuh, dan berapa kekuatan persendjataan sendiri, dengan melilitkan handuk ketjil dikepalanja. Soedirman menjintak pedang samurainja, mengerahkan anak buahnja itu menjerang, menjerbu dan menggempur pertahanan Sekutu di Magelang. Sebagai seekor serigala jang galak, jang hanja mengingat satu perkara sadja, jaitu „Merdeka atau mati!” Matanja berapi-api dan ganas, pengikutnjapun menurutkannja dengan mata berapi-api dan ganas. Perdjuangan penghabisan, perdjuangan dari orang jang telah dekat kepada putus asa!

 Bambu runtjing, pedang samurai Djepang dan sendjata-sendjata tjurian, dikerahkan semua kemuka, berpadu dalam satu djiwa, djiwa Soedirman!

 Ngeri dan dahsjat! Meriam, senapan mesin, gegap gempita.

Achirnja meriam tidak dapat lagi mematahkan semangat raksasa. Sekutu terpaksa mundur dan Magelang ditinggalkan. Djokja terlepas dari bahaja dan Presiden dan Wakil Presiden, sebagai pemimpin pemberontak, pindahlah dari Djakarta ke Djokja.

 Djiwa Soedirman jang perlu bagi tentara kemerdekaan. Sebab itu maka Bung Karno berkenan mengangkatnja sebagai Panglima Besar!

 Selalu ada pertanjaan, mengapakah Soedirman jang diangkat mendjadi Panglima Perang Besar; Apa sekolahnja, pernahkah dia ke Breda. Dan kabarnja konon dia hanja guru Muhammadijah. Seakan-akan nama Muhammadijah itu sadja sudah tjukup buat memandangnja „orang enteng”.

 Sajapun kadang-kadang berperasaan demikian. Apalah kebesarannja Soedirman itu. Ditahun 1941, seketika kami Kongres di Djokja, saja sudah Konsul Muhammadijah djuga dari

Didepan pintu gerbang Makam Pahlawan djenazah diusung oleh para-perwira,


Sumatera Timur, sedang Soedirman baru W.M.P.M., Wakil Madjelis Pemuda Mahammadijah; djauh dibawah saja.

 Tetapi tuan, ini adalah djiwa besar, dan tjahaja dari djiwa jang besar kerap benar timbulnja dari tempatnja jang ketjil.

 Pilihan kepada Soedirman bukan kepada diplomanja. Tetapi pilihan kepada Soedirman adalah kepada djiwanja. Walau ketika badannja sehat sekalipun, tubuhnja hanja sederhana landai, tetapi matanja berapi, mata jang tidak mengenal patah hati didalam menudju tjita-tjita besar. Banjak Djenderal Major, Kolonel dan Letnan Kolonel dibawahnja, jang lebih tinggi diplomanja dari padanja, tetapi semuanja insaf bahwa djiwa Soedirman belum tertinggi oleh mereka. Bertambah besar dan tinggi kedudukannja, bertambah terbajang kebesaran itu.

Keluar dia merupakan serigala jang galak, kedalam dia merupakan Bapak jang pengasih.

 Berapa banjaknja kesulitan jang telah kita tempuh, berapa banjaknja angin badai jang telah menggojangkan beringin negara kita. Ingatlah seketika pristiwa 3 Juli! Ingatlah seketika Sjahrir ditjulik. Berapa banjaknja fitnah atau hasutan baik kepadanja atau kepada pimpinan Negara, supaja tiang-tiang agung kemerdekaan ini dapat digojangkan.

Ada kabarnja jang membisikkan, bahwa Soedirman — kalau mau —, bisa menumbangkan Soekarno dan mengambil pimpinan sendiri. Tetapi tidak! Soedirman adalah pentjinta Negara, pentjinta Soekarno-Hatta, hidup dan mati.

 Ketika Sjarifuddin berkuasa, dari djauh nampak benar bagaimana Sjarifuddin mentjoba mengurangi kekuasaannja dengan membuat Biro Perdjuangan. Tetapi tidak telap! Sebab urat Soedirman lebih teguh kebawah! Jang lebih kuat dari Sjarifuddin sebagai Bung Tomo dan Hizbullah, lebih setia hidup-mati kepada Soedirman, dari kepada Sjarifuddin.

 Banjak jang memandang enteng kepadanja, karena sekolahnja! Orang lupa, bahwa pentjipta pekerdjaan besar-besar, bahkan para-Nabipun, dan para pudjangga, lebih banjak djumlahnja senasib dengan Soedirman. Memandang enteng kepadanja sebelum masuk kedalam kantornja. Dan keluar dengan rasa malu kepada diri sendiri, karena tahu ketjilnja diri dihadapan djiwa besar.

 Berapa banjaknja opsir jang pingah dan royal sebelum datang ke Jogjakarta, berobah pekertinja setelah kembali. Sebab dilihatnja „Bapak”nja sendiri hanja seorang jang sederhana.

Dia diundang ke Djakarta hendak berunding perkara tentara kantong! Dia datang dengan pengiringnja. Tetapi dengan tjongkak tentara Belanda menjuruh menanggali sendjata pengiring-pengiringnja seketika akan masuk ke Djakarta. Dia kembali. Dia kembali ke Djokja. Dia tidak mau datang, kalau sambutan atasnja tidak sebagai sambutan atas seorang Kepala Perang dari satu Negara jang berdaulat. Terpaksa Belanda mengembalikan sendjata-sendjata itu dan minta ma’af. Dan dia masuk ke Djakarta dengan penuh kebesaran.

Sajang, badannja ditimpa sakit. Tetapi djiwanja tetap sehat! Dia seorang tentara jang patuh! Maafkan saja, dia seorang Muslim jang patuh!

Satu ajat dalam Qur’an dipegangnja betul, jaitu tha’at kepada Allah, kepada Rasul dan kepada Ulil-amri (pemerintah), ringan atau berat. Djiwanja tidak mau damai-damaian, runding-rundingan. Tetapi tjintanja kepada Negara, banjak sekali meminta pengurbanan perasaannja.

 Bagaimana djiwanja sampai begitu kuat? Padahal rabunja telah hantjur separuh karena tbc. Dia senantiasa mendekati Tuhan. Kabarnja konon, Malam Selasa, seketika badannja masih sehat, dia masih tetap datang mendengarkan adjaran-adjaran agama dibekas tempatnja beladjar dahulu, di Kauman. Dihari Djum’at dia duduk disaf jang pertama, mendengarkan adjaran chutbah chathib.

Datang peristiwa Madiun. Semangatnja jang keras telah mengalir kedalam pipa darah opsir-opsirnja! Sapu bersih, sampai Negara tegak kembali. Dengan menekan dadanja, dia mendjatuhkan perintah. Dan Madium dapat dibasmi.

 Datang tindakan-kedua. Jogja diserang dari segala djurusan. Maka memberontaklah djiwa besar itu dari dalam tubuh jang telah sakit, bergerilja kegunung, hidup dan mati bersama anak² jang ditjintainja. Melalui hutan rimba belantara,mendaki gunung dan menuruni lurah, membagi perintah dengan disiplin jang keras. Badan sakit, berdjalan tidak kuat lagi. Perkara ketjil! Bikin tandu! Dengan tandu dia diangkat dari front menudju front, dan segenap tanah pada waktu itu adalah front! Sebab musuh bukan sadja dari muka, tapi dari atas! Laksana Saad bin Abi Wagash, jang djuga ditandu karena sakit, dalam perang Qadisijah.

Meskipun parunja hanja tinggal sebelah, tetapi saat bergerilja digunung itulah saat jang dipandangnja seindah-indahnja dalam hidupnja. Sudah berkali-kali dia menjatakan pendirian, bahwa perang ini lebih baik diteruskan sadja. Tak usahlah berdamai dengan Belanda. Tetapi pemerintah hendak berunding djuga. Dia ingin mati diatas tandunja, difront jang dimuka sekali, laksana keinginan Bendahari Paduka Radja ketika ditandu memimpin perang Malaka ditahun 1511 melawan Portugis.

Tetapi dunia tidak mau lagi membiarkan kita meneruskan perang. Roem-Royen statement. Jogja dikembalikan.

Presiden Soekarno, Perdana Mentéri Hatta pulang!

Hamengku Buwono sekali lagi menjediakan tanah pusaka nenek-mojangnja, pusaka Abdul-hamid Diponegoro, buat menjusun kemerdekaan seluruh Indonesia!

Sjarifuddin Prawiranegarapun pulang!

Maka datanglah panggilan Presiden! Sudahlah wahai Panglima Besar! Turunlah dari gunung-gunung. Kita hentikan perang dahulu dan dunia menghendaki, negara-negara tetangga kita di Asia menghendaki supaja kemerdekaan Indonesia kembali diperdjuangkan dimedja!

Dengan ta’at Soedirman turun dari gunung, dipikul diatas tandu. oleh anak buahnja jang ditjintainja dan mentjintainja. Badan telah bertambah kurus dan muka bertambah putjat. Tetapi mata masih berapi-api, mata serigala galak jang tidak mengenal damai. Sampai ditanah lapang sebelum sampai keistana Presiden, dia masih mengangkat kepalanja dan menjampaikan seruannja kepada beribu-ribu rakjat jang menjambutnja ditanah lapang dengan gegap gempita; „Bersiap terus! Perdjuangan kita belum habis!”

Sampai diistana, dia diturunkan dari atas tandu, kepalanja berlilit destar hitam dan memakai mantel penahan dingin.

Bung Karno menjambut ditangga istana.

Saat sedjarah jang beribu tahun tidak akan dapat dilupakan. Anaknja jang ditjintainja! Astagfirullah, bukan! Dua putera dari Ibu Pertiwi bertemu kembali, sesudah iman keduanja diudji oleh badai gelora jang maha hebat! Karena mentjintai ibu! Dua sahabat! Bertemu kembali.

Bung Karno tidak dapat menahan hatinja lagi, disambutnja Soedirman dan dibimbingnja, dipeluknja dan, Air-mata sama tertjurah!

Air-mata jang bukan sadja djatuh diwaktu sangat sedih, bukan sadja djatuh diwaktu per-

tjampuran sedih dengan gembira! Bahkan airmata jang djuga djatuh disaat berkumpulnja segala kenangan pahit dan getir kepada masa lampau dan pengharapan kemasa datang ...............
SOEDIRMAN adalah lambang dari kebangunan djiwa pahlawan di Indonesia.

Sebab perang telah dihentikan, kembalilah orang sakit itu terbenam dalam rumahnja, dengan djiwa jang tidak pernah sakit. Djiwa jang dalam empat tahun telah memenuhi persada tanah ibu dengan kekajaan sedjarah kepahlawanan jang tiada taranja. Nama jang tiada pernah bertjatjat, nama jang senantiasa melaksanakan isi hatinja, jaitu, „Tentara tidak tjampur urusan politik.

K.M.B. telah berhasil, tentara telah disusun baru, Menteri Pertahanan telah diserahkan kepada Hamengku Buwono. Dan Presiden akan kembali ke Djakarta, sebagai Presiden dari Republik Indonesia Serikat jang berdaulat dan merdeka.

Tjita² T.N.I. sedjak perdjuangan hebat dahulu masih tetap, bahwa achirnja Presiden dan Panglima Besar akan kembali djuga ke Djakarta dengan penuh kemenangan. Letnan Djenderal Urip ketika masih hidup, sebagai Kepala Staf dari Angkatan telah membuat dua buah bintang, sebuah untuk Panglima Tertinggi dan sebuah untuk Panglima Besar, seketika masuk dengan kemenangan ke Djakarta.

Bung Karno sempat melaksanakan wasiat Urip. Aku telah melihat bintang itu beliau pakai didalam resepsi diistana Gambir. Tetapi Soedirman tidak sempat lagi melaksanakan wasiat Urip itu, sebab dia telah berat sakit. Seminggu jang telah lalu, dokter-dokterpun masih berusaha supaja beliau dapat pindah ke Djakarta, apatah lagi beliau tetap diangkat mendjadi Kepala Staf Angkatan Perang Tentara R.I.S.

Tetapi tidak! Kewadjibannja telah dilaksanakannja, berdjuang untuk merdeka. Berdjuang sehingga Bung Karno ke Djakarta! Berdjuang untuk Sang Saka Merah Putih berkibar kembali diseluruh Indonesia.

„Dijiwanja telah menghadap kepada Tuhan, menjembahkan, itulah hanja jang dapat kukerdjakan dalam hidupku. Tubuhnja telah dikembalikan kedalam bumi tanah-airnja jang ditjintai. Dan Namanja tetap tinggal selama-lamanja mendjadi hiasan dari sedjarah bangsa jang baru bangun”.

Di Magelang figuur Soedirman mulai timbul, dan di Magelang pula figuur itu meninggalkan djasmaninja buat selama-lamanja......


„Merdeka” — Djakarta:

Suatu kehilangan besar!

Datangnja berita dari Magelang jang menerangkan tentang wafatnja Kepala Staf Angkatan Perang R.I.S., Djenderal Soedirman, tetap mengedjutkan masjarakat ramai, meskipun sebelum itu orang sudah lama mengetahui, bahwa keadaan kesehatan Panglima Besar jang keluar dari aksi militer Belanda kedua dengan paru satu tapi dengan djiwa jang tetap merdeka, adalah menguatirkan.

Ini sebetulnja menundjukkan betapa besarnja penghargaan masjarakat terhadap Panglima Besar itu dan betapa pentingnja tempat jang diduduki Soedirman dalam masjarakat jang berdjuang.

Karenanja, maka wafatnja itu adalah berarti suatu kehilangan besar jang tidak hanja dirasakan oleh kalangan tentara sadja, tapi djuga oleh masjarakat berdjuang seluruhnja.

Kalau ahli sedjarah kelak menulis tentang riwajat perdjuangan kemerdekaan dan Angkatan Perang dari negara kita ini, maka nama Soedirman, akan merupakan salah-satu nama jang sinar-seminar dengan kerdja-duta dan djasa terhadap Tanah-air dan Bangsa.

Soedirman, terkenal disamping dengan kekerasan pendiriannja, djuga terkenal ketaatan dan kepatuhannja terhadap negara. Berkali-kali dia ketjewa karena fait accompli jang dihadapkan pimpinan negara kepadanja, tapi sebagai peradjurit dan abdi negara, dia tetap disipliner serta mengikuti titah-perintah pemerintahnja, pemerintah bangsanja sendiri.

Persetudjuan-persetudjuan Linggardjati, Renville dan paling achir sekali Roem-Royen Statement pada hakekatnja tidaklah dapat diterima baik oleh Soedirman sebagai orang-seorang, tapi sebagai abdi negara segala keputusan jang mendjadi tanggung-djawabnja kemudian, dilaksanakannja dengan djudjur dan sebaik-baiknja.

Dalam hal ini, Soedirman bukanlah menundjukkan kebesaran sifatnja, tapi sebetulnja

djuga memberikan tjontoh-teladan jang sebaik-baiknja bagi seluruh anak-buahnja dari Angkatan Perang kita.

Pengaruh Soedirman dikalangan tentara kita, sampai sebegitu djauh tidak ada duanja. Dan karena sikap dan bawaan dirinja jang „ringan”, meskipun pangkatnja tinggi, maka ia disajangi dan ditjintai anak-buahnja. Tjinta-kasih jang sedemikian rupa, jang sukar dilukiskan dengan pena; tjinta~kasih jang tjuma dapat digambarkan dengan wudjudnja pengorbanan dalam perang gerilja.

Karenanja, wafatnja Djenderal Soedirman, adalah dengan sendirinja sangat terasa bagi kalangan tentara, djauh melebihi kesedihan jang menimpa masjarakat bangsa dan tanah air seluruhnja.

Tapi, sebaliknja, kita pertjaja, kehilangan bapak tentara ini tidak berarti hilang-lenjapnja semangat Soedirman dari kalangan tentara kita; semangat kemerdekaan, semangat tjinta tanah air, semangat jang mendjundjung tinggi disiplin sebagai tentara jang patuh dan taat-setia terhadap titah-perintah negara. Dan patah tumbuh, hilang berganti, Inna Lillahi wa'inna Ilaihi rodji'un ! !

Peti Djenazah diturunkan keliang lahad (kubur).

Pak Dirman meninggal.

 Berita meninggalnja Pak Dirman, Kepala Staf A.P.R.I.S., dan dulu Panglima Besar T.N.I., datangnja sungguh pada saat jang sangat sulit bagi angkatan perang seluruhnja, dan terutama di Djawa Barat.

 Dimana gerakan Westerling menduduki Bandung masih baru seminggu liwatnja, dan buntutnja kedjadian-kedjadian masih belum kelihatan sama sekali, angkatan perang R.I.S. masih sedang menghadapi keadaan jang minta segala perhatiannja dan segala tenaganja. Anggota-anggota angkatan perang, dan umumnja masjarakat Indonesia, masih berkabung mengingat korban-korban pertempuran di Bandung, dan kini datang lagi udjian berat baginja, dengan meninggalnja Pak Dirman.

 Pak Dirman mempunjai popularitet jang luar-biasa dikalangan anak buahnja. Apalagi, karena selama masa-gerilja itu, Pak Dirman, jang sudah sakit pajah masih sanggup djuga mengikuti anak

buahnja dipeperangan gerilja, sehingga penjakitnja jang berbahaja itu mendjadi bertambah pajah. Dengan wadjahnja jang kurus putjat itu Pak Dirman seakan-akan mendapat kedudukan jang legendaris.

 Kini Pak Dirman sudah tidak ada lagi. Dan djusteru dimana anak-anak buahnja sedang menghadapi udjian jang sangat berat. Kita mengerti reaksi pertama atas berita tersebut adalah rasa kekosongan, rasa kehilangan, bahkan sedikit putus-asa, karena pemimpin jang populer itu tidak ada lagi.

 Tapi kita jakin, Pak Dirman sendiri tidak menghendaki anak-anaknja merasa kosong. Kita jakin, kehormatan paling besar, jang bisa diberikan Pak Dirman dan jang paling dihargainja ialah, bahwa kita semua, dan chususnja para anggauta angkatan perang, tetap melakukan kewadjiban kita terhadap bangsa dan masjarakat.

„Indonesia-Raya” — Djakarta

Tradisi ksatria jang dapat dibikin tjontoh!

 Panglima Soedirman telah meninggalkan kita. Hanja penulis riwajat nanti jang dapat memberikan tempatnja jang sebenarnja bagi Panglima Soedirman didalam sedjarah peperangan kemerdekaan bangsa Indonesia melawan pendjadjah Belanda.

 Tapi satu hal sudah terang. Panglima Soedirman dengan serba kekurangan dan kelebihannja sebagai manusia Soedirman dan sebagai djenderal, telah meletakkan dasar satu tradisi jang gi- lang-gemilang bagi para perwira dan peradjurit Indonesia.

 Tradisi ksatria Indonesia jang dapat dibikin mendjadi tjontoh, terutama pula bagi pemimpin-pemimpin jang suka menjebut diri pemimpin perdjuangan untuk rakjat.

 Dia telah menundjukkan keteguhan, kekuatan, kebesaran dan keberanian djiwanja dalam dua kali peperangan melawan pendjadjah Belanda.

 Terutama ketika perang jang kedua kalinja petjah, pada tanggal 19 Desember tahun 1948. Waktu itu dia sedang sakit keras. Tidak ada jang lebih mudah bagi Soedirman ketika itu untuk memilih djalan seperti jang diambil oleh Soekarno dan Hatta. Djalan jang djuga dipilih oleh kepala staf T.N.I. waktu itu, komodore Suriadarma. Jaitu menunggu dan membiarkan diri ditahan Belanda.

 Tetapi Djenderal Soedirman memperlihatkan, bahwa dia memegang teguh sumpah tentara. Dalam sakit dia keluar, ditandu oleh anak-anaknja. Tidak ada berita jang lebih mengangkat tinggi semangat perlawanan tentara dan rakjat Indonesia, dikala itu, ketika mendengar, bahwa Soedirman meneruskan perdjuangan melawan Belanda.

 Semangat rakjat jang sebentar terkedjut mendengar berita Jogja djatuh dan Soekarno-Hatta c.s. ditangkap Belanda lalu bangun kembali.

 Kita merasa sajang Panglima Soedirman telah pergi tepat pada saat kesempatan-kesempatan besar terbuka untuk membangunkan angkatan perang jang sungguh-sungguh djaja dan modern untuk Indonesia.

 Sebaliknja kita jakin, bahwa tradisi jang telah ditanamkan Soedirman akan hidup terus dan akan lebih berkembang.

 Satu tradisi, dimana pemimpin mendahului dan ikut menanggung penderitaan perdjuangan dengan pasukan-pasukan jang dipimpinnja. Tradisi ksatria Indonesia jang agung. Tradisi jang boleh ditjontoh oleh banjak pemimpin lain jang sekarang duduk dipuntjak mertju pemerintahan negara.

 Moga-moga Tuhan melapangkan arwah ksatria ini diachirat.

Kehilangan seorang pahlawan bangsa.

Laksana petir dihari tjerah, bagi penduduk kota Medan chususnja dan Sumatera Timur umumnja tatkala mendengar berita kemangkatan Djenderal Soedirman, seorang bapak angkatan perang jang ditjintai oleh anak-anaknja. Nama beliau kian harum ketika memimpin gerilja berbulan-bulan lamanja dipegunungan melawan agressi militer Belanda, meskipun beliau itu selalu menderita gering, akan tetapi semangat wadja dan pendirian beliau jang kokoh itu tidak dapat dipatahkan oleh kekuatan sendjata lawan. Sifat-sifat beliau ini tetap akan mendjadi teladan dan pedoman bagi rakjat Indonesia umumnja dan anggauta-anggauta A.P.R.I.S. chususnja.

 Berhubung dengan hal ini sedjak matahari memantjarkan sinarnja kebumi, kemaren penduduk bangsa Indonesia, kantor-kantor pemerintah

dan konsul-konsul luar negeri dikota ini telah mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung atas kemangkatan pahlawan kemerdekaan bangsa Indonesia itu.

 Demikian pula oleh peradjurit-peradjurit A.P.R.I.S. Komando Tentara & Territorium Sumatera dikota ini kemaren telah diadakan upatjara memperingati kemangkatan bapak tentara itu, walaupun setjara sederhana tetapi tjukup memberikan kesan jang mengharukan. Pada upatjara ini Komandan Tentara & Territorium Sumatera Utara, Kolonel A.E. Kawilarang telah membatjakan perintah hariannja.

 Seterusnja dapat pula dikabarkan, bahwa kemaren sekolah-sekolah partikelir dikota ini telah menutup sekolahannja sehari itu dan hanja sekolah-sekolah pemerintah N.S.T. jang tidak.

„Nasional” — Djokja:


Seorang peradjurit meninggal”

 Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman telah meninggal.

 Dengan meninggalnja beliau, djustru pada saat keamanan negara terantjam, sekali lagi kita kehilangan seorang peradjurit sedjati, jang selalu perhatiannja ditjurahkan kepada anak buahnja.

 Peradjurit-peradjurit dengan meninggalnja Pak Dirman kehilangan seorang Bapak jang ditjintai: Angkatan Perang kehilangan seorang pemimpin dan perwira jang pimpinannja ditaati, karena kedjudjuran dan keteguhan batin Pak Dirman mendjadi tjontoh dan tauladan bagi peradjurit jang berdjuang.

 Dalam raga jang lemah, tersimpan kekuatan batin jang kuat, hingga selama gerilja 7 bulan dapat pula Pak Dirman memimpin perdjuangan gerilja, hingga Republik jang maksudnja hendak di musnahkan, berdiri dan timbul dengan megahnja meneruskan perdjuangan memelopori kemerdekaan seluruh tanah air Indonesia.

 Raganja tidak ditengah-tengah kita lagi. Tetapi mudah-mudahan batinnja dapat menerangi dan mendorong para peradjurit, bintara, dan perwira serta para pedjuang umumnja untuk lebih dari dulu-dulu. bergiat diri dalam mempertahankan negara dan bangsa.

 Semoga arwah beliau dapat diterima oleh Tuhan dan diterima oleh ’Tuhan dan diberi tempat sebaik-baiknja.

 Dalam kenangan bangsa Indonesia nama beliau tertjatat untuk selama-lamanja sebagai pahlawan.

 Dalam buku sedjarah perdjuangan kemerdekaan nama beliau dihias dengan tinta emas.

 Bagi keluarga beliau mudah-mudahan segala itu mendjadi hiburan hati mereka jang sedih.

 Dari Tuhan Pentjipta kita berasal, kepadaNJA kita akan kembali.

Djenderal-Major Mollinger memasukkan tanah keliang lahad tanda penghormatan.

„Pak Dirman beristirahat”.

 Berita sedih tersiar semalam, bahwa Letnan Djenderal Soedirman telah pulang kerachmattullah.

 Memang sudah lama Panglima Besar menderita sakit, jaitu sedjak bulan Nopember 1948.

 Dan ketika pada waktu subuh 19 Desember 1948, Belanda menjerang kota Jogja, Panglima Besar jang sedang menderita sakit itu menghadap Presiden Republik Indonesia untuk minta instruksi dan segera almarhum meninggalkan Jogja, pergi keluar kota untuk memimpin sendiri perang gerilja terhadap Belanda.

 Meskipun dalam keadaan sakit, almarhum telah bergerak dari Djawa Tengah hingga ke Djawa Timur dan beberapa kali almarhum mendjumpai musuh. Tetapi berkat ketangkasan pasukan pengawalnja serta atas perlindungan Tuhan jang Mahakuasa, selalu terhindarlah almarhum dari pada bentjana.

 Setelah masuk kembali kekota, kesehatan almarhum nampaknja tidak dapat sembuh djuga.

 Tetapi meskipun demikian, wafatnja ini pasti mengedjutkan kita semua. Dan terutama dikalangan angkatan perang jang tersebar dikota-kota dan digunung-gunung berita ini akan diterima dengan rasa sedih jang tiada terhingga.

 Bangsa Indonesia dengan wafatnja ini kehilangan seorang pahlawan jang djudjur dan berani. Angkatan perang kehilangan Bapaknja jang ditjintainja, serta pedoman jang dapat didjadikan petundjuk terutama dimasa kegelapan.

 Seluruh bangsa akan berkabung. Bendera merah putih digedung-gedung resmi, dirumah-rumah penduduk, dipos-pos tentera dipegunungan jang terpentjil sekalipun akan berkibar setengah tiang.

 Dan didalam hati kita semua, baik pereman maupun tentera, akan ada tempat terluang, karena merasa kosong dengan mangkatnja seorang sama-sama warga negara jang benar-benar tjinta tanah air; seorang peradjurit jang disciplinair; seorang djenderal jang selalu digaris depan dalam masa kegentingan dan bahaja.

 Kehilangan ini sungguh sukar dapat digantikan, apalagi pada saat tanah air kita sedang menghadapi bermatjam matjam kesulitan jang meminta sebanjak-banjak perhatian pihak tentara.

 Tetapi rasanja adalah lebih sesuai dengan keinginan serta hasrat almarhum, apabila selandjutnja kita semua terus berdjuang dengan kedjudjuran, keberanian ketabahan serta keuletan jang selalu ditundjukkan oleh almarhum itu.

 Insja ‘Allah, kalau kita semua berpedoman kepada teladan jang sudah diberikan oleh almarhum itu, tanah air kita ini pasti dapat melalui segala udjian dengan gemilang, dan akan tertja-

Pemangku Djabatan Presiden R. I. Bapak Asaat sedang mengutjapkan pidatonja, ketika upatjara Pémakaman P.B. Soedirman.

pailah apa jang kita maksudkan pada sa‘at proklamasi 5 tahun jl., ialah suatu negara kesatuan jang adil dan ma’mur.

 Pada peringatan hari tentara 5 Oktober tahun jl., antara lain-lain almarhum masih berpesan kepada anak-anaknja demikian:

 „Insjaf, pertjaja dan jakinlah, bahwa kemerdekaan sesuatu Negara dan Bangsa jang didirikan diatas timbunan kurban harta benda dan djiwa raga dari rakjat dan bangsanja itu, Insja Allah tidak akan dapat dilenjapkan oleh manusia siapapun djuga”.

 Marilah kita berpegang kepada pesan almarhum itu. Itulah djalan sebaik-baiknja untuk membuktikan tjinta serta penghargaan kita terhadap diri serta teladan jang telah diberikan oleh almarhum itu.

 Djanganlah kita ganggu arwah almarhum dengan perbuatan-perbuatan jang sifatnja tidak sesuai dengan tuntutan perdjuangan -kebangsaan, tetapi biarkanlah almarhum itu beristirahat, setelah melakukan tugasnja jang berat itu.

 Istirahatlah, Pa’ Dirman, istirahat.

Almarhum Djenderal Soedirman.

 DJENDERAL SOEDIRMAN, Kepala Staf Angkatan Perang Indonesia, Bapak Angkatan Perang Kemerdekaan, Bapak jang dikasihi dan ditjintai oleh anak-anaknja, peradjurit-perwira serta rakjat para pedjuang kemerdekaan diseluruh kepulauan Indonesia, telah berpulang kerachmatullah, pada tanggal 29 Djanuari 1950, djam 18.30 di Magelang, dalam menderita sakit paru-paru.

 Gerakan kemerdekaan Indonesia, jang hendak ditjoba Djepang menghantjurkannja, jang selama beberapa puluh tahun dipupuk dengan pikiran dan budi, pada waktunja harus diperkuat pula dengan sendjata dan korban djiwa. Maka Pak Dirman menerdjunkan diri dengan insjaf dilapangan kemiliteran, masuk barisan Tentara Pembela Tanah Air. Karena djasa-djasa_beliau mengusir tentara Inggris-Ghurka dari Magelang dan Ambarawa, pada tingkat pertama sesudah Proklamasi, maka Pak Dirman ditimbulkan zaman, dihadapkan kemuka oleh waktu dan keadaan. Tidak lama sesudah itu kita lihat Pak Dirman sebagai Panglima Besar T.K.R. kemudian djadi T.R.I. jang achirnja mendjadi T.N.I.

 Kewadjiban Panglima Besar dianggap oleh Soedirman sebagai dharma kehidupannja, sebagai abdi Tuhan S.W.T., sebagai pemeluk Islam jang patuh setia, dan sebagai putera Indonesia jang dilahirkan dimasa ini untuk turut memperdjuangkan nilai-nilai kemanusiaan bangsanja. Utjapan-utjapannja penuh bernafaskan kasih dan sajang terhadap sesama manusia, pun djuga perintah- perintah harian beliau penuh diliputi rasa tjinta sebagai manusia terhadap manusia, sebagai Bapak terhadap anak-anaknja dan sebagai panglima terhadap anggota-anggota pasukannja.

 Soedirman adalah tak pernah memikirkan dirinja sendiri, seorang jang keras hati, patuh kepada

Para-utusan dari berbagai-bagai kalangan militer dan pemerintah dengan chidmadnja méndengarkan pidato Bapak Pemangku djabatan Presiden R. I. Mr. Asaat.

kata mufakat, setia kepada sumpah dan djandjinja terhadap Tuhan, Manusia, Tanah Air dan Bangsa.

 Walaupun sakit paru-paru, waktu Belanda mulai menjerang Jogja, dengan pakaian pijama beliau mendatangi Bung Karno diistana Jogja buat pamitan disertai djandji dan sumpah: Selama ada hajat dikandung badan, saja akan berdjuang terus bersama anak-anakku. Lalu beliau meninggalkan Jogja. Maka berkelanalah Djenderal Soedirman seluruh Djawa, memimpin perdjuangan beliau diseluruh Djawa, dihutan, lembah, ngarai dan gunung tanah air kita. Sebagai Kiai Lelono-putro dan Kiai Penembahan Senopati beliau mengobarkan dan memimpin batin anak-anak beliau dalam pertarungan sendjata jang maha dahsjat itu. Tongkat ditangan, mantel hitam meliputi badan, keris pusaka terselip dipinggang, kepala bersorbankan kain hitam pula hinggap mentjetjah burung Radjawali Angkatan Perang Indonesia sebentar dipuntjak gunung Wilis sebentar pula dipuntjak gunung Lawu, sebentar lagi dipinggir lembah Solo dan Berantas sebagai Djenderal Soedirman.

 Sewaktu tentara Belanda sudah meninggalkan Jogja, kembalilah Pak Dirman memasuki kota dalam keadaan sakit diusung dengan tandu, dengan paru-paru sebuah dalam dadanja. Sedjak itu beliau senantiasa dalam rawatan hingga berpulangnja.

 Dengan berpulangnja Djenderal Soedirman, kehilanganlah Angkatan Perang Indonesia seorang Bapak jang dikasihi dan disajanginja, kehilangan pula rakjat Indonesia seorang pemim- pin perdjuangan kemerdekaan jang berbudi tinggi dan berwatak besar.

 Semoga arwah Pak Dirman dilapangkan Tuhan S.W.T. dialam baqa!

Djenderal-Major Mollinger memberi hormat tjara militer.

In memoriam Djenderal Soedirman.

 Pada tanggal 29 Djanuari 1950, djam 6.30 telah berpulang kerachmattullah Letnan Djenderal Soedirman, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.

 Dengan wafatnja Letnan Djenderal Soedirman ini, maka rakjat berdjuang dan tentara Indonesia kehilangan seorang pedjuang besarnja. Seorang pedjuang jang dikenal oleh bangsa Indonesia disa’at-sa’at dahsjat revolusi kemerdekaan, diwaktu-waktu pahit getir penderitaan dirasakan.

 Suatu keistimewaan pada diri Soedirman ialah, bahwa dimasa perdjuangan jang bertahun-tahun ta’ ada sesuatu kekurangan atau tjatjat padanja, baik pada pandangan golongan ekstreem-kiri, maupun pada fihak moderat-kanan. Soedirman adalah lambang kesatuan tentara dan rakjat berdjuang.

 Soedirman, pembangun dan penuntun tentara dan rakjat berdjuang telah memberikan djiwa dan raganja bagi tjita-tjita bangsa dan negara. Dalam mendjalankan dharma dan tugas jang diambil dan dipegangnja, Soedirman tidak memikirkan besar korban diri jang harus diberikannja.

 Dimasa perdjuangan kemerdekaan dilakukan

Pusara Panglima Besar Letnan-Djenderal Soedirman. Tenang-tenteram, sunji-sepi setelah 4 tahun melakukan perdjuangan untuk menegakkan, mempertahankan, menjusun dan membangun kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air.

sehebat-hebatnja, Soedirman djatuh sakit, parunja rusak, akan tetapi segalanja ini tiada diindahkannja dalam mendjalankan tugas dan dharmanja itu. Dimasa parunja hanja tinggal satu, Soedirman mengadakan perang gerilja untuk nusa dan bangsa. Tiada damai dan istirahat baginja, dalam perang gerilja jang menghebat itu selama tidak kurang dari enam bulan. Perdjuangan jang tidak kenal kompromi, baik bagi diri dan kesehatannja sendiri!

 Dengan setengah djiwa, paru satu, dia kembali membawa kemenangan dan kejakinan ke Jogjakarta. Kini Soedirman telah berpulang, mendahului kita jang masih hidup, akan tetapi dia meninggalkan nama jang tertulis dengan tinta emas, pudjaan bangsa, dilembaran sedjarah.

 „Soedirman, kini Dikau telah diangkat mendjadi Djenderal, tetapi itu hanjalah pangkat dimuka namamu sadja! Namamu bukan sadja tertulis dalam sedjarah keemasan nusa dan bangsa, akan tetapi lebih mendalam terguris dikalbu putera-putera Indonesia ... Semoga Tuhan Seru Sekalian ‘Alam memberkati rohmu. Amin !”

Keluarga Panglima Besar Letnan-Djenderal Soedirman. Dengan duka-tjita jang ta’ dapat dilukiskan oleh perasaan tiap-tiap putera Indonesia, memandang pusara. ....
Ditengah jang memakai kudungan, tampak Bu Dirman tunduk didepan pusara Pak Dirman

Sambutanku . . . .


Walau Aku ..... djauh dari padamu
tersilang pandang, dibendung gunung,
ditirai awan membatas mata .....
namun Aku kenal ― tahu siapa akan dikau
Kau .... Panglima perwira bunda.

Kau lahir dikala alam dikekang lengan asing.
Kau melondjak ― gelisah ..... ingin bebas ― luas hati.
Kau kelana .... menuntut ilmu ..... untuk membela.
Hati meradjuk .... akal terbuka
Kau laksana ..... menebus duka.

Dari sukma rakjat ..... berselubung mendjelma peluru
Kau berenang menembus tirai kilauan atma .... dahsjat
timbul ― tenggelam dilautan darah, dialun masa
― dari kota menembus rimba ― mentjipta Arena
bagi yuda pemuda menuntut bakti 'tuk Pertiwi.

Berkentjang pinggang
Bersantap ni'mat tjahja Surya
Berperisai keteguhan kalbu semesta
Kau selalu tenang-tenang menentang lawan
Pertjaja ..... Kita menang.

Kini ..... wudjudmu 'lah hilang, namun namamu ....
harum laksana sari-bunga, berseliara mendalam
rasa ..... dalam tiap ― djantung kalbu Pemuda.

(INTISARI)
Dari Penjusun,
Matsum Lubis.

Penutup

Sedjarah hidup dan perdjuangan Panglima Besar Let.-Djenderal Soedirman telah berachir pada tanggal 29 Djanuari 1950 jang lalu. Akan tetapi, itu tidaklah berarti tammat dan selesainja tjita-tjita beliau, baik sebagai Bapak Tentara maupun sebagai Putera Indonesia. Karena beliau sebagai Bapak Tentara dalam tjita-tjitanja untuk menjusun dan mewudjudkan:

SATU TENTARA
SATU KOMANDO dan
SATU IDEOLOGIE

barulah berada dalam tingkat pelaksanaannja. Tegasnja, belum menjatakan gambaran jang positif bagi kandungan djiwa-besar pahlawan itu.

Sebagai putera Indonesia, tjinta dan kasih beliau pada bangsa dan tanah-air barulah dapat dirasakan oleh seluruh bangsa dalam tingkat perdjuangan selama 4 tahun ini jang dalam duka dan suka bersama-sama dengan para-perwira tanah-air dan bangsa mempertahankan tapak demi tapak bumi Ibu Pertiwi dari terkaman musuh bangsa dan negara.

Tiap-tiap orang jang mengaku dirinja putera Indonesia sudah pasti akan mengakui, bahwa pertanggungan-djawab beliau terhadap runtuh dan bangunnja negara dan bangsa telah beliau tunaikan dengan mengorbankan kesehatan, kesenangan dan djiwa-raga beliau sehingga menerbitkan perasaan hormat dan terharu akan djiwa-besar jang dimiliki beliau itu.

Memang, bila diturut kehendak seluruh rakjat Indonesia, djanganlah hendaknja dulu beliau meninggalkan kita dalam saat sebagai dewasa ini,

dimana tenaga, fikiran dan djiwa-besar beliau itu sedang dibutuhkan sangat oleh tentara, negara dan bangsa. Akan tetapi jang demikian itu kiranja tidak diizinkan oleh Tuhan Jang Maha Kuasa, karena kodrat-Nja telah berlaku pada beliau untuk membebaskannja dari derita penjakitnja jang selama 2 tahun ini beliau idam.

Beliau kembali, kembali kehaderat Allah s.w.t., akan tetapi djiwa-besar beliau dan tjita-tjitanja tetap hidup dan kekal dalam tiap-tiap djiwa putera Indonesia umumnja, djiwa peradjurit chususnja. Hidup penaka lambang dan pedoman pada waktu kita menjusun, membangun dan menegakkan tiang-tiang kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air. Djiwa-besar jang telah memberkahi persada Ibu Pertiwi itu, adalah djiwa-besar jang sewaktu-waktu dapat memberikan petundjuk, teladan dan pedoman untuk kemuliaan, kebahagiaan dan kegemilangan semarak tanah-air dari masa-kemasa, sehingga beliau pada lahirnja sadja „mati”, akan tetapi bathinnja, ― djiwanja tetap hidup dan berjuang.

Mengembangkan, mempeladjari dan memperdjuangkan tjita-tjita beliau itu bagi tiap-tiap peradjurit dan bangsa, itu berarti kita meneruskan tjita-tjita dan gelora djiwa-besar beliau itu. Sebaliknja, bila tjita-tjita dan gelora djiwa-besar beliau itu kita „matikan” dalam djiwa kita, maka itu berarti, bahwa kita mengchianatinja. Oleh karena itu, marilah bersama-sama kita tjamkan dan amalkan semua itu supaja semoga tjita-tjita, djiwa-besar dan perdjuangan beliau itu dapat diwudjudkan.

Djakarta-Raya, 30 Djanuari 1950.

Kenang-Kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman (page 28 crop) Pak Dirman dan Bu Dirman
beserta seorang puteranja
jang paling bungsu. Gambar
ini adalah gambar jang
paling terachir semasa almarhum
masih hidup.

Pelaksana Keamanan.



kepada merekalah
dipikulkan kewadjiban
oleh Pemerintah untuk
melaksanakan keamanan
dan jang sungguh berat
pertanggungan-jawabnja.

Commodore Surjadarma

Lt. Kol. Daan Jahja
Daerah Djakarta.

Kol. Sadikin
Djawa Barat.

Kol. G. Subroto
Djawa Tengah.

Kol. Sungkono
Djawa Timur.


Lt. Kol. Taswin
Kota Djakarta.

Lt. Kol. Simbolon
Sumatera Selatan.

Lt. Kol. Djambek
Sumatera Utara.

Kol. Kawilarang
Sumatera Tengah.

Seorang pahlawan meninggal.
Hidupkanlah terus semangatnja!




,,Empat tahun jang belakang kita penuh penderitaan dan penuh pengorbanan .............

Dalam memandang kedepan kita insjafi, bahwa masih kita hadapi gelombang-gelombang kesulitan dalam membela dan membangun kemerdekaan kita keluar dan kedalam, akan tetapi dengan tekad dan pengalaman jang kita gembleng selama 4 tahun ini, maka kita ta' ragu-ragu menghadapi tugas-tugas kewadjiban itu.

Djangan mudah tergelintjir dalam sa'at-sa'at jang akan menentukan nasib Bangsa dan Negara kita, seperti jang kita hadapi.

Insjaf, pertjaja dan jakinlah, bahwa kemerdekaan sesuatu Negara dari Bangsa jang didirikan diatas timbunan korban harta-benda dan djiwa-raga dari rakjat dan bangsanja itu, Insja-Allah tidak akan dapat dilenjapkan oleh manusia siapapun djuga."


Kutipan Perintah-harian Panglima Besar
SOEDIRMAN.
5 Oktober 1949.

„........ Berdjuanglah terus,
korban sudah tjukup banjak ......!”




Utjapan Panglima Besar Soedirman
setibanja di Djokjakarta dari
perdjuangan gerilja
Djuli 1949.