Kenang-Kenangan Pada Panglima Besar Letnan Djenderal Soedirman
![]() | Disarankan membagi karya ini menjadi beberapa halaman. JIka Anda ingin membantu, silakan lihat pedoman gaya dan halaman bantuan. |
KENANG - KENANGAN
PADA
PANGLIMA BESAR
DJENDERAL
SOEDIRMAN
Diterbitkan oleh:
PERWAKILAN
KEMENTERIAN PENERANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DJAKARTA
Disusun oleh: MATSUM LUBIS
DIATAS SEGALA DJASA DAN
PENGORBANAN
Dipersembahkan kepada
Alm. P. B. Letnan-Djenderal
SOEDIRMAN
- Tiada kata kalah diatas perdjuanganmu
- namun, itulah kemenanganmu
- pada waktu dan sa’at-sa’at
- dimana maut dan kemerdekaan
- semakin mendekat
- pada titik merah sedjarah
- .......................................
- Djuga tiada kata mati
- diatas segala tulisan dan lisan
- namun, itulah pendjelmaan
- semangat dan djiwa besar
- pada dasar . . . . . dimana
- tekad, tjita dan pinta berpadu
- dan berlaku!
- Tiada, tiada kata melaras rasa
- selain do’a pada jang ESA
- semoga,
- diatas segala djasa dan pengorbanan
- hiduplah bangsa selandjut masa
- semerbak melati mekar djaya
- dalam ‘alam bahagia bangsa
MATSUM LUBIS
- Djakarta-Raya, 17 April 1950.
ISINJA:
- Sepatah-Kata (Kenang-kenangan pada Djenderal Soedirman).
- Berita Wafatnja.
- Perintah-Harian Fgd. Kepala Staf Angkatan Perang R.I.S.
- Riwajat Hidup dan Perdjuangan P. B. Soedirman.
- Order-Harian Panglima Besar Djenderal Soedirman.
- Pidato P. M. Drs. Hatta.
- Kesan P. M. Republik Indonesia Dr. Halim.
- Pidato Menteri Pertahanan R.I.S. Hamengku Buwono IX.
- Pesan Kolonel T. B. Simatupang.
- Pesan Gubernur-Militer Djawa Tengah Kol. Gatot Subroto.
- Pesan Gubernur-Militer Jogjakarta Paku Alam.
- Pesan Gubernur-Militer A. E. Kawilarang.
- Kesan Hamka.
- Sepatah-Kata (Kenang-kenangan pada Djenderal Soedirman).
Pendapat Pers - Nasional:
- ,,Merdeka" - Djakarta.
- ,,Pedoman". - Djakarta.
- ,,Indonesia Raya" - Djakarta.
- ,,Waspada" - Medan.
- ,,Nasional" - Semarang.
- ,,Kedaulatan Rakjat" - Djokjakarta.
- ,,Mimbar Indonesia" Djakarta.
- ,,Madjalah Merdeka" Djakarta.
- Sambutanku .....
- Penutup.
- ,,Merdeka" - Djakarta.
SEPATAH-KATA
(Kenang-kenangan pada Panglima Besar Djenderal Soedirman)
Panglima Besar Letnan-Djenderal Soedirman telah wafat. Wafat dengan meninggalkan nama dan djasa gilang-gemilang bagi semarak sedjarah perdjuangan dalam menegakkan kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air. Untuk mana, kita sebagai putera-Indonesia, harus mengakui, bahwa beliau adalah seorang pedjuang-nasional jang berdjiwa-besar dan revolusioner, seorang pedjuang kemerdekaan jang tolak-bandingannja, seorang kesatrya dan patriot-sedjati. Dengan tidak melupakan djasa para-pahlawan jang telah gugur sebelum beliau, marilah kita bersama-sama menjatakan hormat dan chidmat dengan mengenangkan agak sedjenak djasa dan pengorbanan jang telah beliau berikan selama ini.
Kita kenangkan, bahwa segala pengorbanan dan derita jang telah beliau berikan itu, semata-mata bukanlah untuk mengedjar kepentingan sendiri atau memburu pangkat dan kekajaan diri sendiri, akan tetapi semata-mata ditudjukan untuk kemuliaan, kehormatan dan kebahagiaan bangsa, negara dan tanah-air. Keta'atan dan ketekunan beliau dalam mendjalankan tugas negara selama masa 4 tahun ini, menundjukkan kepada kita, bahwa beliau sebagai peradjurit dan putera-negara ichlas mengorbankan segala kemewahan dan kesenangan diri bagi menunaikan kewadjiban dan panggilan Ibu Pertiwi.
Dan, kini beliau telah meninggalkan kita. Beliau tinggalkan dalam keadaan dan suasana dimana negara, bangsa dan tanah-air sedang meminta tenaga, fikiran dan tuntunan seperti apa jang telah beliau lakukan selama ini.
Akan tetapi, sebagai djuga kata amsal: „Patah tumbuh, hilang berganti”, demi djiwa-besar Soedirman haruslah tetap mendjelma. Mendjelma dalam tiap-tiap djiwa patriot dan pedjuang bangsa dan tanah-air untuk melandjutkan dan menunaikan tjita-tjita dan kandungan djiwa-besarnja itu. Bila beliau selama 4 tahun ini telah membuat sedjarah perdjuangan kemerdekaan bangsa, negara dan tanah-air dengan gilang-gemilang ― dimana kelak para-ahli sedjarah, pudjangga dan sasterawan akan melukiskannja dengan tinta-emas ― maka dalam tahun-tahun dan abad-abad jang mendatang bagi sedjarah perdjuangan kita, bagi tiap-tiap putera Indonesia, haruslah turut membuat sedjarah sebagai apa jang telah, bahkan lebih lagi dari pada jang telah dirintis oleh beliau. Perdjuangan kemerdekaan, bangsa dan negara tidak hanja sampai pada baris dan titik perdjuangan jang telah dilakukan oleh Panglima Besar Soedirman, akan tetapi itu baru sebagai perdjuangan pertama dalam rangkaian sedjarah perdjuangan jang akan datang jang selama masih ada seorang bangsa Indonesia dimuka buminja, perdjuangan itu tetap dan terus dilakukan.
Oleh karena itu, dalam menghadapi masa datang itu, dimana pembangunan negara, bangsa dan tanah-air serta kemerdekaan-djiwa, sudah selajaknja bila kita selalu mengenangkan dan meneladan perdjuangan seperti apa jang telah pernah dilakukan oleh beliau. Tegasnja djiwa-besar jang dimiliki oleh beliau itu harus pula kita miliki sebagai lambang dan kebesaran perdjuangan bangsa seumumnja.
Berhubung dengan itu pulalah sebagai tanda hormat dan penghargaan bangsa umumnja, negara chususnja, buku „KENANG-KENANGAN PADA PANGLIMA BESAR LETNAN DJENDERAL SOEDIRMAN” ini ― walaupun tidak lengkap dan sempurna ― kami terbitkan. Buku ini bukanlah merupakan sedjarah-hidup (biografie) akan tetapi sebagai djuga menurut nama buku ini, ia hanja merupakan kenang-kenangan belaka, kenang-kenangan bagi kita jang masih tinggal, jaitu suatu kenang-kenangan jang seharusnja ta' boleh kundjung dilupakan, karena ia telah terpahat dalam tiap-tiap djiwa-perdjuangan kemerdekaan.
Semoga dengan djalan mengenang dan meneladan perdjuangan beliau itu, ada djua faedahnja dan manfa'atnja bagi melandjutkan perdjuangan kita dewasa ini. Amin!
Merdeka! | Perwakilan | |||||||
KEMENTERIAN PENERANGAN | ||||||||
Republik Indonesia | ||||||||
Djakarta-Raya 30-1-'50. | (MUHADI) |
Inna Lillahi wa' inna Ilaihi Rodji'un
Sore hari ini tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 telah wafat Letn. Djenderal SOEDIRMAN di Magelang dalam usia 38 tahun.
Belasungkawa seluruh bangsa Indonesia atas wafatnja Pak Dirman, jang dalam duka dan suka dalam perang gerilja dan dalam keadaan sakit tetap memimpin perdjuangan.
Kita pandjatkan do'a kehadirat Tuhan, semoga Allah s.w.t. melimpahkan rachmat-Nja pada arwah Pak Dirman.
Semoga Bu Dirman dengan 7 puteranja mendapat perlindungan Tuhan.
Mulai Besok pagi seluruh Negara Republik Indonesia berkabung dengan mengibarkan bendera setengah tiang.
Pemakaman dilakukan tanggal 30 Djanuari 1950 di TAMAN - BAHAGIA, berangkat dari Mesdjid Besar djam 15.00.
Djokjakarta, 29 Djanuari 1950.
KEMENTERIAN PENERANGAN
Republik Indonesia
Perintah-Harian Fgd. Kepala Staf Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat.
- Kepada:
- Kepada:
- Seluruh anggauta Angkatan Perang
- Republik Indonesia Serikat.
- Pada tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, Letnan Djenderal Raden Soedirman telah mendahului anak-anaknja. Beliau berpulang ke rachmattullah di Magelang setelah menderita sakit.
- Jang Mulia Perdana Menteri atas nama Paduka Jang Mulia Presiden pada tanggal 29 Djanuari 1950 telah menganugerahi beliau pangkat Djenderal sebagai penghargaan atas djasa-djasa dan kesetiaan Beliau terhadap perdjuangan Kebangsaan serta usaha-usaha Beliau untuk penjempurnaan Angkatan Perang.
- Seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat diperintahkan berkabung selama tudjuh hari dengan:
- Mengadakan upatjara peringatan wafatnja Bapak Angkatan Perang kita pada tanggal 30 Djanuari 1950.
- Bendera masing-masing Kesatuan berkibar setengah tiang selama waktu tersebut diatas.
- Berkabung didjalankan dengan penuh chidmad dan hormat serta mendjauhkan segala tindakan dan tingkah laku jang dapat mengganggu suasana perkabungan.
- Pemakaman akan dilakukan pada tanggal 30 Djanuari 1950 di Jogjakarta
- Pemakaman supaja dihadliri oleh para komandan-komandan atau utusannja, djika keadaan memungkinkan.
- Perintah selesai.
Dikeluarkan : di Tempat. Pada tanggal : 29 Djanuari 1950. Djam : 22.00.
Fgd. KEPALA STAF ANGKATAN PERANG
REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
Kol. T. B. SIMATUPANG.
Djakarta, 30 Djanuari 1950.
Riwajat ringkas Panglima Besar Tempat kelahiran
Tempat kelahiran | : | Bodaskarangdjati, Kabupaten Purbalingga. | |
Orang tua | : | Assistent Wedana Pensiun Rembang, Kabupaten Purbalingga, Keresidenan Banjumas. | |
Pendidikan | : | Sekolah Guru Menengah Muhammadijah. | |
I. | Pekerdjaan diwaktu Belanda | : | Guru Muhammadijah dan terkenal sekali didalam kalangan Kepanduan Hisbulwathon. Tidak pernah mendjadi pegawai negeri Pemerintah Belanda. |
II. | Pekerdjaan diwaktu Djepang | : | Anggauta Syu Sangi Kai, kemudian dipaksa masuk mendjadi Tentara Pembela Tanah Air (Peta) dan mendapat latihan Daidantyo di Bogor.
Achirnja mendjadi Daidantyo di Kroja. |
III. | Pekerdjaan diwaktu Republik | : | Setelah dikeluarkan melutjuti Djepang di Banjumas, jang berkekuatan 1 (satu) Brigade dan membentuk pasukan Home-defence, sampai mendjadi Badan Keamanan Rakjat hingga Tentara Keamanan Rakjat.
Mendjadi Komandan Resimen I Divisi V, kemudian mendjadi Panglima Divisi V. |
Sifat | : | Alim, berkemauan keras, berbudi baik, sederhana.
Pada dirinja tersimpul segala watak-watak Peradjurit, jang tidak meninggalkan perasaan kemanusiaan. |
Djakarta, 30 Djanuari 1950.
Order harian Panglima Besar Besar Angkatan Perang Republik Indonesia kepada segenap Anggauta Angkatan Perang R. I.
Pada Hari Angkatan Perang 5 Oktober 1949 di Djokjakarta
MERDEKA,
Mengingat, tingkat perdjuangan bangsa dan negara pada saat-saat jang kritisch sekarang ini, saja sampaikan order harian kepada seluruh Anggauta Angkatan Perang R. I.:
- Tiap-tiap tanggal 5 Oktober kita peringati Hari Ulang Tahun Angkatan Perang Republik Indonesia dan pada saat ini, kita rajakan peringatan jang ke IV hari jang mulia itu. Tiap kali hendaknja kita tindjau kebelakang, riwajat jang telah kita tempuh, dan kedepan hendaknja kita lihat dengan tegas-tegas kewadjiban-kewadjiban jang akan datang, jang hendaknja kita kerdjakan dengan sempurna, dengan tekad dan kesanggupan kita.
- Empat tahun sudah kita menderita, kita berkorban. Dan dalam pada itu Angkatan Perang madju dalam perdjuangan kemerdekaan, ditengah-tengah revolusi. Karenanja Angkatan Perang adalah tentara nasional, tentara rakjat –– tentara revolusi.
- Dalam memandang kedepan, hendaknja kita insjaf, bahwa masih banjak kita hadapi gelombang-gelombang kesulitan. Maka keluar dan kedalam hendaknja kita tempuh dengan tekad pengalaman selama 4 tahun ini dengan tidak ragu ragu menghadapi tugas kewadjiban itu. Saja pertjaja, dapat kamu semua mengatasi kesulitan-kesulitan.
- Berkat bakti dharma dari para peradjurit dan pahlawan jang telah gugur dalam perdjuangan kemerdekaan selama 4 tahun ini, bangsa akan tetap tegak mempertahankan kedaulatannja. Maka kepada para keluarga pahlawan, kepada seluruh keluarga Anggauta A. P., atas nama bangsa dan negara dengan ini saja njatakan bela-sungkawa, hormat dan terima kasih atas segala korban untuk kemerdekaan dan keselamatan bangsa.
- Perobahan situasi polítik internasional pada umumnja dan djuga pada chususnja mengenai penjelesaian pertikaian Indonesia-Belanda kini, djangan hendaknja mempengaruhi atau membelokkan arus perdjuangan tentara kita. Sumpah tentara, untuk mempertahankan bangsa dan negara hendaknja kita laksanakan dengan segala sesuatu jang ada pada kita.
- Ingatlah, bahwa peradjurit kita bukan peradjurit sewaan, bukan peradjurit jang mudah dibelokkan haluannja. Tentara kita masuk dalam tentara, karena keinsjafan djiwa, dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara.
- Djangan mudah tergelintjir dalam saat-saat seperti sekarang ini. Segala tipu-muslihat dan provokasi-provokasi jang tampak atau tersembunji dapat dilalui dengan selamat kalau kita waspada dan bertindak sebagai patriot.
- Dalam menghadapi keadaan apapun, djangan lengah, sebab kelengahan menimbulkan kelemahan dan kelemahan menimbulkan kekalahan sedang kekalahan menimbulkan penderitaan.
- Insjaf, pertjaja dan jakinlah, bahwa kemerdekaan negara dan bangsa jang didirikan atas tumpukan korban, tak akan dapat dilenjapkan oleh siapapun djuga.
- Bersama seluruh Angkatan Perang dengan ini saja pandjatkan doa kepada Tuhan seru sekalian Alam, semoga Allah s.w.a. melimpahkan rachmatnja pada arwah pahlawan jang telah mendahului kita, gugur dimedan perang. Dan mudah-mudahan para keluarganja dapat perlindungan Tuhan, didjauhkan hendaknja dari marabahaja. Amin.
Jogjakarta, 4 Oktober 1949.
Panglima Besar Angkatan Perang R. I.,
Let. Djen. SOEDIRMAN.
Inna Lillahi wa’ inna Ilaihi Rodji'un!
Dengan terperandjat dan merasa sedih kita menerima berita malam ini, bahwa Letnan Djenderal Soedirman meninggal dunia. Sungguhpun sudah lama dikuatirkan, bahwa penjakitnja tak mungkin sembuh lagi, wafatnja hari ini masih mengedjutkan. Saja kenal Djenderal Soedirman sebagai seorang jang keras hati, tetap kemauan. Dalam melakukan kewadjibannja, ia tak pernah mengingat dirinja sendiri, malahan senantiasa berpedoman kepada tjita-tjita negara. Demikian hebat ia mementingkan kewadjibannja, sehingga ia menjia-njiakan kesehatannja. Achirnja ia kena penjakit t.b.c. jang meniwaskan djiwanja sekarang. Sungguhpun dalam sakit, ia masih sempat meninggalkan Jogja pada permulaan aksi militer kedua, dan memimpin perang gerilja dari pegunungan. Djarang kuketemui orang jang begitu keras hatinja dan begitu setia memenuhi kewadjiban. Sebagai wakil Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pertahanan selama tahun 1948 aku banjak sekali berhubungan dengan Soedirman. Saja kenal ia dalam segala sifatnja. Sebagai seorang jang mempunjai tjita-tjita nasional dan seorang jang sangat tjinta pada Tanah-airnja, Djenderal Soedirman tidak segan-segan mengeluarkan pendapatnja terhadap politik jang didjalankan oleh Pemerintah. Sering-sering orang menjangka, bahwa ia adalah seorang jang sukar dikemudikan, seorang jang „lastig”. Tetapi siapa jang mengenal dia dari dekat, sebagaimana saja mengenalnja, mengakui, bahwa Soedirman adalah seorang jang keras hati jang suka membela pendiriannja dengan bersemangat. Tetapi apabila Pemerintah telah mengambil keputusan, ia selalu ta'at dan mendjalankan keputusan itu dengan sepenuh-penuhnja tenaganja. Djenderal Soedirman adalah seorang jang sangat disipliner, jang harus mendjadi tjontoh dan teladan bagi tentara kita seluruhnja. Sajang. sifatnja jang achir ini kurang diketahui.
|
Dengan meninggalnja Djenderal Soedirman kita kehilangan seorang pendekar jang kuat sekali berusaha untuk menjatukan tentara kita jang berasal dari Peta dan Knil. Berkat usahanja itu, maka kita mentjapai suatu T.N.I. jang tak mengenal pertentangan antara Peta dan Knil, dan hanja semata-mata tentara nasional Indonesia. Soedirman djuga jang mendjadi kampiun dari pada sembojan, bahwa dalam suatu negara jang adab dan modern hanja ada satu tentara sebagai alat negara. Oleh karena itu ia berusaha dengan segala kebidjaksanaan jang ada padanja untuk menghilangkan Jaskar-laskar sebagai barisan perdjuangan jang berdiri disebelah T.N.I. Sebenarnja tenaga dan tabi’at Djenderal Soedirman sebagai pemadu persatuan-tentara sangat berguna pada sa’at sekarang ini, selagi kita berusaha memasukkan peradjurit-peradjurit Knil kedalam tentara R.I.S., jang T.N.I. mendjadi kernnja. Tetapi harapan kita sia~sia belaka. Tuhan jang Maha-kuasa dan Maha-mengetahui berbuat kehendaknja! Dengan berpulangnja Soedirman, tentara kita kehilangan Bapaknja jang disajanginja dan Bapak jang sajang pada anak-anaknja. Figuur Soedirman sukar diganti. Bagi tentara kita kehilangan ini hanja dapat diatasi dengan memperkuat disiplin dan memperkuat rasa kewadjiban terhadap negara. Tanamlah dalam hati perkataan jang sering sekali diutjapkan oleh Letnan Djenderal Soedirman: „Tentara adalah alat negara. Tentara tidak berpolitik, Politik Tentara ialah politik negara”. Dengan meninggalnja saudara Soedirman aku merasa kehilangan seorang kawan jang setia. Mudah-mudahan Allah melapangkan arwahnja dalam kubur. Sekarang atas nama Presiden Republik Indonesia Serikat, saja njatakan dengan ini, bahwa Soedirman almarhum diangkat mendjadi Djenderal! |
![]()
|
Hamengku Buwono IX:
|
Pidato radio Menteri Pertahanan tg. 29 Djan. 1950.
Pada tanggal 29 bulan Djanuari 1950, pukul 18.30 Bapak Angkatan Perang, Letnan Djenderal R. Soedirman telah mendahului anak-anaknja. Beliau berpulang kerachmattullah di Magelang pada pukul 18.30 setelah menderita sakit. J. M. Perdana Menteri, atas nama P. J. M. Presiden, pada malam ini telah memberikan kepada beliau pangkat Djenderal, sebagai penghargaan dari djasa-djasa beliau terhadap perdjuangan kebangsaan. Anak-anakku sekalian, anggauta-anggauta Angkatan Perang! Pada saat jang mahaberat ini bagi anak-anakku sekalian saja menjerukan: perolehlah kekuatan dari tjontoh jang selalu diberikan oleh Djenderal Soedirman untuk mengatasi saat-saat jang berat ini. Ketetapan dan ketabahan hati beliau, kesetiaan beliau terhadap perdjuangan rakjat Indonesia, usaha-usaha beliau untuk menjusun Angkatan
|
Perang jang sempurna, hendaklah mendjadi pedoman dalam hidup tiap peradjurit Indonesia, dan dalam perkembangan Angkatan Perang Indonesia dalam waktu jang akan datang. Djalan jang terletak didepan Angkatan Perang kita masih sulit; tjontoh Bapak Angkatan Perang jang hari ini meninggalkan anak-anaknja akan memberikan kekuatan djiwa kepada Angkatan Perang kita untuk menempuh djalan jang sulit itu. Djenderal Soedirman telah memberikan sifat dan arah jang terang kepada Angkatan Perang Indonesia, ja’ni: Angkatan Perang adalah Pelindung Rakjat dan Abdi Rakjat. Seorang peradjurit setelah menunaikan kewadjibannja terhadap Negara dan Bangsanja, telah dipanggil oleh Tuhan jang Maha Esa. Namanja akan tetap tertjantum diantara Pahlawan-pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia. |
Wakil-wakil R.I.S. untuk upatjara pemakaman Almarhum Panglima Besar Letnan -Djenderal Soedirman.
Untuk melakukan ta’ziah dan menghadiri upatjara pemakaman Almarhum Panglima Besar Letnan- Djenderal Soedirman, maka selaku wakil-wakil Pemerintah dan Angkatan Perang R.I.S., hadir:
- Menteri Pertahanan, Hamengku Buwono IX,
- Menteri Kesehatan, Dr. Leimena,
- Menteri Agama, Wachid Hasjim,
- Menteri Penerangan, A. Mononutu,
- Kolonel Bambang Sugeng,
- Kolonel Wijono, dan lain-lainnja.
![]() Saudara-saudara, Pada hari ini kita memperingati seorang Indonesia jang besar, seorang peradjurit jang setia terhadap perdjuangannja, seorang pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia. Hampir semua jang hadir disini mengenal Djenderal Soedirman dari dekat sebagai Bapak, sebagai teman seperdjuangan, sebagai peradjurit, sebagai patriot dan sebagai manusia. Lebih dari 4 tahun kita bekerdja dibawah pimpinan Djenderal Soedirman. 4 tahun itu adalah waktu jang sangak sulit; tidak ringan perdjuangan selama waktu itu. Angkatan Perang kita telah menghadapi kesulitan-kesulitan dan antjaman-antjaman dari dalam dan dari luar selama Angkatan Perang itu berada dibawah Pimpinan Djenderal Soedirman. Dalam keadaan jang bagaimanapun sulitnja, dengan tiada mengingat dirinja sendiri, Djenderal Soedirman selalu bertindak sesuai dengan sumpahnja sebagai peradjurit. Dalam waktu Angkatan Perang menghadapi kesulitan-kesulitan jang baru, akan tetapi djuga
|
Kol. T. B. Simatupang :
Besar, seorang Peradjurit jang setia terhadap perdjuangannja seorang pahlawan Kemerdekaan Rakjat Indonesia.”
Pada waktu kita memperingati Bapak Angkatan Perang kita, marilah kita memperingati pula semua teman-teman seperdjuangan jang telah memberikan djiwanja atau kesehatannja bagi keselamatan rakjat Indonesia. Pada saat ini saja, atas nama Saudara-saudara sekalian mengutjapkan djandji, bahwa kita akan selalu mendjundjung tinggi pengorbanan mereka dengan bertindak dan hidup sebagai peradjurit Indonesia jang sedjati. Tadi malam J. M. Menteri Pertahanan mengutjapkan dalam pidatonja: „Seorang Peradjurit setelah menunaikan kewadjibannja terhadap Negara dan Bangsanja telah dipanggil oleh Tuhan jang Maha Esa”. Dapatlah saja menutup pidato jang singkat ini dengan menjatakan: „Beribu-ribu peradjurit Indonesia bersedia untuk meneruskan perdjuangan untuk mana Pak Dirman telah memberikan hidupnja”. Sekian. Djakarta, 30 Djanuari 1950. |
Kiri: Mobil djenazah menudju kemesdjid-raya Djokjakarta. Disepandjang djalan kelihatan rakjat dari segenap lapisan berdiri ditepi djalan tanda turut menjatakan duka-tjitanja. Kanan: Djenazah diusung kemesdjid-raya.
- „Bapak Soedirman telah menunaikan kewadjibannja jang setia...
Beliau selalu dipandang sebagai Pemimpin jang djudjur jang selalu memberi tjontoh dan dorongan jang kuat.....”
Dengan rasa pilu dan sedih saja memberitahukan kepada segenap Anggauta Angkatan Perang dan kepada seluruh rakjat wilajah Djawa Tengah, bahwa Bapak kita, Djenderal Soedirman, Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia, kini Kepala Staf Angkatan Perang R.IS., pada hari Minggu malam tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 telah dipanggil kembali menghadap Tuhan dengan tenteram dan tenang, di Magelang. Bagi Anggauta Angkatan Perang, mangkatnja Bapak Soedirman ini dirasakan sebagai kehilangan seorang Ajah jang sebenarnja. Seorang Ajah jang selalu memberi kekuatan, selalu mempersatukan anak-anaknja jang beribu-ribu djumlahnja, serta terpentjar tempatnja. Bapak Soedirman hingga pada sa’at mangkatnja belum pernah bergembira suka bersama-sama anak-anaknja, tetapi ditiap sa’at susah dan sukar, sa’at-sa'at pengembaraan dihutan dan digunung, disitu Almarhum selalu berada, memimpin dan menghimpun. Itu dirasakan meresap oleh seluruh Anggauta Angkatan Perang kita. Bagi rakjat seumumnja, Bapak Soedirman selalu dipandang sebagai Pemimpinnja jang djudjur, jang selalu memberi tjontoh dan dorongan jang
|
kuat, kearah persatuan masjarakat, kearah pengorbanan sutji terhadap peri-kemanusiaan, peri-ke-Tuhan-an, kearah Pantjasila jang mendjadi pelangi Bangsa Indonesia. Bapak Soedirman telah menunaikan kewadjibannja jang sutji terhadap Nusa dan Bangsa dengan segala pengorbanannja, jang pantas sekali mendjadi suri-tauladan seluruh Bangsa Indonesia. Marilah kita berduka-tjita, mengenangkan wadjah-Ajah, dengan bersumpah pada diri-pribadi, akan meneruskan djedjak Bapak, mendjaJankan semua piwelingnja jang luhur, hingga tjita-tjita kita dikabulkan oleh Tuhan Jang Maha Luhur dan Sutji Abadi. Kepada semua kantor, kepada segenap rakjat, saja perintahkan untuk pengibaran-duka dari Sang Dwiwarna, sebagai tanda penghormatan terachir kepada Bapak Soedirman Almarhum, selama tiga hari. Inna Lillahi wa'inna Illaihi rodji'un.
Gubernur Militer D.M.I. II/II-Div. III |
![]() Djenazah diusung oleh para-opsir tinggi.
|
![]() Djenazah memasuki gerbang mesdjid-raya jang diiringi |
Paku Alam :
Gubernur Militer Daerah Istimewa Jogjakarta, S.P. Paku Alam menerangkan kepada „Antara”, bahwa dengan wafatnja Panglima Besar Soedirman, seluruh rakjat Indonesia umumnja dan Angkatan Perang chususnja, kehilangan seorang ![]()
![]()
|
![]() Bapak jang tidak terhilai djasa-djasanja kepada tanah-air dalam masa perdjuangan kemerdekaan ini. Terutama rakjat dan Angkatan Perang tidak dapat melupakan djasa-djasa almarhum dalam peperangan gerilja, jang walaupun menderita gering merupakan sumber ilham kekuatan perdjuangan kepada seluruh rakjat dan Angkatan Perang, demikian S.P. Paku Alam dengan terharu. ![]()
|
![]() |
A. E. Kawilarang :
peradjurit-patriot, sebagai Senapati ing ngalogo, sebagai pahlawan kemerdekaan adalah suatu kehilangan dan kerugian besar bagi bangsa dan negara umumnja dan Angkatan Perang chususnja.....” |
Para Perwira, bintara dan bawahan.
Pada tanggal 29 Djanuari 1950 djam 18.30 waktu di Djawa telah berpulang kerachmattullah Jang Mulia Djenderal Raden Soedirman, Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat, setelah sekian lamanja menderita sakit. Kedua: Kemangkatan Djenderal Soedirman, sebagai peradjurit-patriot, sebagai Senapati ing ngalogo, sebagai pahlawan kemerdekaan adalah suatu kehilangan dan kerugian besar bagi Bangsa dan Negara umumnja dan bagi Angkatan Perang chususnja, dan kita semua sebagai peradjurit kebangsaan, mulai dari bawahan, bintara sampai perwira berkabung dalam duka-tjita dan perasaan bela-sungkawa atas wafatnja beliau jang timbul dari lubuk hati jang semurni-murninja dan seichlas-ichlasnja. Ketiga: Patah tumbuh, hilang berganti. Djenderal Soedirman mangkat, kita peradjurit-peradjurit muda, tampil kemuka untuk melandjutkan djedjak Almarhum dan melandjutkan perdjuangan jang telah dirintis beliau dalam mengedjar tjita-tjita kebangsaan dengan sendjata jang telah diwariskan olehnja kepada kita, ialah semangat perdjuangan, semangat keperwiraan, semangat kebangsaan, |
ketabahan dan keteguhan dan keichlasan menderita jang berdasarkan disiplin militer dan disiplin nasional, dalam menunaikan tugas-kewa- djiban terhadap Nusa dan Bangsa. Keempat: Saja pertjaja, saja jakin, bahwa semua perwira, bintara dan bawahan, jang bernaung dibawah komando saja, pada saat duka dan sedih sekarang ini tiada akan melupakan amanat Almarhum, bahwa kita sebagai peradjurit akan timbul dan tenggelam bersama-sama dengan Bangsa dan Negara. Saja pertjaja, saja jakin, bahwa semua peradjurit saja akan memperbaharui tekad melandjutkan perdjuangan Bangsa dan Negara, dengan dipelitai djiwa dan roh Djenderal Soedirman jang akan berada selalu didalam Angkatan Perang kita, hingga tertjapai pantai idam-idaman kebangsaan Indonesia. Kelima: Para peradjurit semuanja, mendiang Djenderal Raden Soedirman mengharap, bahwa kita sekalian akan tetap melakukan tugas kewadjiban kita sebagai pemuda-patriot dan sebagai peradjurit terhadap Nusa dan Bangsa dengan penuh keinsjafan, kesedaran dan ketaatan berdasarkan kepertjajaan pada tenaga diri sendiri dan tenaga bangsa sendiri. Selesai.
Komandan |
![]() Mobil djenazah menudju ke Makam Pahlawan dengan diiringi
|
![]() Mobil Djenazah dikawal oleh para-pérwira. |
Hamka:
Bangsa Sekutu telah mengakui, bahwa Belandalah jang akan kembali berdaulat disini. Untuk mempertahankan pengakuan itu, Inggerislah jang masuk kemari, dengan kepala perangnja Djenderal Sir Philip Christisen. Ketika mulai masuk, setelah melihat semangat jang berkobar, dia mengatakan, bahwa dia tidaklah akan mentjampuri urusan politik, dia hanja akan membebaskan orang tawanan, dan melutjutkan sendjata Djepang. Tetapi, itu adalah Inggeris ! Dia tidak akan mentjampuri politik, tetapi segala kota jang penting telah didudukinja, dan tiap satu tempat didudukinja, diperkuatnja kedudukannja itu. Djakarta, Semarang, Bandung, Padang dan Palembang. Pemimpin kitapun insaf, kemana tudjuannja ini. Sekutu tahu, ada satu kota di Djawa jang penting untuk mendjadi pertahanan jang disebutnja kaum pemberontak, jaitu Jogja. Kitapun tahu, Jogja akan didjadikan pertahanan kita jang teguh. Sebab itu maka mendesaklah Sekutu dari Semarang, djatuh Ambarawa dan djatuh Magelang. Terbukalah djalan ke Djokja. Pemuda Soedirman, jang hanja terdidik dalam ![]() M.P. Belanda membéri karangan-bunga tanda turut berduka-tjita.
|
![]() Para-pandu Puteri memberi hormat dengan chidmadnja kepada djenazah. Peta dizaman Djepang, bertanggung-djawab mempertahankan Jogja. Kalau Magelang dapat diperkuat musuh, Jogja mesti djatuh sebab itu maka dengan kekerasan hati luar biasa, Soedirman mengumpulkan anak-buahnja bekas-bekas tentara Peta dan rakjat jang sedang penuh semangat. Dengan tidak mengingat berapa kekuatan musuh, dan berapa kekuatan persendjataan sendiri, dengan melilitkan handuk ketjil dikepalanja. Soedirman menjintak pedang samurainja, mengerahkan anak buahnja itu menjerang, menjerbu dan menggempur pertahanan Sekutu di Magelang. Sebagai seekor serigala jang galak, jang hanja mengingat satu perkara sadja, jaitu „Merdeka atau mati!” Matanja berapi-api dan ganas, pengikutnjapun menurutkannja dengan mata berapi-api dan ganas. Perdjuangan penghabisan, perdjuangan dari orang jang telah dekat kepada putus asa! Bambu runtjing, pedang samurai Djepang dan sendjata-sendjata tjurian, dikerahkan semua kemuka, berpadu dalam satu djiwa, djiwa Soedirman! Ngeri dan dahsjat! Meriam, senapan mesin, gegap gempita. Achirnja meriam tidak dapat lagi mematahkan semangat raksasa. Sekutu terpaksa mundur dan Magelang ditinggalkan. Djokja terlepas dari bahaja dan Presiden dan Wakil Presiden, sebagai pemimpin pemberontak, pindahlah dari Djakarta ke Djokja. Djiwa Soedirman jang perlu bagi tentara kemerdekaan. Sebab itu maka Bung Karno berkenan mengangkatnja sebagai Panglima Besar! Selalu ada pertanjaan, mengapakah Soedirman jang diangkat mendjadi Panglima Perang Besar; Apa sekolahnja, pernahkah dia ke Breda. Dan kabarnja konon dia hanja guru Muhammadijah. Seakan-akan nama Muhammadijah itu sadja sudah tjukup buat memandangnja „orang enteng”. Sajapun kadang-kadang berperasaan demikian. Apalah kebesarannja Soedirman itu. Ditahun 1941, seketika kami Kongres di Djokja, saja sudah Konsul Muhammadijah djuga dari |
![]() Didepan pintu gerbang Makam Pahlawan djenazah diusung oleh para-perwira,
Tetapi tuan, ini adalah djiwa besar, dan tjahaja dari djiwa jang besar kerap benar timbulnja dari tempatnja jang ketjil. Pilihan kepada Soedirman bukan kepada diplomanja. Tetapi pilihan kepada Soedirman adalah kepada djiwanja. Walau ketika badannja sehat sekalipun, tubuhnja hanja sederhana landai, tetapi matanja berapi, mata jang tidak mengenal patah hati didalam menudju tjita-tjita besar. Banjak Djenderal Major, Kolonel dan Letnan Kolonel dibawahnja, jang lebih tinggi diplomanja dari padanja, tetapi semuanja insaf bahwa djiwa Soedirman belum tertinggi oleh mereka. Bertambah besar dan tinggi kedudukannja, bertambah terbajang kebesaran itu. Keluar dia merupakan serigala jang galak, kedalam dia merupakan Bapak jang pengasih. Berapa banjaknja kesulitan jang telah kita tempuh, berapa banjaknja angin badai jang telah menggojangkan beringin negara kita. Ingatlah seketika pristiwa 3 Juli! Ingatlah seketika Sjahrir ditjulik. Berapa banjaknja fitnah atau hasutan baik kepadanja atau kepada pimpinan Negara, supaja tiang-tiang agung kemerdekaan ini dapat digojangkan. Ada kabarnja jang membisikkan, bahwa Soedirman — kalau mau —, bisa menumbangkan Soekarno dan mengambil pimpinan sendiri. Tetapi tidak! Soedirman adalah pentjinta Negara, pentjinta Soekarno-Hatta, hidup dan mati. Ketika Sjarifuddin berkuasa, dari djauh nampak benar bagaimana Sjarifuddin mentjoba mengurangi kekuasaannja dengan membuat Biro Perdjuangan. Tetapi tidak telap! Sebab urat Soedirman lebih teguh kebawah! Jang lebih kuat dari Sjarifuddin sebagai Bung Tomo dan Hizbullah, lebih setia hidup-mati kepada Soedirman, dari kepada Sjarifuddin.
|
Banjak jang memandang enteng kepadanja, karena sekolahnja! Orang lupa, bahwa pentjipta pekerdjaan besar-besar, bahkan para-Nabipun, dan para pudjangga, lebih banjak djumlahnja senasib dengan Soedirman. Memandang enteng kepadanja sebelum masuk kedalam kantornja. Dan keluar dengan rasa malu kepada diri sendiri, karena tahu ketjilnja diri dihadapan djiwa besar. Berapa banjaknja opsir jang pingah dan royal sebelum datang ke Jogjakarta, berobah pekertinja setelah kembali. Sebab dilihatnja „Bapak”nja sendiri hanja seorang jang sederhana. Dia diundang ke Djakarta hendak berunding perkara tentara kantong! Dia datang dengan pengiringnja. Tetapi dengan tjongkak tentara Belanda menjuruh menanggali sendjata pengiring-pengiringnja seketika akan masuk ke Djakarta. Dia kembali. Dia kembali ke Djokja. Dia tidak mau datang, kalau sambutan atasnja tidak sebagai sambutan atas seorang Kepala Perang dari satu Negara jang berdaulat. Terpaksa Belanda mengembalikan sendjata-sendjata itu dan minta ma’af. Dan dia masuk ke Djakarta dengan penuh kebesaran. Sajang, badannja ditimpa sakit. Tetapi djiwanja tetap sehat! Dia seorang tentara jang patuh! Maafkan saja, dia seorang Muslim jang patuh! Satu ajat dalam Qur’an dipegangnja betul, jaitu tha’at kepada Allah, kepada Rasul dan kepada Ulil-amri (pemerintah), ringan atau berat. Djiwanja tidak mau damai-damaian, runding-rundingan. Tetapi tjintanja kepada Negara, banjak sekali meminta pengurbanan perasaannja. Bagaimana djiwanja sampai begitu kuat? Padahal rabunja telah hantjur separuh karena tbc. Dia senantiasa mendekati Tuhan. Kabarnja konon, Malam Selasa, seketika badannja masih sehat, dia masih tetap datang mendengarkan adjaran-adjaran agama dibekas tempatnja beladjar dahulu, di Kauman. Dihari Djum’at dia duduk disaf jang pertama, mendengarkan adjaran chutbah chathib. Datang peristiwa Madiun. Semangatnja jang keras telah mengalir kedalam pipa darah opsir-opsirnja! Sapu bersih, sampai Negara tegak kembali. Dengan menekan dadanja, dia mendjatuhkan perintah. Dan Madium dapat dibasmi. Datang tindakan-kedua. Jogja diserang dari segala djurusan. Maka memberontaklah djiwa besar itu dari dalam tubuh jang telah sakit, bergerilja kegunung, hidup dan mati bersama anak² jang ditjintainja. Melalui hutan rimba belantara,mendaki gunung dan menuruni lurah, membagi perintah dengan disiplin jang keras. Badan sakit, berdjalan tidak kuat lagi. Perkara ketjil! Bikin tandu! Dengan tandu dia diangkat dari front menudju front, dan segenap tanah pada waktu itu adalah front! Sebab musuh bukan sadja dari muka, tapi dari atas! Laksana Saad bin Abi Wagash, jang djuga ditandu karena sakit, dalam perang Qadisijah.
„Merdeka” — Djakarta: Suatu kehilangan besar!
Pak Dirman meninggal.
„Indonesia-Raya” — Djakarta Tradisi ksatria jang dapat dibikin tjontoh!
Kehilangan seorang pahlawan bangsa.
„Nasional” — Djokja:
Seorang peradjurit meninggal”
|