Wikisumber:Bak pasir: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{header |
|||
<!--Halaman ini dibuat oleh [[Pengguna:Mnafisalmukhdi1]] untuk jaga-jaga jika ada yang salah. Untuk pengurus mohon jangan dihapus untuk sepekan ke depan. Terima kasih. ~~~~--> |
|||
|title =[[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] |
|||
|author = |
|||
|section = Buku Kesatu - Aturan Umum |
|||
|previous = [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Daftar Isi]] |
|||
|next = [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/Buku Kedua|Buku Kedua]] |
|||
|shortcut = |
|||
|notes = |
|||
}} |
|||
{{PUU-bab|1|Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=1|{{PUU-nomor |
|||
|Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. |
|||
|Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.}}}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=2|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=3|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=4|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi |
|||
setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:{{PUU-nomor |
|||
|salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131. |
|||
|suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia. |
|||
|pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu; |
|||
|salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.}}}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=5|{{PUU-nomor |
|||
|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:{{PUU-nomor |
|||
|salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451. |
|||
|salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.}} |
|||
|Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.}}}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=6|Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=7|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab XXVIII Buku Kedua Pasal 8 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.}} |
|||
{{PUU-pasal|pasal=9|Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.}} |
|||
== Bab II - Pidana == |
|||
dan wewenang Kepolisian Negara |
|||
Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan |
|||
penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
|||
Pasal 10 |
|||
Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian |
|||
wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem |
|||
peradilan pidana terpadu. |
|||
Pidana terdirl atas: |
|||
Ayat (3) |
|||
a. pidana pokok: |
|||
Cukup jelas |
|||
1. pidana mati; |
|||
2. pidana penjara; |
|||
3. pidana kurungan; |
|||
4. pidana denda; |
|||
5. pidana tutupan. |
|||
b. pidana tambahan |
|||
1. pencabutan hak-hak tertentu; |
|||
2. perampasan barang-barang tertentu; |
|||
3. pengumuman putusan hakim. |
|||
Pasal |
Pasal 11 |
||
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan |
|||
Cukup jelas |
|||
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana |
|||
kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri. |
|||
Pasal |
Pasal 12 |
||
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. |
|||
Ayat (1) |
|||
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan |
|||
Cukup jelas |
|||
paling lama lima belas tahun berturut-turut. |
|||
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua |
|||
Ayat (2) |
|||
puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim |
|||
boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana |
|||
penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup |
|||
dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas |
|||
lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, |
|||
pengulangan atau karena ditentukan pasal 52. |
|||
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya |
|||
melebihi dua puluh tahun. |
|||
bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian |
|||
preventif maupun represif yustisial. |
|||
Pasal 13 |
|||
Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa |
|||
berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga |
|||
tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap |
|||
pemuliaan profesi kepolisian. |
|||
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa |
|||
Pasal 9 |
|||
golongan |
|||
Pasal 14 |
|||
Ayat (1) |
|||
Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis |
|||
pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan |
|||
kepolisian menetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh |
|||
pasal 29. |
|||
pengemban fungsi dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya. |
|||
Pasal 14a |
|||
Ayat (2) |
|||
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau |
|||
Cukup jelas |
|||
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam |
|||
putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah |
|||
dijalani, kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang |
|||
menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak |
|||
pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut |
|||
diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak |
|||
memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah |
|||
itu. |
|||
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam |
|||
Pasal 10 |
|||
perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila |
|||
menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana |
|||
denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat |
|||
memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan |
|||
pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan |
|||
negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa |
|||
dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 |
|||
ayat 2. |
|||
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana |
|||
Cukup jelas |
|||
pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan. |
|||
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan |
|||
Pasal 11 |
|||
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk |
|||
dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak |
|||
pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan. |
|||
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau |
|||
Ayat (1) |
|||
keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu. |
|||
Pasal 14b |
|||
Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah |
|||
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. |
|||
(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal |
|||
Ayat (2) |
|||
492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi |
|||
pelanggaran lainnya paling lama dua tahun. |
|||
(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan |
|||
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap |
|||
telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan |
|||
usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai |
|||
dalam undang-undang. |
|||
dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan |
|||
Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan |
|||
disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang |
|||
bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia |
|||
pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai |
|||
kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul |
|||
pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan |
|||
dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian |
|||
Kapolri pada masa persidangan berikutnya. |
|||
(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah. |
|||
Ayat (3) |
|||
Pasal 14c |
|||
Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja |
|||
di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses. |
|||
(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan |
|||
pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan |
|||
berlaku" ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan |
|||
melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa |
|||
diterima secara administratif. |
|||
terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa |
|||
terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa |
|||
percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang |
|||
ditimbulkan oleh tindak pidana tadi. |
|||
(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan |
|||
Ayat (4) |
|||
atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan |
|||
pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan |
|||
syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang |
|||
harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa |
|||
percobaan. |
|||
(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan |
|||
Cukup jelas |
|||
beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana. |
|||
Pasal 14d |
|||
Ayat (5) |
|||
(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah |
|||
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan |
|||
pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada |
|||
yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara |
|||
perintah untuk menjalankan putusan. |
|||
Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan |
|||
keselamatan negara. |
|||
(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga |
|||
Ayat (6) |
|||
yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada |
|||
pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau |
|||
kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan |
|||
kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus. |
|||
(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi |
|||
Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas |
|||
serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang |
|||
dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat |
|||
dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang. |
|||
dicalonkan sebagai Kapolri. |
|||
Pasal 14e |
|||
Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman |
|||
penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi |
|||
kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian. |
|||
Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, |
|||
Ayat (7) |
|||
hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa |
|||
percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. |
|||
Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang |
|||
diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga |
|||
boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan |
|||
separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa |
|||
percobaan. |
|||
Pasal 14f |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat |
|||
Ayat (8) |
|||
tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam |
|||
tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau |
|||
memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, |
|||
yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan |
|||
karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu |
|||
syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa |
|||
percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena |
|||
melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika |
|||
memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana |
|||
memberika peringatan itu. |
|||
(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan |
|||
Cukup jelas |
|||
tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, |
|||
terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa |
|||
percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang |
|||
memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah |
|||
pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya |
|||
pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi. |
|||
Pasal |
Pasal 15 |
||
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana |
|||
Ayat (1) |
|||
penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan |
|||
bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana |
|||
harus menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana itu dianggap |
|||
sebagai satu pidana. |
|||
(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa |
|||
Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional |
|||
percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama |
|||
terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran |
|||
masa percobaan. |
|||
pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
|||
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara |
|||
Ayat (2) |
|||
yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam |
|||
tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan. |
|||
Pasal 15a |
|||
Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan |
|||
fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara |
|||
Republik Indonesia. |
|||
(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana |
|||
Pasal 13 |
|||
tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak |
|||
baik. |
|||
(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai |
|||
Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, |
|||
kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama |
|||
ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas |
|||
dan kemerdekaan berpolitik. |
|||
pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi |
|||
masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga |
|||
tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat |
|||
dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus |
|||
berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan |
|||
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. |
|||
(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah |
|||
Pasal 14 |
|||
pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1. |
|||
(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan |
|||
Ayat (1) |
|||
khusus yang semata- mata harus bertujuan memberi bantuan kepada |
|||
terpidana. |
|||
(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus |
|||
Huruf a |
|||
atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat |
|||
diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan |
|||
kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi. |
|||
(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang |
|||
Cukup jelas |
|||
memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang |
|||
tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat |
|||
pas baru. |
|||
Pasal 15b |
|||
Huruf b |
|||
(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan |
|||
Cukup jelas |
|||
melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat |
|||
pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan |
|||
keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat |
|||
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu. |
|||
(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani |
|||
Huruf c |
|||
pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya. |
|||
(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat |
|||
Cukup jelas |
|||
tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan |
|||
lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa |
|||
percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi |
|||
tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan |
|||
bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan |
|||
menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan |
|||
tindak pidana selama masa percobaan. |
|||
Pasal 16 |
|||
Huruf d |
|||
(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman |
|||
Cukup jelas |
|||
atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat |
|||
terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal |
|||
terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan |
|||
Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman. |
|||
(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang |
|||
Huruf e |
|||
tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman |
|||
atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal |
|||
terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan |
|||
Reklasering Pusat. |
|||
(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa |
|||
Cukup jelas |
|||
tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang |
|||
dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika |
|||
ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan |
|||
telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam |
|||
surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada |
|||
Menteri Kehakiman. |
|||
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan |
|||
Huruf f |
|||
disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan |
|||
pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani |
|||
pidananya mulai dari tahanan. |
|||
Pasal 17 |
|||
Cukup jelas |
|||
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 |
|||
Huruf g |
|||
diatur dengan undang-undang. |
|||
Pasal 18 |
|||
Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama |
|||
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan |
|||
penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan |
|||
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun |
|||
demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi |
|||
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan |
|||
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya |
|||
masing-masing. |
|||
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu |
|||
Huruf h |
|||
tahun. |
|||
(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau |
|||
Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk |
|||
pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat |
|||
kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non |
|||
ditambah menjadi satu tahun empat bulan. |
|||
tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka |
|||
pelaksanaan fungsi kepolisian. |
|||
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun |
|||
Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran |
|||
empat bulan. |
|||
forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang |
|||
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian. |
|||
Pasal 19 |
|||
Huruf i |
|||
(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan |
|||
Cukup jelas |
|||
yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan |
|||
pasal 29. |
|||
(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang |
|||
Huruf j |
|||
dijatuhi pidana penjara. |
|||
Pasal 20 |
|||
Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia |
|||
sebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan |
|||
hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat. |
|||
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling |
|||
Huruf k |
|||
lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan |
|||
terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja. |
|||
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu |
|||
Cukup jelas |
|||
tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk |
|||
menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani |
|||
pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena |
|||
kehendak sendiri. |
|||
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena |
|||
Huruf l |
|||
terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun |
|||
sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan. |
|||
Pasal 21 |
|||
Cukup jelas |
|||
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana |
|||
Ayat (2) |
|||
berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat |
|||
kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri |
|||
Kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya |
|||
di daerah lain. |
|||
Pasal 22 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu |
|||
Pasal 15 |
|||
tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana |
|||
kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang |
|||
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di |
|||
tempat itu juga. |
|||
(2) Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang |
|||
Ayat (1) |
|||
khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh |
|||
karena itu. |
|||
Pasal 23 |
|||
Huruf a |
|||
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh |
|||
Cukup jelas |
|||
sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan |
|||
ditetapkan dengan undang-undang. |
|||
Pasal 24 |
|||
Huruf b |
|||
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh |
|||
Cukup jelas |
|||
diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang |
|||
terpidana. |
|||
Pasal 25 |
|||
Huruf c |
|||
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut |
|||
Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan |
|||
ialah: |
|||
dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan |
|||
narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik |
|||
lintah darat, dan pungutan liar. |
|||
1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup; |
|||
Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara |
|||
2. Para wanita; |
|||
terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan |
|||
3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh |
|||
perundang-undangan. |
|||
menjalankan pekerjaan demikian. |
|||
Pasal 26 |
|||
Huruf d |
|||
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim |
|||
Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang |
|||
menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana |
|||
dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan |
|||
tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang |
|||
bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan |
|||
terpidana. |
|||
falsafah dasar Negara Republik Indonesia. |
|||
Pasal 27 |
|||
Huruf e |
|||
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam |
|||
Cukup jelas |
|||
putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak |
|||
boleh dengan pecahan. |
|||
Pasal 28 |
|||
Huruf f |
|||
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat |
|||
Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain |
|||
asal saja terpisah. |
|||
menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan |
|||
tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat. |
|||
Pasal 29 |
|||
Huruf g |
|||
(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana |
|||
Cukup jelas |
|||
kurungan, atau kedua- duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus |
|||
tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam |
|||
golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan |
|||
ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan |
|||
pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab |
|||
undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini. |
|||
(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk |
|||
Huruf h |
|||
tempat-tempat orang terpidana. |
|||
Pasal 30 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen. |
|||
Huruf i |
|||
(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana |
|||
Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik |
|||
kurungan. |
|||
dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada |
|||
umumnya. |
|||
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan |
|||
Huruf j |
|||
paling lama enam bulan. |
|||
(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan |
|||
Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah |
|||
demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau |
|||
sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data |
|||
kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh |
|||
kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu |
|||
sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak |
|||
lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas. |
|||
satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima |
|||
puluh sen. |
|||
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan |
|||
Huruf k |
|||
atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan |
|||
pengganti paling lama delapan bulan. |
|||
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari |
|||
Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas |
|||
delapan bulan. |
|||
dasar permintaan yang berkepentingan. |
|||
Pasal 31 |
|||
Huruf l |
|||
(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu |
|||
Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang |
|||
batas waktu pembayaran denda. |
|||
berkepentingan atau permintaan masyarakat. |
|||
(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan |
|||
Huruf m |
|||
pengganti dengan membayar dendanya. |
|||
(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah |
|||
Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak |
|||
mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang |
|||
diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara |
|||
dibayarnya. |
|||
Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
|||
Pasal 32 |
|||
Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik |
|||
Indonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu |
|||
tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan |
|||
peraturan perundang-undangan. |
|||
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan |
|||
yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim |
|||
wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik |
|||
menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan |
|||
dan/atau media pengumuman lainnya. |
|||
hakim mulai dijalankan. |
|||
(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana |
|||
Ayat (2) |
|||
kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi |
|||
kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan |
|||
terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah |
|||
satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat |
|||
ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku |
|||
setelah pidana penjara habis. |
|||
Pasal 33 |
|||
Huruf a |
|||
(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada |
|||
Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan |
|||
dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau |
|||
Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), |
|||
sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari |
|||
pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; |
|||
dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3. |
|||
(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak |
|||
yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan |
|||
berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali |
|||
di jalan umum. |
|||
jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim. |
|||
(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab |
|||
Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan |
|||
dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian |
|||
keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, |
|||
dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya |
|||
501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP. |
|||
waktu ditahan sementara. |
|||
Pasal 33a |
|||
Huruf b |
|||
Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana |
|||
Cukup jelas |
|||
kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan |
|||
persetujuannya mengajukan permohonan ampun, waktu mulai permohonan |
|||
diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu |
|||
menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan |
|||
perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian |
|||
dihitung sebagai waktu menjalani pidana. |
|||
Pasal 34 |
|||
Huruf c |
|||
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu |
|||
Cukup jelas |
|||
selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu |
|||
menjalani pidana. |
|||
Pasal 35 |
|||
Huruf d |
|||
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam |
|||
Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian |
|||
hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam |
|||
Negara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana |
|||
aturan umum lainnya ialah: |
|||
diatur dalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain |
|||
kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik, |
|||
penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik |
|||
yang disebarkan kepada umum. |
|||
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; |
|||
Huruf e |
|||
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata; |
|||
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan |
|||
berdasarkan aturan-aturan umum. |
|||
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan |
|||
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau |
|||
pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri; |
|||
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau |
|||
pengampuan atas anak sendiri; |
|||
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu. |
|||
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, |
|||
Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah |
|||
jika dalam aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk |
|||
senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak |
|||
pemecatan itu. |
|||
termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk |
|||
pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk |
|||
kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan |
|||
barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana |
|||
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951. |
|||
Pasal 36 |
|||
Huruf f |
|||
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak |
|||
Cukup jelas |
|||
memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam |
|||
Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan |
|||
jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu |
|||
jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang |
|||
diberikan pada terpidana karena jabatannya. |
|||
Pasal 37 |
|||
Huruf g |
|||
(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan |
|||
Cukup jelas |
|||
pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, |
|||
dapat dicabut dalam hal pemidanaan: |
|||
1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan |
|||
Huruf h |
|||
bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah |
|||
kekuasaannya; |
|||
2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di |
|||
Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan |
|||
bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII, |
|||
tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara |
|||
XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua. |
|||
lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan |
|||
manusia. |
|||
(2) Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim |
|||
Huruf i |
|||
pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang |
|||
hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali |
|||
dan kekuasaan pengampu. |
|||
Pasal 38 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan |
|||
Huruf j |
|||
sebagai berikut: |
|||
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya |
|||
Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia |
|||
pencabutan seumur hidup; |
|||
terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian |
|||
2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana |
|||
bilateral maupun perjanjian multilateral. |
|||
kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling |
|||
banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya; |
|||
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua |
|||
tahun dan paling banyak lima tahun. |
|||
(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat |
|||
Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat |
|||
dijalankan. |
|||
memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas |
|||
permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik |
|||
Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian |
|||
dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan |
|||
hukum dari kedua negara. |
|||
Pasal 39 |
|||
Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, |
|||
International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol). |
|||
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan |
|||
Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan |
|||
atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat |
|||
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
|||
dirampas. |
|||
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan |
|||
Huruf k |
|||
sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan |
|||
perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang. |
|||
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang |
|||
Cukup jelas |
|||
diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang |
|||
telah disita. |
|||
Pasal 40 |
|||
Ayat (3) |
|||
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau |
|||
Cukup jelas |
|||
mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai |
|||
pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau |
|||
aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan |
|||
meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan |
|||
pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah |
|||
diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya |
|||
tanpa pidana apapun. |
|||
Pasal |
Pasal 41 |
||
(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti |
|||
Ayat (1) |
|||
menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, |
|||
atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar. |
|||
(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling |
|||
Huruf a |
|||
lama enam bulan. |
|||
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim |
|||
Cukup jelas |
|||
ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di |
|||
hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, |
|||
tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu |
|||
hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh |
|||
sen. |
|||
(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini. |
|||
Huruf b |
|||
(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan |
|||
Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki |
|||
pengganti ini juga di hapus. |
|||
tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian |
|||
perkara serta barang bukti. |
|||
Pasal 42 |
|||
Huruf c |
|||
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh |
|||
Cukup jelas |
|||
negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi |
|||
milik negara. |
|||
Pasal 43 |
|||
Huruf d |
|||
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab |
|||
Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam |
|||
undang- undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus |
|||
proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara |
|||
menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya |
|||
Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya. |
|||
terpidana. |
|||
== Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana == |
|||
Huruf e |
|||
Pasal 44 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan |
|||
Huruf f |
|||
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena |
|||
penyakit, tidak dipidana. |
|||
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada |
|||
Cukup jelas |
|||
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena |
|||
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan |
|||
ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. |
|||
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, |
|||
Huruf g |
|||
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri. |
|||
Pasal 45 |
|||
Cukup jelas |
|||
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena |
|||
Huruf h |
|||
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat |
|||
menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada |
|||
orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau |
|||
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa |
|||
pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu |
|||
pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - |
|||
505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua |
|||
tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah |
|||
satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; |
|||
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. |
|||
Pasal 46 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada |
|||
Huruf i |
|||
pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya |
|||
menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara |
|||
lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal |
|||
di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga |
|||
amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan |
|||
pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, |
|||
dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang |
|||
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun. |
|||
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan |
|||
Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut |
|||
undang-undang. |
|||
umum", termasuk tersangka dan barang buktinya. |
|||
Pasal 47 |
|||
Huruf j |
|||
(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap |
|||
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan |
|||
tindak pidananya dikurangi sepertiga. |
|||
permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak |
|||
paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya |
|||
paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan |
|||
Kapolri. |
|||
(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana |
|||
Huruf k |
|||
mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara |
|||
paling lama lima belas tahun. |
|||
(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat |
|||
Cukup jelas |
|||
diterapkan. |
|||
Pasal 48 |
|||
Huruf l |
|||
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak |
|||
Cukup jelas |
|||
dipidana. |
|||
Pasal 49 |
|||
Ayat (2) |
|||
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan |
|||
Cukup jelas |
|||
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan |
|||
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada |
|||
serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang |
|||
melawan hukum. |
|||
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan |
|||
Pasal 17 |
|||
oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan |
|||
itu, tidak dipidana. |
|||
Pasal 50 |
|||
Cukup jelas |
|||
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan |
|||
Pasal 18 |
|||
undang-undang, tidak dipidana. |
|||
Pasal 51 |
|||
Ayat (1) |
|||
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah |
|||
Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri" |
|||
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana. |
|||
adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian |
|||
Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus |
|||
mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan |
|||
betul-betul untuk kepentingan umum. |
|||
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya |
|||
Ayat (2) |
|||
pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa |
|||
perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam |
|||
lingkungan pekerjaannya. |
|||
Pasal 52 |
|||
Cukup jelas |
|||
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar |
|||
Pasal 19 |
|||
suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan |
|||
perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang |
|||
diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah |
|||
sepertiga. |
|||
Pasal 52a |
|||
Cukup jelas |
|||
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan |
|||
Pasal 20 |
|||
Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut ditambah |
|||
sepertiga. |
|||
== Bab IV - Percobaan == |
|||
Cukup jelas |
|||
Pasal |
Pasal 53 |
||
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah |
|||
Ayat (1) |
|||
ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya |
|||
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya |
|||
sendiri. |
|||
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan |
|||
Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian |
|||
dikurangi sepertiga. |
|||
persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum |
|||
dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus |
|||
dipenuhi. |
|||
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara |
|||
Ayat (2) |
|||
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. |
|||
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. |
|||
Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik |
|||
Indonesia" meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan |
|||
dan pengakhiran dinas. |
|||
Pasal |
Pasal 54 |
||
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana. |
|||
Cukup jelas |
|||
== Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana == |
|||
Pasal 23 |
|||
Pasal 55 |
|||
Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang |
|||
akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya. |
|||
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: |
|||
Pasal 24 |
|||
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut |
|||
Ayat (1) |
|||
serta melakukan perbuatan; |
|||
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan |
|||
Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu |
|||
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman |
|||
kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk |
|||
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau |
|||
bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama |
|||
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan |
|||
kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian |
|||
perbuatan. |
|||
yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada |
|||
bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat |
|||
menjalankan pekerjaannya. |
|||
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan |
|||
Ayat (2) |
|||
sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. |
|||
Pasal 56 |
|||
Cukup jelas |
|||
Dipidana sebagai pembantu kejahatan: |
|||
Pasal 25 |
|||
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; |
|||
Cukup jelas |
|||
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- |
|||
terangan untuk melakukan kejahatan. |
|||
Pasal |
Pasal 57 |
||
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, |
|||
Cukup jelas |
|||
dikurangi sepertiga. |
|||
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara |
|||
Pasal 27 |
|||
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun. |
|||
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri. |
|||
Cukup jelas |
|||
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya |
|||
Pasal 28 |
|||
perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta |
|||
akibat-akibatnya. |
|||
Pasal 58 |
|||
Ayat (1) |
|||
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi |
|||
Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota |
|||
seseorang, yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua |
|||
pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang |
|||
partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau |
|||
bersangkutan itu sendiri. |
|||
pengurus partai politik. |
|||
Pasal 59 |
|||
Ayat (2) |
|||
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap |
|||
Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak |
|||
pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, |
|||
menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian |
|||
maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata |
|||
Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional |
|||
tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana. |
|||
disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan |
|||
peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|||
Pasal 60 |
|||
Ayat (3) |
|||
Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana. |
|||
Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan |
|||
yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak |
|||
berdasarkan penugasan dari Kapolri. |
|||
Pasal |
Pasal 61 |
||
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban |
|||
Ayat (1) |
|||
selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut |
|||
nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah |
|||
dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan |
|||
kepada penerbit. |
|||
(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan |
|||
Cukup jelas |
|||
terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia. |
|||
Pasal 62 |
|||
Ayat (2) |
|||
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya |
|||
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut |
|||
selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut |
|||
pelaksanaan teknis institusional. |
|||
nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak |
|||
dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama |
|||
kali lalu diberitahukan oleh pencetak. |
|||
(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada |
|||
Pasal 30 |
|||
saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di |
|||
luar Indonesia. |
|||
== Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana == |
|||
Ayat (1) |
|||
Pasal 63 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, |
|||
Ayat (2) |
|||
maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika |
|||
berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang |
|||
paling berat. |
|||
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, |
|||
Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang |
|||
diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus |
|||
mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 |
|||
itulah yang diterapkan. |
|||
tahun. |
|||
Pasal 64 |
|||
Ayat (3) |
|||
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan |
|||
Cukup jelas |
|||
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga |
|||
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya |
|||
diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang |
|||
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. |
|||
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang |
|||
Pasal 31 |
|||
dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan |
|||
menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu. |
|||
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan |
|||
Cukup jelas |
|||
tersebut dalam pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai |
|||
perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya |
|||
melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan |
|||
aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406. |
|||
Pasal |
Pasal 65 |
||
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang |
|||
Ayat (1) |
|||
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa |
|||
kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka |
|||
dijatuhkan hanya satu pidana. |
|||
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang |
|||
Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik |
|||
diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum |
|||
Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan |
|||
pidana yang trerberat ditambah sepertiga. |
|||
pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara |
|||
berjenjang, berlanjut, dan terpadu. |
|||
Pasal 66 |
|||
Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui |
|||
pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di |
|||
dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya |
|||
sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman |
|||
maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk |
|||
memantapkan kemampuan dan prestasi. |
|||
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus |
|||
Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi |
|||
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga |
|||
beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak |
|||
pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu |
|||
sejenis , maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi |
|||
kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian |
|||
jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah |
|||
teknologi kepolisian. |
|||
sepertiga. |
|||
(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum |
|||
Ayat (2) |
|||
pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu. |
|||
Pasal 67 |
|||
Cukup jelas |
|||
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di |
|||
Pasal 33 |
|||
samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan |
|||
hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim. |
|||
Pasal 68 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan |
|||
Pasal 34 |
|||
berlaku aturan sebagai berikut: |
|||
1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya |
|||
Ayat (1) |
|||
paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi |
|||
pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana |
|||
pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling |
|||
sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun; |
|||
2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan |
|||
sendiri-sendiri tanpa dikurangi; |
|||
3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula |
|||
halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak |
|||
diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi. |
|||
(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi |
|||
Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara |
|||
delapan bulan. |
|||
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus |
|||
dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu |
|||
pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain |
|||
itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang |
|||
tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban |
|||
warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan |
|||
teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian |
|||
Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika |
|||
profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. |
|||
Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi |
|||
nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang |
|||
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila. |
|||
Pasal 69 |
|||
Ayat (2) |
|||
(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan |
|||
Cukup jelas |
|||
menurut urut- urutan dalam pasal 10. |
|||
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam |
|||
Ayat (3) |
|||
perbandingan hanya terberatlah yang dipakai. |
|||
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan |
|||
Cukup jelas |
|||
menurut maksimumnya masing-masing. |
|||
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan |
|||
Pasal 35 |
|||
menurut maksimumnya masing-masing. |
|||
Pasal 70 |
|||
Ayat (1) |
|||
(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan |
|||
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik |
|||
66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran |
|||
Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara |
|||
dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana |
|||
dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi |
|||
sendiri-sendiri tanpa dikurangi. |
|||
Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang |
|||
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan |
|||
tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka |
|||
anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di |
|||
hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
|||
(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana |
|||
Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan |
|||
kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan |
|||
terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan |
|||
jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan. |
|||
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
Pasal 70 bis |
|||
Ayat (2) |
|||
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan |
|||
Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia |
|||
berdasarkan pasal- pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 |
|||
sepenuhnya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya |
|||
dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan |
|||
disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar |
|||
pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling |
|||
kode etik. |
|||
banyak delapan bulan. |
|||
Pasal |
Pasal 71 |
||
Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah |
|||
Ayat (1) |
|||
lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada |
|||
putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana |
|||
yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini |
|||
mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama. |
|||
== Bab VII - Mengajukan Dan Menarik Kembali Pengaduan Dalam Hal Kejahatan-Kejahatan Yang Hanya Dituntut Atas Pengaduan == |
|||
Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi |
|||
masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi. |
|||
Pasal 72 |
|||
Ayat (2) |
|||
(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas |
|||
Cukup jelas |
|||
pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi |
|||
belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang |
|||
disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah |
|||
dalam perkara perdata yang berhak mengadu; |
|||
(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, |
|||
Pasal 37 |
|||
maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu |
|||
pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu |
|||
pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga |
|||
sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan |
|||
seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga. |
|||
Pasal 73 |
|||
Cukup jelas |
|||
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang |
|||
Pasal 38 |
|||
ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, |
|||
penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau |
|||
suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang |
|||
meninggal tidak menghendaki penuntutan. |
|||
Pasal 74 |
|||
Ayat (1) |
|||
(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang |
|||
Huruf a |
|||
yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat |
|||
tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat |
|||
tinggal di luar Indonesia. |
|||
(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang |
|||
Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan |
|||
waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, |
|||
Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian |
|||
pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang |
|||
yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri. |
|||
pada tenggang waktu tersebut. |
|||
Pasal 75 |
|||
Huruf b |
|||
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu |
|||
Cukup jelas |
|||
tiga bulan setelah pengaduan diajukan. |
|||
== Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Dan Menjalankan Pidana == |
|||
Ayat (2) |
|||
Pasal 76 |
|||
Huruf a |
|||
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang |
|||
Cukup jelas |
|||
tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim |
|||
Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi |
|||
tetap. |
|||
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja |
|||
Huruf b |
|||
dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan |
|||
tersebut. |
|||
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka |
|||
Cukup jelas |
|||
terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh |
|||
diadakan penuntutan dalam hal: |
|||
1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan |
|||
Huruf c |
|||
hukum; |
|||
2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau |
|||
telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus |
|||
karena daluwarsa. |
|||
Pasal 77 |
|||
Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut |
|||
penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, |
|||
perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan |
|||
masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan |
|||
keluhannya. |
|||
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia. |
|||
Pasal 39 |
|||
Pasal 78 |
|||
Ayat (1) |
|||
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: |
|||
Cukup jelas |
|||
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan |
|||
Ayat (2) |
|||
percetakan sesudah satu tahun; |
|||
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana |
|||
kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam |
|||
tahun; |
|||
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih |
|||
dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; |
|||
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana |
|||
penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. |
|||
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum |
|||
Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat |
|||
delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas |
|||
Pemerintah setingkat Menteri eks officio. |
|||
dikurangi menjadi sepertiga. |
|||
Pasal 79 |
|||
Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli |
|||
di bidang ilmu kepolisian. |
|||
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan |
|||
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal |
|||
dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut: |
|||
masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap |
|||
kepolisian. |
|||
1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku |
|||
Ayat (3) |
|||
pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak |
|||
digunakan: |
|||
2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, |
|||
tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena |
|||
oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; |
|||
3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, |
|||
tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat |
|||
pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang |
|||
menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke |
|||
kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut. |
|||
Pasal 80 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal |
|||
Pasal 40 |
|||
tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah |
|||
diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam |
|||
aturan-aturan umum. |
|||
(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru. |
|||
Cukup jelas |
|||
Pasal |
Pasal 81 |
||
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan |
|||
Ayat (1) |
|||
pra-yudisial, menunda daluwarsa. |
|||
Pasal 82 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda |
|||
Ayat (2) |
|||
saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan |
|||
biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, |
|||
atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , |
|||
dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya. |
|||
(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang |
|||
Cukup jelas |
|||
yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus |
|||
dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1. |
|||
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu |
|||
Ayat (3) |
|||
tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap |
|||
pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1 |
|||
dan ayat 2 pasal ini. |
|||
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang |
|||
Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace |
|||
belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam |
|||
Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh |
|||
belas tahun. |
|||
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan |
|||
biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta |
|||
bendera PBB. |
|||
Pasal |
Pasal 83 |
||
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia. |
|||
Ayat (1) |
|||
Pasal 84 |
|||
Cukup jelas |
|||
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa. |
|||
Ayat (2) |
|||
(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, |
|||
Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan |
|||
mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya |
|||
pihak lain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara |
|||
lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama |
|||
fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing. |
|||
dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga. |
|||
(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari |
|||
Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah |
|||
lamanya pidana yang dijatuhkan. |
|||
memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah |
|||
Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka |
|||
menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai |
|||
dengan peraturan perundang-undangan. |
|||
(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa. |
|||
Ayat (3) |
|||
Pasal 85 |
|||
Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja |
|||
sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan |
|||
Aseanapol. |
|||
(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan |
|||
Ayat (4) |
|||
hakim dapat dijalankan. |
|||
(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, |
|||
Cukup jelas |
|||
maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku |
|||
tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka |
|||
pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa |
|||
baru. |
|||
(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda |
|||
Pasal 43 |
|||
menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana |
|||
dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung |
|||
dengan pemidanaan lain. |
|||
== Bab IX - Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang- Undang == |
|||
Cukup jelas |
|||
Pasal |
Pasal 86 |
||
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya |
|||
Cukup jelas |
|||
maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk |
|||
pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan |
|||
sebaliknya oleh suatu aturan. |
|||
Pasal |
Pasal 87 |
||
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat |
|||
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti |
|||
dimaksud dalam pasal 53. |
|||
Pasal 88 |
|||
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah |
|||
sepakat akan melakukan kejahatan. |
|||
Pasal 88 bis |
|||
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah |
|||
secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. |
|||
Pasal 89 |
|||
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan |
|||
kekerasan. |
|||
Pasal 90 |
|||
Luka berat berarti: |
|||
* jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan |
|||
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; |
|||
* tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau |
|||
pekerjaan pencarian; |
|||
* kehilangan salah satu pancaindera; |
|||
* mendapat cacat berat; |
|||
* menderita sakit lumpuh; |
|||
* terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; |
|||
* gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. |
|||
Pasal 91 |
|||
(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga. |
|||
(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga. |
|||
(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang |
|||
sama dengan bapak. |
|||
(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang |
|||
sama dengan kekuasaan bapak. |
|||
Pasal 92 |
|||
(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam |
|||
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga |
|||
orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan |
|||
pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan |
|||
rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; |
|||
begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat |
|||
Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan |
|||
kekuasaan yang sah. |
|||
(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang |
|||
disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan |
|||
administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama. |
|||
(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat. |
|||
Pasal 92 bis |
|||
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan |
|||
perusahaan. |
|||
Pasal 93 |
|||
(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal |
|||
atau yang mewakilinya. |
|||
(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, |
|||
kecuali nakoda. |
|||
(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang |
|||
ada di dalam kapal. |
|||
Pasal 94 |
|||
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal |
|||
VIII, butir 11. |
|||
Pasal 95 |
|||
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut |
|||
atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut |
|||
aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia. |
|||
Pasal 95a |
|||
(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara |
|||
yang didaftarkan di Indonesia. |
|||
(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing |
|||
yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan |
|||
penerbangan Indonesia. |
|||
Pasal 95b |
|||
Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar |
|||
pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai |
|||
saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (diembarkasi). |
|||
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus |
|||
berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih |
|||
tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya. |
|||
Pasal 95c |
|||
Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat |
|||
udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk |
|||
penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah |
|||
setiapendaratan. |
|||
Pasal 96 |
|||
(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk |
|||
di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang. |
|||
(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah |
|||
swapraja, begitu juga perang saudara. |
|||
(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang |
|||
mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah |
|||
diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu |
|||
berlaku. |
|||
Pasal 97 |
|||
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang |
|||
disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari. |
|||
Pasal 98 |
|||
Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan |
|||
matahari terbit. |
|||
Pasal 99 |
|||
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang |
|||
sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam |
|||
tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan |
|||
atau parit yang digunakan sebagai batas penutup. |
|||
Pasal 100 |
|||
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak |
|||
dimaksud untuk membuka kunci. |
|||
Pasal 101 |
|||
Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang |
|||
memamah biak, dan babi. |
|||
Pasal 101 bis |
|||
(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang |
|||
gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan |
|||
tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, |
|||
yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat |
|||
pendukung, dan alat-alat peringatan. |
|||
(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan |
|||
bangunan listrik. |
|||
Pasal 102 |
|||
Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382 |
|||
== Aturan Penutup == |
|||
Pasal 103 |
|||
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku |
|||
Cukup jelas |
|||
bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan |
|||
lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang |
|||
ditentukan lain. |
|||
[[Kategori:Kitab Undang-Undang Hukum Pidana| 1]] |
|||
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168 |
Revisi per 24 September 2020 08.15
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 1
|
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia. |
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. |
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi
setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
|
Pasal 5
|
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati. |
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab XXVIII Buku Kedua Pasal 8 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan. |
Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional. |
Bab II - Pidana
Pasal 10
Pidana terdirl atas:
a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu; 2. perampasan barang-barang tertentu; 3. pengumuman putusan hakim.
Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Pasal 12
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.
Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal 14a
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.
Pasal 14b
(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.
(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.
Pasal 14c
(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.
(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.
Pasal 14d
(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada perintah untuk menjalankan putusan.
(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.
(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f
(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberika peringatan itu.
(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.
Pasal 15
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Pasal 15a
(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.
(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.
(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.
(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata- mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.
(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.
Pasal 15b
(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.
(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.
(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.
Pasal 16
(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.
(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai dari tahanan.
Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang.
Pasal 18
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19
(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana penjara.
Pasal 20
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.
(2) Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu.
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah:
1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup; 2. Para wanita; 3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian.
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.
Pasal 29
(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua- duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana.
Pasal 30
(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.
Pasal 31
(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.
(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya.
(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya.
Pasal 32
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan.
(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
Pasal 33
(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.
(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.
(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata; 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. 4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri; 5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; 6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.
Pasal 37
(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
(2) Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.
Pasal 38
(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup; 2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya; 3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.
(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.
Pasal 39
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.
Pasal 41
(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.
(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga di hapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang- undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
Pasal 44
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.
Pasal 46
(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 47
(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga.
(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Pasal 49
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Pasal 51
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut ditambah sepertiga.
Bab IV - Percobaan
Pasal 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana
Pasal 55
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Pasal 57
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Pasal 60
Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.
Pasal 61
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada penerbit.
(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.
Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana
Pasal 63
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pasal 64
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
Pasal 65
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga.
Pasal 66
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis , maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.
Pasal 67
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Pasal 68
(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku aturan sebagai berikut:
1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun; 2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi; 3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan.
Pasal 69
(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut- urutan dalam pasal 10.
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya terberatlah yang dipakai.
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Pasal 70
(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.
Pasal 70 bis
Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal- pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak delapan bulan.
Pasal 71
Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.
Bab VII - Mengajukan Dan Menarik Kembali Pengaduan Dalam Hal Kejahatan-Kejahatan Yang Hanya Dituntut Atas Pengaduan
Pasal 72
(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu;
(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga.
Pasal 73
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 74
(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut.
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Dan Menjalankan Pidana
Pasal 76
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:
1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; 2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 78
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; 2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; 4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Pasal 79
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan: 2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; 3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.
Pasal 80
(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa.
Pasal 82
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.
(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun.
Pasal 83
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Pasal 84
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
Pasal 85
(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan.
(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.
(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain.
Bab IX - Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang- Undang
Pasal 86
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.
Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.
Pasal 88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.
Pasal 88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 90
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindera;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Pasal 91
(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.
(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.
(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan bapak.
(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang sama dengan kekuasaan bapak.
Pasal 92
(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan yang sah.
(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.
(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.
Pasal 92 bis
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan.
Pasal 93
(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya.
(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakoda.
(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di dalam kapal.
Pasal 94
Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 11.
Pasal 95
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.
Pasal 95a
(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia.
(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.
Pasal 95b
Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (diembarkasi).
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.
Pasal 95c
Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiapendaratan.
Pasal 96
(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.
(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah swapraja, begitu juga perang saudara.
(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku.
Pasal 97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.
Pasal 98
Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
Pasal 99
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.
Pasal 100
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci.
Pasal 101
Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi.
Pasal 101 bis
(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan.
(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan bangunan listrik.
Pasal 102
Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382
Aturan Penutup
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.