Wikisumber:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mnam23 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan
Mnam23 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan
Baris 1: Baris 1:
{{header
<!--Halaman ini dibuat oleh [[Pengguna:Mnafisalmukhdi1]] untuk jaga-jaga jika ada yang salah. Untuk pengurus mohon jangan dihapus untuk sepekan ke depan. Terima kasih. ~~~~-->
|title =[[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]]
|author =
|section = Buku Kesatu - Aturan Umum
|previous = [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Daftar Isi]]
|next = [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/Buku Kedua|Buku Kedua]]
|shortcut =
|notes =
}}
{{PUU-bab|1|Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan}}
{{PUU-pasal|pasal=1|{{PUU-nomor
|Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
|Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.}}}}
{{PUU-pasal|pasal=2|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.}}
{{PUU-pasal|pasal=3|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.}}
{{PUU-pasal|pasal=4|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi
setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:{{PUU-nomor
|salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.
|suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
|pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
|salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.}}}}
{{PUU-pasal|pasal=5|{{PUU-nomor
|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:{{PUU-nomor
|salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
|salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.}}
|Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.}}}}
{{PUU-pasal|pasal=6|Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.}}
{{PUU-pasal|pasal=7|Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab XXVIII Buku Kedua Pasal 8 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.}}
{{PUU-pasal|pasal=9|Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.}}


== Bab II - Pidana ==
dan wewenang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan
penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Pasal 10
Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian
wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem
peradilan pidana terpadu.


Pidana terdirl atas:
Ayat (3)


a. pidana pokok:
Cukup jelas
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.


Pasal 7
Pasal 11


Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan
Cukup jelas
menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana
kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.


Pasal 8
Pasal 12


(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
Ayat (1)


(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan
Cukup jelas
paling lama lima belas tahun berturut-turut.


(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua
Ayat (2)
puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim
boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana
penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup
dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas
lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan,
pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.


(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya
melebihi dua puluh tahun.
bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian
preventif maupun represif yustisial.


Pasal 13
Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa
berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga
tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap
pemuliaan profesi kepolisian.


Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa
Pasal 9
golongan


Pasal 14
Ayat (1)


Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis
pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan
kepolisian menetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh
pasal 29.
pengemban fungsi dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya.


Pasal 14a
Ayat (2)


(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau
Cukup jelas
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam
putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah
dijalani, kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang
menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak
pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut
diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak
memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah
itu.


(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam
Pasal 10
perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila
menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana
denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat
memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan
pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan
negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa
dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30
ayat 2.


(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana
Cukup jelas
pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.


(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan
Pasal 11
cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk
dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak
pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.


(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau
Ayat (1)
keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.


Pasal 14b
Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.


(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal
Ayat (2)
492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi
pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.


(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan
Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap
telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan
usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai
dalam undang-undang.
dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan
Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan
disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang
bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia
pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul
pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan
dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian
Kapolri pada masa persidangan berikutnya.


(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.
Ayat (3)


Pasal 14c
Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja
di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses.


Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan surat Presiden tersebut
(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan
pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan
berlaku" ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan
melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa
diterima secara administratif.
terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa
terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa
percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.


(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan
Ayat (4)
atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan
pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan
syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang
harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa
percobaan.


(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan
Cukup jelas
beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.


Pasal 14d
Ayat (5)


(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah
Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan
pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada
yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara
perintah untuk menjalankan putusan.
Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan
keselamatan negara.


(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga
Ayat (6)
yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada
pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau
kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan
kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.


(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi
Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas
serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang
dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat
dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.
dicalonkan sebagai Kapolri.


Pasal 14e
Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman
penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi
kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian.


Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana,
Ayat (7)
hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa
percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus dalam masa percobaan.
Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang
diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga
boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan
separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa
percobaan.


Pasal 14f
Cukup jelas


(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat
Ayat (8)
tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam
tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau
memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana,
yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan
karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu
syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa
percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena
melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika
memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana
memberika peringatan itu.


(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan
Cukup jelas
tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis,
terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa
percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang
memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah
pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya
pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.


Pasal 12
Pasal 15


(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana
Ayat (1)
penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan
bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana
harus menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana itu dianggap
sebagai satu pidana.


(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa
Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional
percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama
terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran
masa percobaan.
pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.


(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara
Ayat (2)
yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam
tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.


Pasal 15a
Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan
fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.


(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana
Pasal 13
tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak
baik.


(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai
Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas,
kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama
ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas
dan kemerdekaan berpolitik.
pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi
masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga
tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat
dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus
berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.


(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah
Pasal 14
pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.


(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan
Ayat (1)
khusus yang semata- mata harus bertujuan memberi bantuan kepada
terpidana.


(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus
Huruf a
atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat
diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan
kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.


(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang
Cukup jelas
memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang
tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat
pas baru.


Pasal 15b
Huruf b


(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan
Cukup jelas
melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat
pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan
keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.


(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani
Huruf c
pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.


(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat
Cukup jelas
tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan
lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa
percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi
tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan
bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan
menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan
tindak pidana selama masa percobaan.


Pasal 16
Huruf d


(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman
Cukup jelas
atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat
terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal
terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan
Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.


(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang
Huruf e
tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman
atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal
terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan
Reklasering Pusat.


(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa
Cukup jelas
tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang
dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika
ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan
telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam
surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada
Menteri Kehakiman.


(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan
Huruf f
disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan
pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani
pidananya mulai dari tahanan.


Pasal 17
Cukup jelas


Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16
Huruf g
diatur dengan undang-undang.


Pasal 18
Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan
penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun
demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing.


(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu
Huruf h
tahun.


(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau
Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk
pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat
kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non
ditambah menjadi satu tahun empat bulan.
tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka
pelaksanaan fungsi kepolisian.


(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun
Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran
empat bulan.
forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.


Pasal 19
Huruf i


(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan
Cukup jelas
yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan
pasal 29.


(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang
Huruf j
dijatuhi pidana penjara.


Pasal 20
Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan
hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.


(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling
Huruf k
lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan
terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.


(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu
Cukup jelas
tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk
menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani
pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena
kehendak sendiri.


(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena
Huruf l
terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun
sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.


Pasal 21
Cukup jelas


Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana
Ayat (2)
berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat
kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri
Kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya
di daerah lain.


Pasal 22
Cukup jelas


(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu
Pasal 15
tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana
kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang
kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di
tempat itu juga.


(2) Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang
Ayat (1)
khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh
karena itu.


Pasal 23
Huruf a


Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh
Cukup jelas
sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.


Pasal 24
Huruf b


Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh
Cukup jelas
diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang
terpidana.


Pasal 25
Huruf c


Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut
Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan
ialah:
dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan
narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik
lintah darat, dan pungutan liar.


1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup;
Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara
2. Para wanita;
terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan
3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh
perundang-undangan.
menjalankan pekerjaan demikian.


Pasal 26
Huruf d


Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim
Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang
menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana
dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan
tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang
bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan
terpidana.
falsafah dasar Negara Republik Indonesia.


Pasal 27
Huruf e


Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam
Cukup jelas
putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak
boleh dengan pecahan.


Pasal 28
Huruf f


Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat
Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain
asal saja terpisah.
menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.


Pasal 29
Huruf g


(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana
Cukup jelas
kurungan, atau kedua- duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus
tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam
golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan
ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan
pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab
undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.


(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk
Huruf h
tempat-tempat orang terpidana.


Pasal 30
Cukup jelas


(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
Huruf i


(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana
Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik
kurungan.
dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada
umumnya.


(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan
Huruf j
paling lama enam bulan.


(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan
Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah
demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau
sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data
kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh
kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu
sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak
lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.
satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima
puluh sen.


(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan
Huruf k
atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan
pengganti paling lama delapan bulan.


(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari
Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas
delapan bulan.
dasar permintaan yang berkepentingan.


Pasal 31
Huruf l


(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu
Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang
batas waktu pembayaran denda.
berkepentingan atau permintaan masyarakat.


(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan
Huruf m
pengganti dengan membayar dendanya.


(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah
Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak
mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang
diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara
dibayarnya.
Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Pasal 32
Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu
tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.


(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana
Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan
yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim
wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik
menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan
dan/atau media pengumuman lainnya.
hakim mulai dijalankan.


(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana
Ayat (2)
kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi
kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan
terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah
satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat
ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku
setelah pidana penjara habis.


Pasal 33
Huruf a


(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada
Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan
dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau
Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari
pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya;
dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.


(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak
yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan
berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali
di jalan umum.
jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.


(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab
Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan
dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian
keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500,
dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya
501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.
waktu ditahan sementara.


Pasal 33a
Huruf b


Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana
Cukup jelas
kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan
persetujuannya mengajukan permohonan ampun, waktu mulai permohonan
diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu
menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan
perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian
dihitung sebagai waktu menjalani pidana.


Pasal 34
Huruf c


Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu
Cukup jelas
selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu
menjalani pidana.


Pasal 35
Huruf d


(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam
Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian
hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam
Negara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana
aturan umum lainnya ialah:
diatur dalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain
kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik,
penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik
yang disebarkan kepada umum.


1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
Huruf e
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan
pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau
pengampuan atas anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.


(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya,
Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah
jika dalam aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk
senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak
pemecatan itu.
termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk
pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk
kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan
barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.


Pasal 36
Huruf f


Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak
Cukup jelas
memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam
Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan
jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu
jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang
diberikan pada terpidana karena jabatannya.


Pasal 37
Huruf g


(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan
Cukup jelas
pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain,
dapat dicabut dalam hal pemidanaan:


1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan
Huruf h
bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah
kekuasaannya;


2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di
Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan
bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII,
tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara
XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan
manusia.


(2) Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim
Huruf i
pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang
hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali
dan kekuasaan pengampu.


Pasal 38
Cukup jelas


(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan
Huruf j
sebagai berikut:


1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya
Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia
pencabutan seumur hidup;
terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian
2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana
bilateral maupun perjanjian multilateral.
kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling
banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua
tahun dan paling banyak lima tahun.


(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat
Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
dijalankan.
memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas
permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian
dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum dari kedua negara.


Pasal 39
Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain,
International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol).


(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan
Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan
atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
dirampas.


(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan
Huruf k
sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan
perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.


(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang
Cukup jelas
diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang
telah disita.


Pasal 40
Ayat (3)


Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau
Cukup jelas
mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai
pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau
aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan
meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan
pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah
diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya
tanpa pidana apapun.


Pasal 16
Pasal 41


(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti
Ayat (1)
menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan,
atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.


(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling
Huruf a
lama enam bulan.


(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim
Cukup jelas
ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di
hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen,
tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu
hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh
sen.


(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
Huruf b


(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan
Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki
pengganti ini juga di hapus.
tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian
perkara serta barang bukti.


Pasal 42
Huruf c


Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh
Cukup jelas
negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi
milik negara.


Pasal 43
Huruf d


Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab
Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam
undang- undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus
proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara
menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya
Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.
terpidana.


== Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana ==
Huruf e


Pasal 44
Cukup jelas


(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan
Huruf f
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena
penyakit, tidak dipidana.


(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada
Cukup jelas
pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena
penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan
ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.


(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Huruf g
Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.


Pasal 45
Cukup jelas


Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena
Huruf h
melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat
menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada
orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa
pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu
pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 -
505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua
tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah
satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap;
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.


Pasal 46
Cukup jelas


(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada
Huruf i
pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya
menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara
lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal
di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga
amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan
pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah,
dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.


(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan
Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
undang-undang.
umum", termasuk tersangka dan barang buktinya.


Pasal 47
Huruf j


(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan
tindak pidananya dikurangi sepertiga.
permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak
paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya
paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan
Kapolri.


(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana
Huruf k
mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.


(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat
Cukup jelas
diterapkan.


Pasal 48
Huruf l


Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
Cukup jelas
dipidana.


Pasal 49
Ayat (2)


(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan
Cukup jelas
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada
serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang
melawan hukum.


(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan
Pasal 17
oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan
itu, tidak dipidana.


Pasal 50
Cukup jelas


Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 18
undang-undang, tidak dipidana.


Pasal 51
Ayat (1)


(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah
Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri"
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus
mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan
betul-betul untuk kepentingan umum.


(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya
Ayat (2)
pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa
perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam
lingkungan pekerjaannya.


Pasal 52
Cukup jelas


Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar
Pasal 19
suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan
perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang
diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah
sepertiga.


Pasal 52a
Cukup jelas


Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan
Pasal 20
Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut ditambah
sepertiga.


== Bab IV - Percobaan ==
Cukup jelas


Pasal 21
Pasal 53


(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah
Ayat (1)
ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri.


(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan
Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian
dikurangi sepertiga.
persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum
dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus
dipenuhi.


(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
Ayat (2)
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.


(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia" meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan
dan pengakhiran dinas.


Pasal 22
Pasal 54


Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Cukup jelas


== Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana ==
Pasal 23


Pasal 55
Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang
akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.


(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
Pasal 24


1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut
Ayat (1)
serta melakukan perbuatan;


2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman
kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan
kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian
perbuatan.
yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada
bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat
menjalankan pekerjaannya.


(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan
Ayat (2)
sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.


Pasal 56
Cukup jelas


Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
Pasal 25


1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
Cukup jelas
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke-
terangan untuk melakukan kejahatan.


Pasal 26
Pasal 57


(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan,
Cukup jelas
dikurangi sepertiga.


(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
Pasal 27
seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.


(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
Cukup jelas


(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya
Pasal 28
perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta
akibat-akibatnya.


Pasal 58
Ayat (1)


Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi
Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota
seseorang, yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan
Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua
pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang
partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau
bersangkutan itu sendiri.
pengurus partai politik.


Pasal 59
Ayat (2)


Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap
Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris,
menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian
maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata
Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional
tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.
disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 60
Ayat (3)


Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.
Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan
yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak
berdasarkan penugasan dari Kapolri.


Pasal 29
Pasal 61


(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban
Ayat (1)
selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut
nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah
dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan
kepada penerbit.


(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan
Cukup jelas
terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.


Pasal 62
Ayat (2)


(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut
selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut
pelaksanaan teknis institusional.
nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak
dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama
kali lalu diberitahukan oleh pencetak.


(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada
Pasal 30
saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di
luar Indonesia.


== Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana ==
Ayat (1)


Pasal 63
Cukup jelas


(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana,
Ayat (2)
maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika
berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.


(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum,
Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang
diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus
mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60
itulah yang diterapkan.
tahun.


Pasal 64
Ayat (3)


(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan
Cukup jelas
kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga
harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya
diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.


(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang
Pasal 31
dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan
menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.


(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan
Cukup jelas
tersebut dalam pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai
perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya
melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan
aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.


Pasal 32
Pasal 65


(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang
Ayat (1)
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa
kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka
dijatuhkan hanya satu pidana.


(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang
Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik
diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum
Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan
pidana yang trerberat ditambah sepertiga.
pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara
berjenjang, berlanjut, dan terpadu.


Pasal 66
Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui
pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di
dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya
sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman
maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk
memantapkan kemampuan dan prestasi.


(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus
Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga
beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak
pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu
sejenis , maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi
kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian
jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah
teknologi kepolisian.
sepertiga.


(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum
Ayat (2)
pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.


Pasal 67
Cukup jelas


Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di
Pasal 33
samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan
hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.


Pasal 68
Cukup jelas


(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan
Pasal 34
berlaku aturan sebagai berikut:


1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya
Ayat (1)
paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi
pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana
pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling
sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun;
2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan
sendiri-sendiri tanpa dikurangi;
3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula
halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak
diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi.


(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi
Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara
delapan bulan.
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus
dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu
pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain
itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang
tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban
warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan
teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika
profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.


Pasal 69
Ayat (2)


(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan
Cukup jelas
menurut urut- urutan dalam pasal 10.


(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam
Ayat (3)
perbandingan hanya terberatlah yang dipakai.


(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan
Cukup jelas
menurut maksimumnya masing-masing.


(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan
Pasal 35
menurut maksimumnya masing-masing.


Pasal 70
Ayat (1)


(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan
Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik
66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran
Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara
dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana
dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi
sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan
tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka
anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di
hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.


(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana
Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan
kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan
terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan
jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 70 bis
Ayat (2)


Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan
Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
berdasarkan pasal- pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482
sepenuhnya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya
dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan
disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar
pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling
kode etik.
banyak delapan bulan.


Pasal 36
Pasal 71


Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah
Ayat (1)
lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada
putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana
yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini
mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.


== Bab VII - Mengajukan Dan Menarik Kembali Pengaduan Dalam Hal Kejahatan-Kejahatan Yang Hanya Dituntut Atas Pengaduan ==
Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi
masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.


Pasal 72
Ayat (2)


(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas
Cukup jelas
pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi
belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang
disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah
dalam perkara perdata yang berhak mengadu;


(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan,
Pasal 37
maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu
pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu
pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga
sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan
seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga.


Pasal 73
Cukup jelas


Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang
Pasal 38
ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu,
penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau
suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang
meninggal tidak menghendaki penuntutan.


Pasal 74
Ayat (1)


(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang
Huruf a
yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat
tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat
tinggal di luar Indonesia.


(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang
Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan
waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu,
Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian
pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang
yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri.
pada tenggang waktu tersebut.


Pasal 75
Huruf b


Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu
Cukup jelas
tiga bulan setelah pengaduan diajukan.


== Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Dan Menjalankan Pidana ==
Ayat (2)


Pasal 76
Huruf a


(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang
Cukup jelas
tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim
Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi
tetap.


Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja
Huruf b
dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan
tersebut.


(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka
Cukup jelas
terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh
diadakan penuntutan dalam hal:


1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan
Huruf c
hukum;
2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau
telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus
karena daluwarsa.


Pasal 77
Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut
penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk,
perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan
masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan
keluhannya.


Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 39


Pasal 78
Ayat (1)


(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
Cukup jelas


1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
Ayat (2)
percetakan sesudah satu tahun;
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana
kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam
tahun;
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih
dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.


(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum
Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat
delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas
Pemerintah setingkat Menteri eks officio.
dikurangi menjadi sepertiga.


Pasal 79
Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli
di bidang ilmu kepolisian.


Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan
Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal
dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:
masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap
kepolisian.


1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku
Ayat (3)
pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak
digunakan:
2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333,
tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena
oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia;
3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a,
tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat
pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang
menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke
kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.


Pasal 80
Cukup jelas


(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal
Pasal 40
tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah
diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam
aturan-aturan umum.


(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.
Cukup jelas


Pasal 41
Pasal 81


Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan
Ayat (1)
pra-yudisial, menunda daluwarsa.


Pasal 82
Cukup jelas


(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda
Ayat (2)
saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai,
atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum ,
dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.


(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang
Cukup jelas
yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus
dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.


(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu
Ayat (3)
tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap
pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1
dan ayat 2 pasal ini.


(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang
Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace
belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam
Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh
belas tahun.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan
biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta
bendera PBB.


Pasal 42
Pasal 83


Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Ayat (1)


Pasal 84
Cukup jelas


(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
Ayat (2)


(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun,
Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya
pihak lain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara
lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama
fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing.
dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.


(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari
Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah
lamanya pidana yang dijatuhkan.
memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah
Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka
menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.


(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
Ayat (3)


Pasal 85
Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja
sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan
Aseanapol.


(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan
Ayat (4)
hakim dapat dijalankan.


(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana,
Cukup jelas
maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku
tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka
pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa
baru.


(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda
Pasal 43
menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana
dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung
dengan pemidanaan lain.


== Bab IX - Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang- Undang ==
Cukup jelas


Pasal 44
Pasal 86


Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya
Cukup jelas
maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk
pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan
sebaliknya oleh suatu aturan.


Pasal 45
Pasal 87

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat
untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti
dimaksud dalam pasal 53.

Pasal 88

Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah
sepakat akan melakukan kejahatan.

Pasal 88 bis

Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah
secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Pasal 89

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan.

Pasal 90

Luka berat berarti:
* jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
* tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
* kehilangan salah satu pancaindera;
* mendapat cacat berat;
* menderita sakit lumpuh;
* terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
* gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 91

(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.

(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.

(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang
sama dengan bapak.

(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang
sama dengan kekuasaan bapak.

Pasal 92

(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga
orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan
pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan
rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah;
begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat
Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan
kekuasaan yang sah.

(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang
disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan
administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.

(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.

Pasal 92 bis

Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan
perusahaan.

Pasal 93

(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal
atau yang mewakilinya.

(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal,
kecuali nakoda.

(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang
ada di dalam kapal.

Pasal 94

Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal
VIII, butir 11.

Pasal 95

Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut
atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut
aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.

Pasal 95a

(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara
yang didaftarkan di Indonesia.

(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing
yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan
penerbangan Indonesia.

Pasal 95b

Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar
pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai
saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (diembarkasi).

Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus
berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih
tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.

Pasal 95c

Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat
udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk
penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah
setiapendaratan.

Pasal 96

(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk
di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.

(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah
swapraja, begitu juga perang saudara.

(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang
mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah
diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu
berlaku.

Pasal 97

Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang
disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.

Pasal 98

Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit.

Pasal 99

Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang
sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam
tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan
atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.

Pasal 100

Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak
dimaksud untuk membuka kunci.

Pasal 101

Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang
memamah biak, dan babi.

Pasal 101 bis

(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang
gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan
tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu,
yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat
pendukung, dan alat-alat peringatan.

(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan
bangunan listrik.

Pasal 102

Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382

== Aturan Penutup ==

Pasal 103


Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku
Cukup jelas
bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan
lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang
ditentukan lain.


[[Kategori:Kitab Undang-Undang Hukum Pidana| 1]]
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168

Revisi per 24 September 2020 08.15


BAB I
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN


Pasal 1
  1. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
  2. Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.

Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.

Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:
  1. salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.
  2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
  3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
  4. salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Pasal 5
  1. Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan:
    1. salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
    2. salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
  2. Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.

Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.

Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab XXVIII Buku Kedua Pasal 8 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.

Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.

Bab II - Pidana

Pasal 10

Pidana terdirl atas:

a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu; 2. perampasan barang-barang tertentu; 3. pengumuman putusan hakim.

Pasal 11

Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.

Pasal 12

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

Pasal 13

Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan

Pasal 14

Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29.

Pasal 14a

(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudianhari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis, atau karena si terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.

(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.

(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.

(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.

(5) Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan yang menjadi alasan perintah itu.

Pasal 14b

(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling lama dua tahun.

(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.

Pasal 14c

(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana , hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.

(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.

(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau kemerdekaan berpolitik terpidana.

Pasal 14d

(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada perintah untuk menjalankan putusan.

(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi pertolongan atau bantuan kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.

(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.

Pasal 14e

Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa percobaan.

Pasal 14f

(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberika peringatan itu.

(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan tindak pidana tadi.

Pasal 15

(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.

(2) Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.

(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Pasal 15a

(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.

(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.

(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat tersebut dalam pasal 14d ayat 1.

(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata- mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.

(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.

(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.

Pasal 15b

(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.

(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.

(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.

Pasal 16

(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.

(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang tersebut dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.

(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang dilepaskan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.

(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai dari tahanan.

Pasal 17

Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur dengan undang-undang.

Pasal 18

(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.

(2) Jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.

(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

Pasal 19

(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.

(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana penjara.

Pasal 20

(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.

(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani pidananya seperti biasa kecuali kalau tidak datangnya itu bukan karena kehendak sendiri.

(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana karena terpidana jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.

Pasal 21

Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah dimana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaannya terpidana membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.

Pasal 22

(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana kurungan, atau kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.

(2) Pidana kurungan karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu.

Pasal 23

Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 24

Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.

Pasal 25

Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat tersebut ialah:

1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup; 2. Para wanita; 3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan demikian.

Pasal 26

Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana.

Pasal 27

Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahan.

Pasal 28

Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja terpisah.

Pasal 29

(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau kedua- duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pemberian pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.

(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk tempat-tempat orang terpidana.

Pasal 30

(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.

(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.

(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.

(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.

(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.

(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Pasal 31

(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu pembayaran denda.

(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan membayar dendanya.

(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya.

Pasal 32

(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam tahanan sementara, pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana lainnya pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan.

(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.

Pasal 33

(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada dalam tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian di potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai ukuran menurut pasal 31 ayat 3.

(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakim.

(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab dituntut bareng karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.

Pasal 33a

Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.

Pasal 34

Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.

Pasal 35

(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:

1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; 2. hak memasuki Angkatan Bersenjata; 3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. 4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri; 5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; 6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.

(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.

Pasal 36

Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat di cabut dalam hal pemidanaan karena kejahatan jabatan atau kejahatan yang melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau karena memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana karena jabatannya.

Pasal 37

(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:

1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;

2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.

(2) Pencabutan tersebut dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.

Pasal 38

(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:

1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup; 2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya; 3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.

(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.

Pasal 39

(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.

(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

Pasal 40

Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.

Pasal 41

(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti menjadi pidana kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.

(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.

(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di hitung satu hari; jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.

(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.

(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini juga di hapus.

Pasal 42

Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.

Pasal 43

Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang- undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.

Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana

Pasal 44

(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Pasal 45

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.

Pasal 46

(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.

(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 47

(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidananya dikurangi sepertiga.

(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat diterapkan.

Pasal 48

Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

Pasal 49

(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Pasal 50

Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.

Pasal 51

(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Pasal 52

Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

Pasal 52a

Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut ditambah sepertiga.

Bab IV - Percobaan

Pasal 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Pasal 54

Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana

Pasal 55

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 56

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.

Pasal 57

(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.

(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.

(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.

Pasal 58

Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.

Pasal 59

Dalam hal-hal di mana karena pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran tidak dipidana.

Pasal 60

Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.

Pasal 61

(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada penerbit.

(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.

Pasal 62

(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.

(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.

Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana

Pasal 63

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Pasal 64

(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.

(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.

Pasal 65

(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat ditambah sepertiga.

Pasal 66

(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis , maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.

Pasal 67

Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Pasal 68

(1) Berdasarkan hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku aturan sebagai berikut:

1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi pidana pokok atau pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun; 2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi; 3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula halnya dengan pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak diserahkan, dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa dikurangi.

(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan bulan.

Pasal 69

(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut- urutan dalam pasal 10.

(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya terberatlah yang dipakai.

(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.

(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.

Pasal 70

(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi.

(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.

Pasal 70 bis

Ketika menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal- pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak delapan bulan.

Pasal 71

Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.

Bab VII - Mengajukan Dan Menarik Kembali Pengaduan Dalam Hal Kejahatan-Kejahatan Yang Hanya Dituntut Atas Pengaduan

Pasal 72

(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak mengadu;

(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga.

Pasal 73

Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.

Pasal 74

(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.

(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut.

Pasal 75

Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.

Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Dan Menjalankan Pidana

Pasal 76

(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.

Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut.

(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal:

1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum; 2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.

Pasal 77

Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.

Pasal 78

(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:

1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; 2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; 4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Pasal 79

Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:

1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan: 2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; 3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.

Pasal 80

(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal tindakan itu diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.

(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.

Pasal 81

Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa.

Pasal 82

(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.

(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran pejabat dalam ayat 1.

(3) Dalam hal-hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dahulu telah hapus berdasarkan ayat 1 dan ayat 2 pasal ini.

(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun.

Pasal 83

Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.

Pasal 84

(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.

(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.

(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.

(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.

Pasal 85

(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan.

(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.

(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain.

Bab IX - Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang- Undang

Pasal 86

Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.

Pasal 87

Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53.

Pasal 88

Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.

Pasal 88 bis

Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Pasal 89

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.

Pasal 90

Luka berat berarti:

  • jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan

sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

  • tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian;

  • kehilangan salah satu pancaindera;
  • mendapat cacat berat;
  • menderita sakit lumpuh;
  • terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
  • gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Pasal 91

(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.

(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.

(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang sama dengan bapak.

(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang sama dengan kekuasaan bapak.

Pasal 92

(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan yang sah.

(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang disebut hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.

(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.

Pasal 92 bis

Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan.

Pasal 93

(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang mewakilinya.

(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakoda.

(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di dalam kapal.

Pasal 94

Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 11.

Pasal 95

Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.

Pasal 95a

(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia.

(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.

Pasal 95b

Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka untuk penurunan penumpang (diembarkasi).

Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat udara dan barang yang ada di dalamnya.

Pasal 95c

Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiapendaratan.

Pasal 96

(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk di situ negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.

(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah swapraja, begitu juga perang saudara.

(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang mengancam. Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah diperintahkan mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku.

Pasal 97

Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan adalah waktu selama tiga puluh hari.

Pasal 98

Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.

Pasal 99

Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.

Pasal 100

Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci.

Pasal 101

Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi.

Pasal 101 bis

(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan.

(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan bangunan listrik.

Pasal 102

Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382

Aturan Penutup

Pasal 103

Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.