Wikisumber:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mnam23 (bicara | kontrib)
Tag: Pengosongan Pengembalian manual
Mnam23 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan
Baris 1: Baris 1:
<!--Halaman ini dibuat oleh [[Pengguna:Mnafisalmukhdi1]] untuk jaga-jaga jika ada yang salah. Untuk pengurus mohon jangan dihapus untuk sepekan ke depan. Terima kasih. ~~~~-->

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini
berlaku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2289).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan,
kedudukan, peranan dan tugas serta pembinaan profesionalisme
kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yang tercantum di dalamnya
masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988
tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran
Negara

Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369) sehingga
watak militernya masih terasa sangat dominan yang pada gilirannya
berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam
pelaksanaan tugasnya di lapangan.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan
penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai
Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan
merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia,
globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan
akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam
melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan
pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin
meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang
dilayaninya.

Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 == Bab XII tentang Pertahanan dan ==
Keamanan Negara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR
RI No. VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi
perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelembagaan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga
diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan
bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil,
makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan
Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan
sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, dalam
penyelenggaraan fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus,
penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas
partisipasi.

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam
Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian
kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan
asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi,
yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan
penilaian sendiri.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi
dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum,
moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.

Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia
karena menyangkut harkat dan martabat manusia, Negara Republik
Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang
ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati ketentuan
Undang-Undang di atas.

Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap
melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia wajib pula memperhatikan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya,
antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, ketentuan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus,
seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta
peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukum
pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3890) yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun
hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnya
lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada
Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam
pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR
RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan
fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia
sehingga kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat terjamin.

Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakan
penggantian atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak hanya memuat
susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta peranan
kepolisian, tetapi juga mengatur tentang keanggotaan, pembinaan
profesi, lembaga kepolisian nasional, bantuan dan hubungan serta
kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri.

Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh
komitmen para pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap
pelaksanaan tugasnya dan juga komitmen masyarakat untuk secara
aktif berpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang mandiri, profesional, dan memenuhi harapan
masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum
dan keadilan.

Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dibantu" ialah dalam lingkup fungsi
kepolisian, bersifat bantuan fungsional dan tidak bersifat
struktural hierarkis.

Huruf a

Yang dimaksud dengan "kepolisian khusus" ialah instansi dan/atau
badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan
perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi
kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.

Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa
soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan
(Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan
Imigrasi dan lain-lain.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah
suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan
kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan
dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan
pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian
terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte
gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan
pendidikan.

Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan
pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada
pertokoan.

Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan
Kapolri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada
setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak
perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang
secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi
internasional lainnya.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunya
kedaulatan Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi Kepolisian
Negara Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia, sehingga setiap pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat melaksanakan kewenangannya di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia, terutama di wilayah dia ditugaskan.

Ayat (2)

Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien,
wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut
kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan
penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian
wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem
peradilan pidana terpadu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya
bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian
preventif maupun represif yustisial.

Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa
berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga
tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap
pemuliaan profesi kepolisian.

Pasal 9

Ayat (1)

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis
kepolisian menetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh
pengemban fungsi dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2)

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap
usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan
Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan
disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang
bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia
pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul
pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan
dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian
Kapolri pada masa persidangan berikutnya.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja
di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses.

Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan surat Presiden tersebut
berlaku" ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan
diterima secara administratif.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan
yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara
Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan
keselamatan negara.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas
dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat
dicalonkan sebagai Kapolri.

Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman
penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi
kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian.

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional
terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran
pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan
fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Pasal 13

Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas,
ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas
pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi
masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga
tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat
dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus
berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan
penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun
demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing.

Huruf h

Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk
kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non
tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka
pelaksanaan fungsi kepolisian.

Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran
forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan
hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan
dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan
narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik
lintah darat, dan pungutan liar.

Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara
terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang
dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan
falsafah dasar Negara Republik Indonesia.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik
dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada
umumnya.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah
sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data
kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu
lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.

Huruf k

Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas
dasar permintaan yang berkepentingan.

Huruf l

Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang
berkepentingan atau permintaan masyarakat.

Huruf m

Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak
diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu
tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan
wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik
dan/atau media pengumuman lainnya.

Ayat (2)

Huruf a

Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan
di jalan umum.

Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan
keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500,
501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana
diatur dalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain
kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik,
penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik
yang disebarkan kepada umum.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah
senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak
termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk
pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk
kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan
barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan
tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara
lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan
manusia.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia
terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian
bilateral maupun perjanjian multilateral.

Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas
permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian
dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum dari kedua negara.

Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain,
International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol).

Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Huruf k

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki
tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian
perkara serta barang bukti.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam
proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum", termasuk tersangka dan barang buktinya.

Huruf j

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan
permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak
paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya
paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan
Kapolri.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri"
adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus
mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan
betul-betul untuk kepentingan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian
persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum
dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus
dipenuhi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia" meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan
dan pengakhiran dinas.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang
akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.

Pasal 24

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu
kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama
kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian
yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada
bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat
menjalankan pekerjaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua
partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau
pengurus partai politik.

Ayat (2)

Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak
menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional
disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan
yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak
berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut
pelaksanaan teknis institusional.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang
mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60
tahun.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan
pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara
berjenjang, berlanjut, dan terpadu.

Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui
pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di
dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya
sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman
maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk
memantapkan kemampuan dan prestasi.

Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga
pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu
kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian
teknologi kepolisian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus
dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu
pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain
itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang
tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban
warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan
teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika
profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya.
Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang
dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara
dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan
tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka
anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di
hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan
terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sepenuhnya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya
disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar
kode etik.

Pasal 36

Ayat (1)

Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi
masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Huruf a

Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan
Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian
yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri.

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut
penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk,
perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan
masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan
keluhannya.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat
Pemerintah setingkat Menteri eks officio.

Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli
di bidang ilmu kepolisian.

Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal
masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap
kepolisian.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace
Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan
biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta
bendera PBB.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
pihak lain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara
fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing.

Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah
memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah
Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka
menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja
sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan
Aseanapol.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168

Revisi per 20 September 2020 13.33


PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002

TENTANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710) sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memuat pokok-pokok mengenai tujuan, kedudukan, peranan dan tugas serta pembinaan profesionalisme kepolisian, tetapi rumusan ketentuan yang tercantum di dalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368), dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara

Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369) sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh pula kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Sejak ditetapkannya Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 == Bab XII tentang Pertahanan dan == Keamanan Negara, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Namun, tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri.

Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secara teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.

Begitu pentingnya perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia karena menyangkut harkat dan martabat manusia, Negara Republik Indonesia telah membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati ketentuan Undang-Undang di atas.

Di samping memperhatikan hak asasi manusia dalam setiap melaksanakan tugas dan wewenangnya, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib pula memperhatikan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya, antara lain Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, ketentuan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus, seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua serta peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890) yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia baik hak kepegawaian, maupun hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Substansi lain yang baru dalam Undang-Undang ini adalah diaturnya lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memberikan saran kepada Presiden tentang arah kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.

Dengan landasan dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, dalam kebulatannya yang utuh serta menyeluruh, diadakan penggantian atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang tidak hanya memuat susunan dan kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang serta peranan kepolisian, tetapi juga mengatur tentang keanggotaan, pembinaan profesi, lembaga kepolisian nasional, bantuan dan hubungan serta kerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Meskipun demikian, penerapan Undang-Undang ini akan ditentukan oleh komitmen para pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaksanaan tugasnya dan juga komitmen masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mandiri, profesional, dan memenuhi harapan masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Fungsi kepolisian harus memperhatikan semangat penegakan HAM, hukum dan keadilan.

Pasal 3

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "dibantu" ialah dalam lingkup fungsi kepolisian, bersifat bantuan fungsional dan tidak bersifat struktural hierarkis.

Huruf a

Yang dimaksud dengan "kepolisian khusus" ialah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing.

Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan.

Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.

Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 4

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang secara alamiah melekat pada setiap manusia dalam kehidupan masyarakat, meliputi bukan saja hak perseorangan melainkan juga hak masyarakat, bangsa dan negara yang secara utuh terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta sesuai pula dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Declaration of Human Rights, 1948 dan konvensi internasional lainnya.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah wilayah hukum berlakunya kedaulatan Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sehingga setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan kewenangannya di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, terutama di wilayah dia ditugaskan.

Ayat (2)

Untuk melaksanakan peran dan fungsinya secara efektif dan efisien, wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan luas wilayah, keadaan penduduk, dan kemampuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian daerah hukum tersebut diusahakan serasi dengan pembagian wilayah administratif pemerintahan di daerah dan perangkat sistem peradilan pidana terpadu.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden baik dibidang fungsi kepolisian preventif maupun represif yustisial.

Namun demikian pertanggungjawaban tersebut harus senantiasa berdasar kepada ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga tidak terjadi intervensi yang dapat berdampak negatif terhadap pemuliaan profesi kepolisian.

Pasal 9

Ayat (1)

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai pimpinan teknis kepolisian menetapkan kebijakan teknis kepolisian bagi seluruh pengemban fungsi dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Yang dimaksud "dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" adalah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Ayat (2)

Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah, antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menolak usul pemberhentian Kapolri, maka Presiden menarik kembali usulannya, dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dua puluh hari kerja DPR-RI" ialah hari kerja di DPR-RI tidak termasuk hari libur dan masa reses.

Sedangkan yang dimaksud dengan "sejak kapan surat Presiden tersebut berlaku" ialah sejak surat Presiden diterima oleh Sekjen DPR-RI dan diterima secara administratif.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" ialah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden menghentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkan sebagai Kapolri.

Sedangkan yang dimaksud dengan "jenjang karier" ialah pengalaman penugasan dari Pati calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian.

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Jabatan penyidik dan penyidik pembantu sebagai jabatan fungsional terkait dengan sifat keahlian teknis yang memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "ditentukan" adalah suatu proses intern Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menentukan jabatan fungsional lainnya yang diperlukan di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13

Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas, ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Huruf h

Penyelenggaraan identifikasi kepolisian dimaksudkan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana dan pelayanan identifikasi non tindak pidana bagi masyarakat dan instansi lain dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian.

Adapun kedokteran kepolisian adalah meliputi antara lain kedokteran forensik, odontologi forensik, dan pskiatri forensik yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas kepolisian.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Hal ini dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebatas pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan pelayanan masyarakat.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.

Wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) ini dilaksanakan secara terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat.

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada umumnya.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "Pusat Informasi Kriminal Nasional" adalah sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas.

Huruf k

Surat Izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas dasar permintaan yang berkepentingan.

Huruf l

Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat.

Huruf m

Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau masyarakat yang diserahkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Barang temuan itu harus dilindungi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah menerima barang temuan wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik dan/atau media pengumuman lainnya.

Ayat (2)

Huruf a

Keramaian umum yang dimaksud dalam hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum.

Kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat membahayakan keamanan umum seperti diatur dalam Pasal 495 ayat (1), 496, 500, 501 ayat (2), dan 502 ayat (1) KUHP.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kegiatan politik sebagaimana diatur dalam perundang-undangan di bidang politik, antara lain kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik, penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik yang disebarkan kepada umum.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "senjata tajam" dalam Undang-Undang ini adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang-barang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan tertentu yang disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia.

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Dalam pelaksanaan tugas ini Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.

Dalam hubungan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain, sebaliknya Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dari kedua negara.

Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol).

Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Huruf k

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Larangan kepada setiap orang untuk meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara maksudnya untuk pengamanan tempat kejadian perkara serta barang bukti.

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Kewenangan ini merupakan kewenangan umum dan kewenangan dalam proses pidana, dalam pelaksanaannya anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menunjukkan identitasnya.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Huruf h

Cukup jelas

Huruf i

Yang dimaksud dengan "menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum", termasuk tersangka dan barang buktinya.

Huruf j

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dapat mengajukan permintaan cegah tangkal dalam keadaan mendesak atau mendadak paling rendah setingkat Kepala Kepolisian Resort, selanjutnya paling lambat dua puluh hari harus dikukuhkan oleh Keputusan Kapolri.

Huruf k

Cukup jelas

Huruf l

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bertindak menurut penilaiannya sendiri" adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Kata "sekurang-kurangnya" dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam Undang-Undang ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "pembinaan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia" meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pengakhiran dinas.

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Kalimat pengantar dan penutup sumpah/janji bagi calon anggota yang akan disumpah/janji disesuaikan dengan agama dan kepercayaannya.

Pasal 24

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "menjalani ikatan dinas" adalah suatu kewajiban bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk bekerja di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia selama kurun waktu tertentu mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan Kepolisian yang diperoleh dari Lembaga Pendidikan Pembentukan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui pengabdiannya kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan patuh serta taat menjalankan pekerjaannya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "bersikap netral" adalah bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia bebas dari pengaruh semua partai politik, golongan dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Ayat (2)

Meskipun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih, namun keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "jabatan di luar kepolisian" adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah adalah menyangkut pelaksanaan teknis institusional.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Secara umum usia pensiun maksimum anggota Polri 58 tahun, bagi yang mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Pembinaan kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut, dan terpadu.

Peningkatan dan pengembangan pengetahuan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik di dalam maupun di luar lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, di lembaga pendidikan di dalam atau di luar negeri, serta berbagai bentuk pelatihan lainnya sepanjang untuk meningkatkan profesionalisme. Sedangkan pengalaman maksudnya adalah meliputi jenjang penugasan yang diarahkan untuk memantapkan kemampuan dan prestasi.

Tuntutan pelaksanaan tugas serta pembinaan kemampuan profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengharuskan adanya lembaga pendidikan tinggi kepolisian yang menyelenggarakan pendidikan ilmu kepolisian yang bersifat akademik maupun profesi dan pengkajian teknologi kepolisian.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Ayat ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Ayat ini dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2)

Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sepenuhnya anggota Polri yang masih aktif dan mengenai susunannya disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar kode etik.

Pasal 36

Ayat (1)

Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Huruf a

Arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan teknis Kepolisian yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri.

Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat ini menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya.

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "unsur-unsur Pemerintah" ialah pejabat Pemerintah setingkat Menteri eks officio.

Yang dimaksud dengan "pakar kepolisian" ialah seseorang yang ahli di bidang ilmu kepolisian.

Yang dimaksud dengan "tokoh masyarakat" ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti menaruh perhatian terhadap kepolisian.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tugas pemeliharaan perdamaian dunia" (Peace Keeping Operation) adalah tugas-tugas yang diminta oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada suatu negara tertentu dengan biaya operasional, pertanggungjawaban dan penggunaan atribut serta bendera PBB.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Hubungan kerja sama Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan pihak lain dimaksudkan untuk kelancaran tugas kepolisian secara fungsional dengan tidak mencampuri urusan instansi masing-masing.

Khusus hubungan kerja sama dengan Pemerintah Daerah adalah memberikan pertimbangan aspek keamanan umum kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta kegiatan masyarakat, dalam rangka menegakkan kewibawaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "kerja sama multilateral", antara lain kerja sama dengan International Criminal Police Organization-Interpol dan Aseanapol.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4168