Buku Praktis Bahasa Indonesia 1/Kata: Perbedaan antara revisi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 579: Baris 579:
Kata '''''seluruh''''' mengandung makna bahwa setiap anggota termasuk dalam hitungan, tetapi dalam pengertian kekelompokkan atau kolektif. Kalimat di atas dapat diubah dengan mempertukarkan kata semua dengan ''seluruh'' seperti berikut.
Kata '''''seluruh''''' mengandung makna bahwa setiap anggota termasuk dalam hitungan, tetapi dalam pengertian kekelompokkan atau kolektif. Kalimat di atas dapat diubah dengan mempertukarkan kata semua dengan ''seluruh'' seperti berikut.


(2) ''Seluruh ''warga kota diungsikan.
(2) ''Seluruh'' warga kota diungsikan.


Akan tetapi, pada dua kalimat berikut pemakaian kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.
Akan tetapi, pada dua kalimat berikut pemakaian kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.


(3) ''*Semua ''bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.
(3) ''*Semua'' bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.


(4) ''Seluruh ''bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.
(4) ''Seluruh'' bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.


Perbedaan itu terjadi karena pemakaian kata ''semua'' ditekankan pada jumlah yang banyak, sedangkan pemakaian kata ''seluruh'' ditekankan pada satu benda yang merupakan kesatuan yang utuh. ''Bangsa Indonesia'' pada kalimat (3) dan (4) jumlahnya hanya satu. Oleh karena itu, penggunaan kata ''seluruh'' pada kalimat itu lebih tepat daripada kata ''semua''. Hal itu nyata juga pada perbandingan berikut.
Perbedaan itu terjadi karena pemakaian kata ''semua'' ditekankan pada jumlah yang banyak, sedangkan pemakaian kata ''seluruh'' ditekankan pada satu benda yang merupakan kesatuan yang utuh. ''Bangsa Indonesia'' pada kalimat (3) dan (4) jumlahnya hanya satu. Oleh karena itu, penggunaan kata ''seluruh'' pada kalimat itu lebih tepat daripada kata ''semua''. Hal itu nyata juga pada perbandingan berikut.
Baris 602: Baris 602:


(8) Dewi ingin melihat ''segala'' bunga yang terdapat di kebun itu.
(8) Dewi ingin melihat ''segala'' bunga yang terdapat di kebun itu.

(9) Dewi ingin melihat ''semua'' bunga yang terdapat di kebun itu.
(9) Dewi ingin melihat ''semua'' bunga yang terdapat di kebun itu.


Kalimat (8) menyiratkan pengertian bahwa di kebun itu ada berbagai jenis bunga saja yang ada di kebun itu atau mungkin pula ada berbagai jenis.
Kalimat (8) menyiratkan pengertian bahwa di kebun itu ada berbagai jenis bunga saja yang ada di kebun itu atau mungkin pula ada berbagai jenis.


Jika benda yang ditunjuk kata ''segala'' tidak beragam, pengguna-annya akan janggal, seperti terlihat pada kalimat berikut ini.
Jika benda yang ditunjuk kata ''segala'' tidak beragam, penggunaannya akan janggal, seperti terlihat pada kalimat berikut ini.


(10) *Segala siswa kelas enam akan menghadapi ujian akhir.
(10) *''Segala'' siswa kelas enam akan menghadapi ujian akhir.


Kata '''''sekalian''''' menyatakan keserentakan. Kata itu hanya digunakan untuk mengacu pada orang atau manusia. Hal itu terlihat pada kejanggalan pemakaiannya dalam kalimat berikut ini.
Kata '''''sekalian''''' menyatakan keserentakan. Kata itu hanya digunakan untuk mengacu pada orang atau manusia. Hal itu terlihat pada kejanggalan pemakaiannya dalam kalimat berikut ini.
Baris 620: Baris 621:
(13) ''Semua'' orang di ruangan itu menengok kepadanya.
(13) ''Semua'' orang di ruangan itu menengok kepadanya.


Kata '''''segenap'''''juga menyatakan makna 'semua', tetapi dalam pengertian kelengkapan. Dalam hal ini maknanya mirip dengan kata seluruh.
Kata '''''segenap'''''juga menyatakan makna ''semua'', tetapi dalam pengertian kelengkapan. Dalam hal ini maknanya mirip dengan kata ''seluruh''.


(14) ''Segenap'' bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.
(14) ''Segenap'' bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.


Perbedaannya dengan kata ''seluruh ''ialah bahwa kata ini biasanya diikuti oleh kata yang menyatakan manusia. Kalimat berikut ini tidaklah lazim.
Perbedaannya dengan kata ''seluruh'' ialah bahwa kata ini biasanya diikuti oleh kata yang menyatakan manusia. Kalimat berikut ini tidaklah lazim.


(15) *Kita akan melindungi ''segenap'' binatang dari kepunahan.
(15) *Kita akan melindungi ''segenap'' binatang dari kepunahan.

Revisi per 13 Oktober 2009 03.28

Kata Baku dan Tidak Baku

Baku Tidak Baku aerobik erobik akuntan akountan arkais arkhais baut baud ekstrem ekstrim geladi gladi hierarki hjrarki insaf insyaf jadwal jadual karier karir khawatir kuatir khotbah khutbah kompleks komplek kongres konggres korps korp kurva kurve manajemen managemen metode metoda misi missi nahkoda nakoda prangko perangko stasiun setasiun sutera sutra syahdu sahdu tata bahasa tatabahasa teknik tehnik terampil trampil trotoar trotoir ubah rubah wakaf wakap wasalam wassalam wujud ujud

Penulisan Kata yang Benar

Benar Salah Amir, S.H. Amir SH. (sarjana hukum) Angkatan IV Angkatan Ke-IV antarnegara antar negara daripada dari pada KBRI K.B.R.I kuitansi kwitansi saya pun sayapun saptakrida sapta krida semifinal semi final si pengirim sipengirim subsistem sub sistem tunasosial tuna sosial ultramodern ultra modern uang 500-an uang 500an 300 barel (tong) 300 barrel 5 g 5 gr 10 km 10 Km. 6 l 6 Lt.

Kata Bahasa Indonesia

adikara: (1) (yang) berkuasa; (2) dengan kekuasaan (secara diktator); (3) diktator; (4) kekuasaan, kewibawaan adikodrat: yang melebihi atau di luar kodrat alam ajangkarya: berkunjung atau perkunjungan ke suatu tempat sambil menjalankan tugas (biasanya dilakukan oleh pejabat pemerintahan) awa: unsur terikat untuk menyatakan hilang; misalnya awahama, mengawahamakan, membersihkan diri dari hama penyakit ayom, mengayomi : melindungi; pengayoman; perlindungan, lindungan bagur: (1) lekas menjadi besar (gemuk) dan tinggi; (2) besar dan tingginya luar biasa bahang: hawa panas (karena nyala api atau dari panas tubuh) bernas: (1) berisi penuh (tentang susu, butir padi, bisul, dsb.); misalnya bernas susunya; bisulnya telah bernas; hampir memecah; (2) akan banyak hasilnya (tentang tanaman padi, dsb.); misalnya tanaman padi yang bernas; (3) banyak isinya (tentang perkataan, pidato, dsb.); misalnya ceramah yang bernas dan bermutu tinggi bonsai: tumbuhan atau perdu yang tumbuh menjadi sangat kerdil, yang diperoleh dengan mananamnya dalam pot melalui cara tertentu cabar: (1) tawar hati; hilang keberanian; takut; penakut; mencabarkan (hati); ketawaran hati; ketakutan; (2) kurang ingat-ingat; kurang hemat; lalai cagar: (1) barang dsb. yang dipakai sebagai tanggungan utang; barang yang digadaikan; (2) panjar; mencagarkan; memberikan barang dsb. untuk tanggungan utang; menggadaikan; misalnya mencagarkan sawah cangkang: (1) kulit telur; (2) rumah siput atau kerang dedah, mendedahkan: membuka (kain dsb.); menyingkap; memajankan, terdedah; terbuka; tersingkap terpajan ejawantah, mengejawantahkan: penjelmaan; pernyataan; manifestasi; perwujudan atau materialisasi dari suatu posisi, kondisi, situasi, semangat, pendirian, sikap, kekuatan, kekuasaan, dsb.; misalnya politik nonblok RI terjelma dari kecintaannya terhadap kemerdekaan dan sebagai pengejawantahan dari kekuatan Indonesia; demonstasi pelajar dan mahasiswa itu merupakan pengejawantahan sikap angkatan muda yang menentang tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa fatwa: (1) jawab (keputusan) yang diberikan oleh ahli hukum Islam, ter-utama oleh mufti tentang suatu masalah; (2) nasihat orang alim; pel-ajaran (nasihat) baik; berfatwa: memberikan petuah, manasihatkan langgam: (1) cara; ragam; model; gaya; misalnya langgam baju Jawa; langgam bahasanya mendekati cerita baru; gaya bahasanya; (2) adat kebiasaan; misalnya negeri yang sama langgamnya; (3) irama lagu (nyanyian); misalnya mana yang kausukai, langgam atau keroncong lir: seperti; misalnya lir sari, yang seperti bunga (perempuan yang elok) niskala: (1) tidak berwujud; tidak berbenda; (2) mujarad; abstrak pakar: (orang) ahli; )orang) pandai-pandai ranah: domain senarai: daftar, misalnya senarai nama pengarang telingkah, bertelingkah: (1) tidak bersatu hati; berselisih' bercekcok; (2) tidak dapat dipersatukan warakawuri: Wanita yang menjanda karena kematian suami

Pemakaian Bentuk Kata yang Tepat

Imbuhan pada sebuah verba memberikan makna tertentu pada verba itu. Oleh sebab itu, pemakaiannya pun harus dilakukan secara cermat. Berikut ini beberapa contoh pemakaian imbuhan, dalam hal ini akhiran, yang perlu diperhatikan.

  1. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan iman.

Akhiran –kan pada kata diberikan seharusnya tidak muncul. Kalimat itu seharusnya berbunyi: Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan iman, atau Semoga kekuatan iman diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan. Bandingkan dengan kalimat-kalimat berikut.

  1. Saliman memberi adiknya buku baru.
  2. Adiknya diberi (Saliman) buku baru.
  3. Saliman memberikan buku baru kepada adiknya.
  4. Buku baru diberikan (Saliman) kepada adiknya.

Perhatikan pula penggunaan akhiran –kan pada contoh berikut.

  1. Gubernur menugaskan walikota untuk menyelesaikan masalah itu.

Bentuk menugaskan tidak tepat digunakan dalam kalimat di atas. Bentuk yang seharusnya digunakan ialah menugasi sehingga kalimat perbaikannya menjadi seperti berikut.

  1. (6a) Gubernur menugasi walikota untuk menyelesaikan masalah itu.

Agar lebih jelas perhatikan kalimat-kalimat berikut.

  1. Ia menugaskan penyusunan buku itu kepada saya.
  2. Penyusunan buku itu ditugaskan kepada saya.
  3. Ia menugasi saya (untuk) menyusun buku.

Dari contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa menugaskan berarti 'menjadikan tugas', sedangkan menugasi berarti 'memberi tugas kepada'.

Kata Ranking dan Langganan

Kata ranking sering digunakan pada kalimat seperti berikut.

  1. Di kelasnya dia menduduki ranking kedua.

Kata ranking disini diartikan 'peringkat'. Pengertian ini tidak tepat. Dalam bahasa Inggris kata ranking sesungguhnya berarti 'pemeringkatan'. Pemeringkatan adalah proses menyusun urutan berdasarkan tolok ukur tertentu. Kedudukan dalam urutan itu disebut peringkat atau rank. Dalam kalimat (1) di atas kita seharusnya tidak menggunakan kata ranking, tetapi peringkat. (Kata rank yang sepadan dengan peringkat tidak kita serap). Kalimat itu perlu diubah menjadi: (1a) Di kelasnya dia menduduki peringkat kedua Kata langganan sering digunakan dalam kalimat seperti berikut.

  1. Saya ingin langganan majalah itu.

Kata langganan bukanlah verba, melainkan nomina. Verbanya adalah melanggani atau berlangganan. Kalimat (2) itu dapat diperbaiki menjadi (a) ataupun (b). (2a) Saya ingin melanggani majalah itu. (2b) Saya ingin berlangganan majalah itu. Kata langganan dapat digunakan seperti dalam kalimat

  1. Uang langganan dapat dibayarkan sebulan sekali.

Nuansa Makna dalam Kata

Dalam membuat kalimat, terutama jika kita menulis, diperlukan kecermatan dalam memilih kata (diksi). Untuk kecermatan pemilihan kata, selayaknya kita memperhatikan adanya kata-kata yang mengandung makna yang hampir sama. Berikut ini adalah senarai kata yang bernuansa makna, yang untuk perbandingan dipasangkan dengan padanan bahasa Inggris. Indonesia Inggris laik, layak worthy pantas proper patut fitting; fair; decent sesuai suitable wajar natural adi- super- istimewa extraordinary prima prime ultra- ultra- unggul superior; excellent utama prominent abadi perpetual amerta immortal awet durable baka evarlasting kekal eternal magun; permanen permanent tetap constant melompat to jump meloncat to hop menanjak, melandai to slope mendaki to climb, to scale perencanaan planning rencana plan jadwal schedule program program agenda; acara agenda rancangan; desain design hampa; vakum vacuum lompong void kosong empty blanko; kosong blank luang free lowong; lowongan vacant; vacancy nihil nil; nought undang-undang dasar constitution undang-undang legislation tata; orde order hukum law kaidah rule dalil proposition; thesis; theorem aturan regulation norma norm patokan; aksesori accessory aparat; radas apparatus peranti appliance perkakas; alat implement; tool perabot utensil perlengkapan equipment instrumen instrument gawai device sarana means prasarana infrastructure suku part acang gadget

==Makna Kata Kilah dan Tukas== Jika sebuah kata tidak dipahami maknanya, pemakaiannya pun mungkin tidak akan tepat. Hal itu akan menimbulkan keganjilan, kekaburan, dan salah tafsir. Berikut ini akan dibahas kata kilah dan tukas yang sering dipakai secara tidak tepat. Kata kilah disamakan dengan kata kata atau ujar sehingga berkilah dianggap sama dengan berkata atau berujar dan kilahnya dianggap sama dengan katanya atau ujarnya. Hal itu terlihat dalam wacana berikut.

  1. Kemarin Tuti dibelikan baju baru oleh Doni, kakaknya.

Dengan senang hati dia menerimanya. "Terima kasih," kilahnya kepada Doni. Jika kita membuka Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), akan kita temukan kata kilah dengan makna 'tipu daya' atau 'dalih'. Jadi pemakaiannya seperti pada wacana (1) tidaklah tepat. Berkilah artinya 'mencari-cari alasan untuk membantah pendapat orang'. Perhatikan contoh berikut.

  1. Dalam pertandingan semalam penampilannya begitu buruk sehingga dia mengalami kekalahan telak. Atas kekalahannya itu dia berkilah bahwa suhu udara sangat rendah sehingga gerakan tubuhnya terhambat.
  2. Banyak soal ujian yang tidak dapat dikerjakannya. Kali ini tampaknya persiapannya kurang. 'Saya tidak dapat belajar. Rumah saya terlalu bising,' kilahnya.

Dalam contoh (2) suhu udara dijadikan alasan kekalahan untuk menolak adanya pendapat yang lain. Demikian juga dalam contoh (3), kebisingan di rumah dijadikan kurangnya persiapan untuk menutupi kekurangan lain yang sebenarnya. Kata berdalih merupakan sinonim berkilah. Berdalih artinya 'mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan'. Berikut ini contoh pemakaiannya.

  1. Ucok ingin menjual sepedanya untuk membayar utang. Kepada ibunya dia berdalih bahwa sepedanya itu sudah tidak baik lagi jalannya.

Kata tukas juga sering digunakan dengan pengertian keliru. Kata tukas sering diartikan 'menjawab atau menanggapi perkataan orang dengan cepat' seperti contoh berikut

  1. Edi bertanya kepada Pak Amir, 'Pak, apakah persoalan ini perlu dibicarakan dengan Pak Hasan atau ..."

"Tidak perlu lagi," tukas pak Amir. Arti kata tukas yang benar, seperti tercantum dalam KUBI, adalah 'menuduh tidak dengan alasan yang cukup'. Berikut ini contoh pemakaiannya.

  1. Retno mendapatkan tasnya telah terbuka dan dompet berisi uang serta surat-surat penting telah lenyap dari sana. Dengan pikiran kalut dia menengok ke kiri ke kanan dan melihat orang yang rasa-rasanya selalu mengikutinya. "Pasti engkaulah yang mengambil dompetku, "tukasnya kepada orang itu.
Selain itu, ada pula kata tukas yang berasal dari bahasa Minangkabau yang berarti 'mengulangi lagi' (permintaan, jawaban, panggilan, dan sebagainya). Berikut ini contoh pemakaiannya.
  1. "Jangan berhujan-hujan. Nanti ibu marah, " kata Titi kepada adiknya.

"Tidak peduli,"jawab adiknya. "Nanti kau dihukum, "kata Titi lagi. "Tidak peduli, "tukas adiknya.

==Makna Kata Acuh dan Tayang== Kata acuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), berarti 'peduli, mengindahkan'. Kata acuh lebih sering muncul dalam bentuk tidak acuh, acuh tak acuh, dan tidak mengacuhkan. Dalam percakapan tidak resmi, pemakaian kata acuh dengan nada tertentu seringkali justru sama maknanya dengan tidak acuh. Demikian pula kata peduli dan tahu, jika diucapkan dengan intonasi tertentu, maknanya sama dengan tidak peduli dan tidak tahu. Dalam bahasa tulis pemakaian seperti ini hendaknya dihindari, apalagi jika diingat bahwa tanda-tanda yang melambangkan intonasi yang dimaksud tidak tersedia. Wacana (1) berikut ini memuat pemakaian kata mengacuhkan yang tidak tepat, sedangkan wacana (2) memuat pemakaiannya yang tepat.

  1. Didi diperingatkan oleh gurunya agar tidak berisik. Dia mengacuhkan saja peringatan itu dan terus bercakap dengan temannya.
  2. Di tikungan itu sering terjadi kecelakaan. Hal itu seharusnya dapat dihindari jika para pengemudi mau mengacuhkan rambu-rambu yang ada.

Kata lain yang menjadi sinonim mengacuhkan adalah menghiraukan, memperhatikan, memedulikan, dan mengindahkan. Akhir-akhir ini dipakai kata tayang, menayangkan. Sebetulnya kata itu bukanlah kata yang baru sebab sudah lama tercatat dalam KUBI. Menayangkan artinya (1) 'membawa sesuatu di telapak tangan' dan (2) 'mempersembahkan (dalam arti mempertunjukkan film dan sebagainya)'. Dalam beberapa bahasa daerah pun ada kata tayang, misalnya dalam bahasa Alas di Daerah Istimewa Aceh dengan arti 'melemparkan benda dengan sekuat kuatnya sehingga benda itu melayang-layang'. Tampaklah di sini adanya perkaitan arti. Dengan adanya kata itu, di samping memutar film, menyajikan film, mempersembahkan film, kita dapat juga mengatakan menayangkan film. Keuntungan lain, kita dapat mengatakan menayangkan salindia (slide) dan ini lebih tepat daripada memutar salindia.

==Makna Kata Hijrah dan Hijriah== Kata hijrah yang digunakan dalam kalimat seperti Tahun Baru Hijrah jatuh pada tanggal 14 Agustus 1988 dan Tahun 1408 Hijrah akan kita tinggalkan, tidaklah tepat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kita tidak menemukan kata hijrah dengan makna 'nama tarikh Islam', tetapi yang kita temukan makna (1) 'pemutusan pertalian Nabi Muhammad saw. dengan suku bangsa di Mekah (Nabi Muhammad saw. meninggalkan Mekah, berpindah ke Madinah)' dan (2)'mengungsi dan berpindah'. Di dalam bahasa Arab cara yang digunakan untuk membentuk adjektiva yang bermakna 'berhubungan, berkaitan, bertalian dengan kata dasarnya, adalah dengan menambahkan akhiran –iy (ya nisbah) dan –iyah pada nomina. Jika kata dasarnya berupa nomina yang tergolong maskulin (muzakkar), akhiran yang digunakan umumnya akhiran –i. Kata Masih, Malik, dan Iraq, jika diberi akhiran yang menyatakan nisbah, masing-masing menjadi Masihi (Masehi) yang berarti (1) 'yang mengikuti Isa Almasih' dan (2)'perhitungan tanggal yang berdasarkan kelahiran Almasih'; Maliki yang berarti 'pengikut atau mazhab yang didasarkan atas Imam Malik'. Iraqi yang berarti 'orang yang berbangsa Irak'. Kata dasar feminin (muannas) dijadikan adjektiva dengan pengimbuhan akhiran –iah. Kata hijrah, misalnya, menjadi hijriah, yakni 'nama tarikh Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw,; fitrah menjadi fitriah 'yang berkaitan dengan fitrah. Di samping itu, terdapat pula kata bentukan dengan akhiran –iah, yang dibentuk dari kata dasar maskulin. Misalnya, Muhammad, Islam, khilaf dan imsak menjadi Muhammadi(y)ah yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw.; Islamiah 'yang berhubungan dengan agama Islam'; khilafiah 'yang berkaitan dengan khilaf (perbedaan pendapat)'; imsakiah 'yang berkaitan dengan imsak.' Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa penggunaan kata hijrah yang mengacu ke penanggalan yang didasarkan pada berpindahnya Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Madinah tidak tepat. Bentuk yang tepat untuk itu adalah hijriah. Jadi, kalimat contoh di atas seharusnya Tahun baru Hijriah jatuh pada tanggal 14 Agustus 1988 Masehi dan Tahun 1408 Hijriah akan kita tinggalkan.

Pemakaian Kata Sebentar, Sejenak, Sekejap, Sekilas, Sepintas, dan Sejurus

Keenam kata ini, sebentar, sejenak, sekejap, sekilas, sepintas, dan sejurus, memiliki makna yang hampir sama, yaitu menggambarkan waktu yang amat singkat atau amat pendek. Akan tetapi, jika diamati lebih teliti, terlihat bahwa kata-kata itu berbeda pemakaiannya. Perhatikanlah contoh-contoh berikut. sebentar sejenak (1) Coba perhatikan sepintas lukisan itu. sekilas

  • sekejap
  • sejurus

sebentar sejenak (2) Ia memandangku sepintas sekilas sekejap sejurus sebentar sejenak (3) Bacalah sepintas halaman tujuh belas ini. sekilas

  • sekejap
  • sejurus

sebentar. berhenti sejenak. (4) Budi berpikir *sepintas. tertegun *sekilas.

  • sekejap.

sejurus. sebentar

  • sejenak

(5) a) *sepintas ya!

  • sekilas
  • sekejap

sejurus sebentar sejenak b) sepintas saja. sekilas sekejap sejurus sebentar!

  • sejenak!

c) Coba ke sini *sepintas!

  • sekilas!
  • sekejap!
  • sejurus!

Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa keenam kata itu tidak selalu dapat dipakai pada setiap bentukan kalimat. Tanda asteris (*) menunjukkan pemakaian kata yang tidak berterima. Mengapa demikian? Bagaimana cara membedakan pemakaian kata-kata itu? Sekurang-kurangnya ada empat cara yang dapat digunakan untuk melihat perbedaan pemakaian keenam kata itu, yaitu

  1. dengan mengamati jenis verba (kata kerja) yang didampingkan dengan setiap kata di antara keenam kata itu, misalnya verba yang menyatakan tindakan yang dilakukan mata (melihat, memandang, dan menyaksikan) atau verba yang berkaitan dengan aktivitas tubuh (berhenti, tertegun, dan diam);
  2. dengan mengamati jenis-jenis bangun kalimat yang menggunakan setiap kata di antara keenam kata itu, misalnya bangun kalimat deklaratif (kalimat berita) atau bangun kalimat imperatif (kalimat perintah);
  3. dengan mengamati makna semantis kata-kata itu;
  4. dengan mengamati ragam bahasa yang menggunakan kata itu, misalnya ragam tulis atau ragam lisan, ragam resmi atau ragam tak resmi.

Sebentar dan Sejenak Dari contoh-contoh yang disajikan di atas, ternyata kala sebentar dan sejenak hadir dalam contoh 1-4. Akan tetapi, di antara kedua kata itu, kata sebentar memiliki peluang paling besar dalam pemakaiannya, apalagi dalam ragam lisan atau ragam tak resmi, lihat contoh (5). kata sebentar kecil kemungkinannya dapat diganti dengan kata sejenak. Sejenak Kata sejanak lebih luas kemungkinan perangkaiannya daripada kata sekejap, sekilas, dan sepintas. Kata sejenak menggambarkan ketenangan, ketaktergesaan atau ketaktegangan. Oleh karena itu, kata sejenak dapat dirangkaikan dengan verba seperti bergembiralah, nikmatilah, dudukalah, bacalah, lihat contoh (6) atau verba seperti renungkan, pandanglah, amatilah, dengarkan, pikirkan, lihat contoh (7) yang menggambarkan suasana tenang, tanpa ketegangan.

  1. a) Bergembiralah sejenak bersama kelompok lawak itu.

b) Nikmatilah sejenak sajian musik itu. c) Duduklah sejenak sambil menikmati hidangan sekadarnya. d) Bacalah sejenak cerpen ini. renungkan pandanglah (7) Coba amatilah sejenak/sebentar .... dengarkan pikirkan Akan tetapi, terasa janggal jika kata sejenak dirangkaikan dengan verba yang membayangkan kata ketergesaan atau "usaha yang keras", seperti terlihat pada contoh (8) berikut ini. Tuliskan Selesaikan (8) Bersihkan sebentar Bantulah *sejenak Ajarilah Bekarjalah Sekejap dan Sekilas Kedua kata ini, sekejap dan sekilas, cenderung hanya dapat didampingkan dengan verba yang berkaitan dengan indera penglihatan. Seperti memandang, melihat, dan tampak, misalnya.

  1. a) Orang itu memandang sekejap/sekilas.

b) Orang tua itu menghilang dalam sekejap mata. c) Sekilas tampak bayangan wajahnya. Sepintas Kata sepintas tampaknya dapat didampingkan dengan verba yang berkaitan dengan indera penglihatan (memandang), verba kesadaran (merenung), dan verba komunikasi (berbicara), serta verba yang berkaitan dengan indera pendengaran, misalnya;

  1. a) "Mungkin saja hal itu terjadi,"pikirnya sepintas lalu.
b) Ia terlibat dalam percakapan sepintas.
c) Sepintas (lalu) saya pernah melihat tontonan sulap itu.
d) Saya mendengar siaran berita sepintas (lalu).

Dalam bangun kalimat imperatif, kata sepintas tampak janggal digunakan jika didampingkan dengan verba kesadaran dan verba yang berkaitan dengan indera pendengaran. Perhatikan contoh berikut.

  1. a) *Dengarkanlah nyanyian itu sepintas!

b) *Pikirkanlah masalah itu sepintas! Kejanggalan itu timbul karena, secara semantis, kata sepintas itu bermakna 'sepenggal' atau 'sepotong'. Oleh karena itu, kata sepintas sangat mungkin didampingkan dengan verba yang menyangkut indera penglihatan (bacalah, amatilah) dalam bangun kalimat imperatif misalnya:

  1. a) Bacalah halaman 17 itu sepintas!

b) Amatilah lukisan itu sepintas! Sejurus Pemakaian kata sejurus terbatas perangkaiannya dengan jenis verba tertentu yang tidak menggunakan gerakan badan, tetapi pemunculannya hanya mungkin pada bangun kalimat deklaratif, seperti terutama pada contoh berikut.

  1. a) Dipandangnya aku sejurus.
b) "...", katanya setelah berpikir sejurus.
c) Dia diam sejurus.
d) Makannya terhenti sejurus.
e) Kuukur ketulusan ucapan gadis itu sejurus.
f) *Ia berlari sejurus.
g) *Ia makan sejurus.

Jika ditinjau lebih jauh lagi, kata sejurus berjangka waktu yang pendek. Bandingkankah ukuran waktu yang tentu pada contoh (14) dan ukuran waktu yang taktentu pada contoh (15) berikut ini. (14) tiga jam kemudian

	dua menit	lagi
	satu detik	lamanya
  1. a) sebentar/sejurus kemudian
b) sebentar/sejurus lagi
c) sejurus lamanya.

Kata Sekarang dan Kini

Kata sekarang dan kini kelihatannya persis sama maknanya sehingga seolah-olah keduanya dapat selalu saling menggantikan, sebagaimana yang terdapat pada contoh berikut.

  1. Karena dulu para petani di daerah itu berpindah-pindah, ini/sekarang banyak pendapat lahan yang rusak.

Akan tertapi, jika diamati secara lebih cermat, kemungkinan pemunculan kata kini lebih terbatas daripada sekarang. Kata kini mengandung nuansa yang lebih khusus. Penggunaan kata kini mengandalkan adanya kesinambungan antara yang terjadi pada waktu lampau dan yang terjadi pada saat ihwalnya dibicarakan, antara yang terjadi dulu dan yang terjadi pada saat ini. Perhatikan contoh berikut.

  1. Yang dulu dipandang remeh kini disegani banyak orang
  2. Ia, yang selama ini dikenal sebagai peragawati, kini mencoba nasib sebagai perancang baju.
  3. Ia pernah belajar antropologi di luar negeri dan kini bekerja di kantor swasta.

Meskipun penggunaan kata kini selalu mengait ke peristiwa yang terjadi pada masa lampau, peristiwa lampau itu sendiri tidak selalu harus disebutkan secara eksplisit. Peristiwa lampau yang terkena kaitan itu dapat saja hanya secara implisit tersingkap dari konteksnya. Amatilah contoh berikut.

  1. Kini Batam sudah siap menerima arus wisatawan
  2. Kini tiada lagi orang yang berpakaian seragam seperti itu.

Tanpa dikaitkan dengan waktu lampau, kata kini tidak dapat digunakan. Pemakaian kata kini pada contoh yang berikut tidak berterima. (Tanda asteris (*) menunjukkan pemakaian yang tidak berterima).

  1. Sekarang/*Kini atau besok penggenangan waduk itu dilakukan?
  2. A: Kapan daerah itu dikosongkan?

B: Sekarang./*Kini. Kata kini tidak digunakan sebagai atribut untuk menerangkan nomina. Bandingkan pemakaiannya sebagai atribut (yang tidak berterima) pada contoh (9) dan penggunaannya sebagai kata keterangan waktu (yang diterima) pada contoh (10) di bawah ini.

  1. Gurunya yang sekarang/*kini lebih pandai menyampaikan bahan pelajaran.
  2. Istrinya, yang sekarang/kini menjadi dokter, akan bertugas di Puskesmas Pandeglang.

Akan tetapi, ada rangkaian dengan nomina tertentu yang membolehkan penggunaan sebagai atribut meskipun jumlahnya terbatas, misalnya, masa kini. Namun, rangkaian seperti ini pada umumnya tidak berterima: "zaman kini, *pemuda kini. Masih ada satu perbedaan lagi antara sekarang dan kini. Perhatikanlah contoh berikut.

  1. Jika keadaan memaksa, sekarang/*kinilah kita benahi tata kerja kita.
  2. Sekarang/*kini ini juga pemugaran gedung itu hendaknya dimulai.

Makna Kata Pemandangan Umum dan Pandangan Umum

Sehubungan dengan liputan atau laporan kegiatan sidang DPR yang tengah membahas persoalan tertentu, kita sering mendengar atau membaca, misalnya, bahwa suatu fraksi telah mendapat giliran dalam menyampaikan pemandangan umunnya. Yang disampaikan oleh fraksi dalam sidang DPR itu sebenarnya bukan pemandangan umum, melainkan pandangan umum. Bentuk pemandangan mengandung makna 'cara atau proses memandang sesuatu' dan hasilnya disebut pandangan. (Kata pemandangan dapat juga bersinonim dengan panorama). Dengan demikian, yang disampaikan oleh fraksi di DPR itu bukanlah 'cara atau proses memandang; melainkan 'hasil yang diperoleh dari cara atau proses memandang'. Berikut ini dicontohkan pemakaian pemandangan umum dan pandangan umum yang benar.

  1. Acara sidang DPR hari ini masih berupa pemandangan umum terhadap Rencana Undang-Undang Pendidikan.
  2. Pandangan umum terhadap Rencana Undang-Undang Pendidikan telah disampaikan oleh semua fraksi.

Makna Kata Pekerjaan, Profesi, dan Jabatan

Apa saja yang dikerjakan atau dilakukan seseorang merupakan pekerjaan. Yang dimaksudkan dengan pekerjaan disini ialah jenis perbuatan atau kegiatan untuk memperoleh imbalan atau upah. Dengan ciri makna yang demikian, pekerjaan dapat juga disebut mata pencarian atau pokok penghidupan. Dalam konteks itu, secara khusus kita mengenal pula jenis pekerjaan yang lazim disebut profesi dan jabatan. Jenis pekerjaan yang menuntut pendidikan dan keahlian khusus disebut profesi. Yang dapat digolongkan ke dalam kategori itu, antara lain, ialah pekerjaan seorang dokter, guru, pengacara, dan peneliti. Pekerjaan pengemudi, mandor, pembantu rumah tangga tidak termasuk profesi. Jabatan merupakan jenis pekerjaan yang berhubungan dengan struktur suatu organisasi. Direktur, kepala bidang, dan sekretaris, misalnya, merupakan jabatan. Dalam pengertian itu, dikenal pula istilah seperti jabatan fungsional, jabatan struktural, dan jabatan rangkap.

Penggunaan Kata Dengan

Kata dengan digunakan untuk menandai beberapa makna. Yang pertama adalah makna 'kealatan'. Makna itu terdapat pada ujaran yang menyatakan adanya alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu. Contohnya terlihat pada kalimat yang berikut.

  1. Pohon itu ditebang dengan gergaji mesin.
  2. Mereka memadamkan api itu dengan air seadannya.
  3. Dengan surat itu mereka melaporkan kejadian sebenarnya.

Alat yang digunakan itu tidak selalu benda konkret, tetapi juga benda abstrak seperti yang terlihat pada dua kalimat berikut.

  1. Pemindahan penduduk tidak akan dilakukan dengan kekerasan.
  2. Peraturan itu ternyata dapat dilaksanakan hanya dengan pengawasan ketat.

Yang kedua ialah makna 'kebersamaan'. Makna itu terdapat pada ujar- an yang menyatakan adanya beberapa pelaku yang mengambil bagian pada peristiwa yang sama. Perhatikan contoh berikut.

  1. Ayah sedang bercakap-cakap dengan tamunya.

Pada kalimat itu, baik ayah maupun tamunya sama-sama aktif mengambil bagian pada peristiwa percakapan. Contoh yang lain ialah

  1. Adikku pergi berenang dengan teman-temannya.
  2. Para pemberontak bersedia berunding dengan pemerintah.
  3. Ayahnya melarang dia berteman dengan pemabuk.
  4. Kemarin saya bertemu dengan teman lamaku.

Yang ketiga, makna 'kesetaraan'. Makna yang mirip dengan 'kebersamaan' itu terdapat pada tuturan yang menyatakan adanya benda yang menyertai pelaku. Penyerta itu umumnya benda yang tak bernyawa. Oleh karena itu, penyerta itu tidak ikut aktif mengambil bagian dalam peristiwa yang dinyatakan. Berikut ini adalah contohnya.

  1. Perampok itu pergi dengan barang-barang rampasannya.
  2. Peserta pertemuan itu pulang dengan kenangan manis.

Yang keempat adalah makna 'kecaraan' yang terdapat pada ujaran yang menyatakan cara peristiwa terjadi atau cara tindakan dilakukan. Berikut ini contohnya.

  1. Pertandingan itu berjalan dengan aman.

Selain itu, ada beberapa kata yang harus diikuti oleh pelengkap yang diawali dengan kata dengan. Makna yang terdapat pada konstruski seperti itu adalah 'kesesuaian' atau ketaksesuaian'. Contohnya seperti berikut.

  1. Penebaran benih dilakukan bertepatan dengan saat mulai musim hujan.

Kata bertepatan memerlukan pelengkap yang diawali dengan kata dengan. Kita tidak dapat membuat kalimat berikut.

  1. *Penaburan benih dilakukan bertepatan.

Contoh yang lain disajikan berikut ini.

  1. Peraturan itu bertentangan dengan asas keadilan.
  2. Pemberian amnesti itu berkenaan dengan ulang tahun raja.
  3. Mereka tidak setuju dengan usul itu.
  4. Jangan membuat baju yang berbeda dengan pesanan.
  5. Orang tuanya sekampung dengan orang tua kami.

Banyak ditemukan contoh kalimat yang salah karena tidak menggunakan kata dengan, seperti berikut.

  1. Buatlah gambar yang sesuai contoh.
  2. Kini mereka dapat bertemu anaknya.

Kalimat itu seharusnya berbunyi seperti berikut.

  1. (20a) Buatlah gambar sesuai dengan contoh
  2. (21a) Kini mereka dapat bertemu dengan anaknya.

Jika kita tidak akan menggunakan kata dengan pada kalimat (21) itu, kata menemui dapat digunakan alih-alih bertemu.

  1. (21b) Kini mereka dapat menemui anaknya.

Ada juga pemakaian kata dengan yang tidak pada tempatnya pada ragam resmi. Berikut ini contohnya.

  1. Kami berikan surat ini dengan staf Saudara.
  2. Dengan kemenangan itu mengantarkan Graf ke final.

Kalimat (22) salah jika mengungkapkan informasi bahwa surat itu diberikan kepada staf Saudara, tetapi benar jika mengungkapkan informasi bahwa staf kami dan staf Saudara bersama-sama memberikan surat itu. Kalimaat (23) tidak bersubjek karena kata dengan tidak pernah mendahului subjek. Berikut ini perbaikannya.

  1. (22a) Kami berikan surat itu kepada staf Saudara.
  2. (23b) Kemenangan itu menghantarkan Graf ke final.

==Pemakaian Kata Dadah dan Berdadah== Di dalam liputan perlombaan Olimpiade 1988, kita dikejutkan oleh berita penyalahgunaan obat perangsang steroid anabolik, antara lain, stanozolol, oleh beberap atlet. Yang mengherankan ialah bahwa untuk menyebut obat perangsang itu peliput dan pewarta Indonesia senang memakai kata doping untuk mengacu ke kata dadah (drug) itu. Padahal, stanozolol itu harus disebut dope dan bukan doping. Dope itu ialah a preparation of an illicit, habitforming or narcotic drug given to a recehorse or athlete to help their performance. Kita tampaknya kecanduan memakai kata dengan akhiran ing, seakan-akan tidak tahu perbedaan antara bentuk dengan ing dan tanpa ing sehingga tercatat "B.J. kedapatan menggunakan doping juga ..." golongan obat yang digunakan untuk doping; per-doping-an". Ada verba atau kata kerja to dope, doped, doping yang memang berarti to treat or effect with dope sehingga dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk kata mendadahi atau berdadah. Doping berpadanan dengan pendadahan jika dihubungkan dengan mendadahi, dan berpadanan dengan pendadahan jika bertalian dengan berdadah. Orang yang memakai dope disebut doper, yakni pedadah dalam bahasa Indonesia. Jika kita enggan memakai bahasa kita sendiri, sekurang-kurangnya kita dapat berusaha memakai kata Inggris yang tepat dan tidak bersikap "asal jadi".

Kata Melihat dan Sinonimnya

Kata melihat adalah kata yang secara umum mengungkapkan ihwal mengetahui sesuatu melalui indera mata. Jadi, kata itu tidak hanya menyatakan ihwal membuka mata serta menunjukkannya ke objek tertentu, tetapi juga ihwal mengetahui objek itu. Pengertian itu tampak pada kalimat berikut.

  1. Banyak orang yang melihat kejadian itu.

Kata melihat tidak hanya digunakan untuk menyatakan perbuatan secara fisik, tetapi juga tindak pikir, terutama jika objeknya abstrak. Perhatikan contoh berikut.

  1. Menteri Pedagangan melihat perkembangan ekspor nonmigas yang cukup menggembirakan akhir-akhir ini.

Pada contoh (2) itu perbuatan melihat tidak sama dengan yang ada pada contoh (1). Orang dapat melihat perkembangan ekspor nonmigas tidak hanya dengan melihat kegiatan pengiriman barang ekspor di pelabuhan, misalnya, tetapi juga dengan membaca atau mendengarkan laporan tentang kegiatan ekspor itu. Dengan kata lain, perbuatan melihat pada contoh (2) tidak hanya dilakukan dengan mata.

  1. Calon pembeli itu akan melihat-lihat keadaan rumah kami.

Pada contoh (3) perbuatan melihat dilakukan secara sambil lalu dan santai untuk memperoleh gambaran umum tentang keadaan rumah yang diamati. Kata memandang menyatakan perbuatan memperhatikan objek dalam waktu yang agak lama dan dengan arah yang tetap. Perbuatan itu melibatkan emosi pelakunya. Contohnya terlihat pada kalimat berikut.

  1. Dia memandang orang asing itu dengan heran.

Kata memandang tidak selalu dipakai untuk mengacu ke perbuatan secara fisik, tetapi dapat juga mengacu ke sikap. Dalam pemakaian seperti itu kata memandang bersinonim dengan menganggap seperti pada contoh berikut.

  1. Ia memandang ringan tugas yang diberikan kepadanya itu.

Kata pemandangan dan terpandang yang berhubungan dengan bentuk memandang umumnya mengacu ke hal yang indah atau baik.

  1. Para pendaki gunung berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan di sekitarnya.
  2. Pak Sukri termasuk orang yang terpandang di daerah ini.

Jika ada pemandangan yang tidak indah, penjelasan tentang hal itu harus dinyatakan. Perhatikan contoh berikut.

  1. Orang terpaksa menyaksikan pemandangan yang tidak sedap karena sampah yang menumpuk di pinggir jalan itu.

Kata menatap menyatakan perbuatan memperhatikan objek yang tetap dari jarak dekat. Contohnya terlihat pada kalimat berikut.

  1. Ia menatap gambar yang dipamerkan itu satu per satu.

Kalau pada pemakaian kata memandang yang ditekankan adalah adanya objek yang menarik, pada pemakaian kata menatap yang ditekankan adalah hanya keingintahuan atau kemelitan pada diri pelaku. (Oleh sebab itu, perbuatan itu dilakukan dalam waktu yang relatif lama dan pelaku merasa perlu mendekat ke objek). Hal itu terbukti pada ketidakberterimaan contoh yang berikut.

  1. Gambar itu tidak enak ditatap mata.

Kata mengamati (atau mengamat-amati) menyatakan perbuatan memperhatikan objek dengan teliti dan relatif lama. Kata itu dapat mengacu ke tindakan fisik pada kalimat (11) ataupun ke tindakan nonfisik seperti pada kalimat (12)

  1. Sang harimau mengamati gerak-gerik calon mangsanya.
  2. Pakar ekonomi itu tengah mengamati perkembangan perekonomian Indonesia.

Kata menonton menyatakan perbuatan melihat objek karena didorong oleh rasa ingin tahu akan apa yang terjadi. Perbuatan itu juga dapat dimaksudkan untuk menghibur diri. Contoh seperti yang terlihat pada kalimat berikut.

  1. Dalam kecelakaan itu banyak orang yang datang untuk menonton saja.
  2. Mereka menonton pertandingan tinju itu melalui televisi.

Kata menyaksikan menyatakan perbuatan melihat sesuatu untuk mengetahui kebenarannya. Pelaku mungkin (a) tidak dituntut harus tahu kebenaran itu oleh pihak lain, kecuali oleh dirinya sendiri, dan mungkin pula (b) dituntut harus tahu. Perhatikan contoh berikut.

  1. Ia menyaksikan pertujukan itu.
  2. Ia menyaksikan uji coba mesin yang dibuatnya itu.
  3. Ia menyaksikan penandatanganan perjanjian itu.

Pada kalimat (15) pelaku tidak harus tahu akan jalannya pertunjukan sekalipun ia merasa perlu tahu. Di situ kata menyaksikan dapat diganti dengan menonton. Pada kalimat (16) pelaku dituntut, walaupun oleh dirinya sendiri, untuk tahu akan hasil uji coba. Pada kalimat (17) pelaku dituntut oleh pihak lain untuk tahu akan kebenaran peristiwa penandatanganan itu. Penggantian kata menyaksikan dengan menonton pada kalimat (16) dan (17) menimbulkan perbedaan makna. Kata mengawasi menyatakan perbuatan melihat objek dengan cermat kalau-kalau ada perbuatan keadaan yang menyimpang dari yang diharapkan. Contohnya terlihat pada kalimat berikut.

  1. Ibu itu sedang mengawasi anaknya yang asyik bermain-main.
  2. Atasan harus berani mengawasi bawahannya.

Kata meninjau semula menyatakan perbuatan melihat dari tempat yang tinggi. Kata itu kini lebih sering digunakan untuk menyatakan perbuatan mendatangi suatu tempat untuk mengetahui keadaanya. Pelakunya adalah orang yang memiliki wewenang atau hak untuk melakukan peninjauan, seperti berturut-turut terlihat pada contoh (20) dan (21) berikut ini.

  1. Bupati akan meninjau kecamatan yang dilanda bencana itu.
  2. Saya akan meninjau rumah yang akan saya beli di Depok.

Kata itu juga dapat dipakai untuk mengacu ke tindakan yang tidak bersifat fisik. Dalam pemakaian seperti itu, kata meninjau bersinonim dengan melihat-lihat, seperti contoh berikut.

  1. Saya akan meninjau kembali usulnya.
  2. Kita akan meninjau acara kiWta esok hari.

Pilihan Kata

Biasanya orang membuka kamus untuk mengetahui arti sebuah kata, cara penulisannya, atau cara-cara melafalkannya. Akan tetapi, banyak juga orang yang menginginkan lebih dari itu. Mereka ingin menemukan kata tertentu untuk mengetahui pemakaiannya secara tepat. Sudah barang tentu seorang pembicara atau seorang penulis akan memilih kata yang "terbaik" untuk mengungkapkan pesan yang akan disampaikan. Pilihan kata yang "terbaik" adalah yang memenuhi syarat (1) tepat (mengungkapkan gagasan secara cermat), (2) benar (sesuai dengan kaidah kebahasaan), dan (3) lazim pemakaiannya. Berikut ini adalah contoh pemilihan kata yang tepat.

  1. Sidik tidak mau lagi mendengarkan kata-kata temannya yang sudah terbukti suka membual. Ia mengacuhkan janji-janji yang diobral temannya itu dan menganggapnya angin lalu.
  2. Pingkan sangat senang mendengar kabar itu dan ia berkilah kepada teman-temannya dengan bangga "Ternyata saya lulus".

Jika dilihat konteksnya, dalam kalimat (1) itu kata mengabaikan lebih tepat dari pada mengacuhkan yang berarti 'memperhatikan' dan pada kalimat (2) kata berkata lebih tepat daripada berkilah yang maknanya 'berdalih'. Pilihan kata yang tidak benar dapat dicontohkan seperti yang berikut ini.

  1. Polisi telah berhasil menangkap pelaku pengrusakan gedung sekolah itu.
  2. Kedua remaja itu telah lama saling menyinta.

Kata pengrusakan dan menyinta bukanlah kata yang berbentuk secara benar. Bentuk yang benar adalah perusakan dan mencinta. Kata meninggal adalah kata yang baku di samping kata mati dan wafat. Akan tetapi, ketiganya memiliki kelaziman pemakaian masing-masing. Perhatikan pemakaiannya berikut ini.

  1. Petugas rumah sakit menyerahkan surat kematian yang menerangkan bahwa ayah saya telah meninggal setelah operasi yang gagal itu.

Dalam hal itu tentu tidak lazim digunakan istilah surat kemeninggalan atau surat kewafatan, padahal kalimat Ayah saya meninggal atau Ayah saya wafat lebih lazin dan takzim daripada Ayah saya mati. Contoh yang lain berkenaan dengan kata agung, akbar, dan raya yang semuanya bermakna 'besar'. Makna 'besar' pada kata agung tidak berkenaan dengan fisik, melainkan dengan harkat, misalnya jaksa agung. Kata akbar bermakna besar luar biasa (mahabesar). Kata raya yang juga bermakna besar, hanya dipakai dalam hal-hal tertentu saja. Ada istilah jalan raya dan hari raya di samping jalan besar dan hari besar, tetapi tidak lazim dikatakan jalan agung, jalan akbar, atau hari agung, hari akbar. Berkenan dengan kelaziman itu, pemakai bahasa memang perlu juga memperhatikan nilai rasa atau konotasi sebuah kata. Yang dimaksud dengan konotasi ialah tautan pikiran yang menerbitkan nilai rasa. Konotasi itu dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman orang-seorang sehubungan dengan kata atau dengan gagasan yang diacu oleh kata itu. Salah satu contoh telah disinggung di atas. Di samping kata mati, ada kata meninggal, gugur, wafat, mangkat, dan tewas. Kata mati digunakan dengan pengertian yang netral dan tidak bernilai rasa hormat. Kata meninggal bernilai rasa hormat. Oleh sebab itu, hanya digunkan untuk manusia. Untuk para pahlawan atau orang-orang yang berjasa bagi negara yang meninggal sewaktu menjalankan tugas digunakan kata gugur. Kata wafat digunakan untuk orang yang kita hormati. Kata mangkat dianggap lebih takzim daripada kata wafat. Kata tewas digunakan secara netral untuk orang yang meninggal dalam suatu musibah. Ada orang yang menggunakan kata yang tidak lazim, misalnya kata yang berasal dari daerah, untuk menggantikan kata yang justru sudah lazim dalam bahasa Indonesia. Sekalipun dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa hormat, tindakan itu berlebihan dan tidaklah bijaksana. Marilah kita perhatikan kalimat pada paragraf penutup surat berikut ini.

  1. Atas segala bantuan itu, saya ucapkan terima kasih.
  2. Atas kemudahan yang telah saya terima, saya sampaikan terima kasih.

Pada dasarnya kedua kalimat di atas cukup takzim sehingga kita perlu menggunakan kata haturkan, misalnya untuk menggantikan ucapkan dan sampaikan. Selain ketiga hal di atas, keadaan kawan bicara juga perlu diperhatikan sehingga pesan yang akan disampaikan terpahami. Marilah kita perhatikan sebuah contoh pemilihan kata dalam sebuah sambutan pada suatu peresmian.

  1. Saudara-saudara, atas nama Pemerintah, saya menyampaikan salut setinggi-tingginya atas partisipasi aktif yang Anda berikan dengan penuh dedikasi dan penuh antusias dalam menyelesaikan proyek irigasi ini sebagai salah satu kegiatan dari pilot proyek modernisasi dalam semua aspek kehidupan kita, baik mental maupun spritual."

Sekalipun pemilihan katanya sudah memenuhi syarat seperti yang diuraikan di atas, jika khalayak pendengarnya bukan golongan terpelajar dan tidak biasa dengan kata-kata yang digunakan itu, ada kemungkinan pesan tidak terpahami dengan baik. Penggunaan kata yang digali dari khazanah bahasa Indonesia lebih memungkinkan pemahamannya. Jika hal itu akan dilakukan, berikut ini padanannya dalam bahasa Indonesia.

  • Salut : hormat, penghormatan
  • Partisipasi : peran serta
  • Dedikasi : pengabdian (pengorbanan tenaga dan waktu untuk keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia)
  • Antusias : bersemangat
  • Irigasi : pengairan (cara pengaturan pembagian air untuk sawah)
  • Pilot proyek : proyek perintis, percontohan.

Pada hakikatnya, memilih kata secara baik merupakan upaya agar pesan yang hendak disampaikan dapat diterima secara tepat.

Keragaman Makna dalam Suatu Bentuk Bahasa

Dalam bahasa dikenal kata umum atau kata yang bermakna umum dan kata khusus atau kata yang bermakna khusus. Kata yang bermakna umum dikenal oleh kebanyakan pemakai bahasa. Kata yang bermakna khusus biasanya hanya dikenal oleh yang bergerak di bidang (ilmu) tertentu karena memang dipakai di lingkungan tertentu. Untuk jelasnya kita perhatikan kata kepala berikut ini.

  1. Topiku tentu tak cukup dikenakan di kepala orang itu.

Pada contoh itu, kepala adalah 'bagian tubuh di atas leher'. Di bidang organisasi, misalnya di perkantoran, kata yang sama mempunyai makna yang khusus, yakni 'orang yang memimpin satu bagian' atau 'atasan'.

  1. Seorang staf yang akan bertugas ke luar kantor harus melaporkan ke kepala masing-masing.
  2. Tiap-tiap bagian dalam kantor kami dipimpin oleh seorang kepala.

Kata yang memiliki makna yang khusus biasa disebut istilah. Kadang-kadang sebuah istilah dikenalkan banyak orang jika istilah itu sering dipakai dalam pembicaraan sehari-hari. Ada pula istilah yang hanya dikenal di lingkungan tertentu dan hanya orang yang menggeluti bidang itu saja yang mengenalnya. Umumnya orang mengenal istilah kepala seperti pada kalimat (2) dan (3) di atas. Demikian pula orang biasanya mengenal kata garam pada kalimat (4) berikut ini yang mempunyai makna umum dan pada kalimat (5) yang mempunyai makna khusus.

  1. Gunakanlah garam beryodium untuk campuran bumbu masak.
  2. Ibu membeli garam Inggris di apotek untuk mencahar perut adik.

Kata objek pada kalimat (6) berikut mempunyai makna umum, sedangkan pada kalimat (7), yang terdapat di bidang ilmu bahasa, mempunyai makna khusus.

  1. Sindikat itu menjadikan para pemuda sebagai objek perdagangan tenaga buruh.
  2. Kalimat itu tidak memiliki objek.

Makna yang khusus juga dapat terjadi karena pemakaian bentuk bahasa dalam konteks tertentu yang biasa disebut idiom misalnya makan garam pada kalimat berikut.

  1. Ia tentu dapat mengatasi masalah seperti itu karena sudah banyak makan garam.

Adanya beberapa makna dalam sebuah bentuk bahasa (kata, kelompok kata, atau kalimat) disebut polisemi. Di dalam kamus, kita dapat menjumpai aneka makna itu yang biasanya ditandai dengan angka. Polisemi terjadi karena perluasan atau penyempitan makna. Kata berlayar, yang semula berarti 'mengarungi laut (sungai, danau) dengan kapal atau perahu yang mempunyai layar' kini dapat digunakan pula untuk alat transportasi air yang tidak menggunakan layar. Dengan demikian, terjadi perluasan makna. Kata oknum yang semula berarti 'pribadi' atau 'perseorangan' kini cenderung dipakai secara menyempit dalam arti' orang tertentu yang terlibat dalam perkara yang tidak baik'. Seperangkat makna yang membentuk polisemi itu selalu mempunyai pertalian; misalnya, karena ada kemiripan wujud, fungsi atau sebenarnya, ada makna kiasan untuk kata kepala, yaitu 'bagian suatu benda yang sebelah atas (ujung depan)': kepala tongkat ('tongkat bagian ujung'); kepala bahu ('bagian bahu yang menyembul'). Ada lagi yang bermakna 'bagian yang terutama, terpenting, atau pokok', misalnya kepala keluarga; kepala lakon. Di dalam kalimat jika kita masih mempunyai kepala, kita harus dapat membedakan yang baik dan yang buruk, kata kepala bermakna kiasan otak dan pada kalimat tiap-tiap kepala hanya diberi jatah satu kilogram gula, kata kepala bermakna orang. Keberagaman makna juga dapat dilihat pada kata jatuh pada contoh di bawah ini.

  1. Pesawat udara itu jatuh.
  2. Ia jatuh miskin setelah mendapat musibah kebakaran. (menjadi)
  3. Ujiannya jatuh. (gagal, tidak lulus, tidak berhasil)
  4. Namanya jatuh akibat tingkah laku anaknya. (mendapat nama buruk)

Kata Arkais dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan teknologi kini maju pesat, konsep baru dalam keilmua yang tadinya belum ada kini ditemukan. Untuk mengungkapkan makna konsep yang ditemukan itu perlu diciptakan istilah baru. Hal ini akan berlangsung terus selama ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, bahasa Indonesia perlu terus dikembangkan agar dapat menampung konsep-konsep baru yang muncul. Dalam kenyataannya, perkembangan bahasa, dalam hal ini bahasa Indonesia, belum dapat menampung konsep-konsep baru itu; perlu diupayakan penciptaan makna kata baru dari kosakata arkais, yaitu kosakata yang dulu pernah muncul didalam pemakaian bahasa sehari-hari, yang karena keadaan kebahasaan, kosakata itu tidak muncul lagi. Contoh kata-kata arkais yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, di antaranya canggih 'suka mengganggu (ribut, bawel dsb.)'; kendala 'halangan; rintangan'; wara, wara-wara 'pengumuman; pemberitahuan'. Sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kata-kata arkais di atas dapat dimanfaatkan untuk menampung konsep-konsep baru yang muncul. Kata canggih, kendala, dan wara masing-masing dimanfaatkan untuk menampung konsep makna yang terkandung pada kata sophisticated, constraint, dan annouce. Oleh karena itu, kata canggih, kendala, dan pewara (yang diturunkan dari bentuk pe, dan wara) selain mengandung makna seperti terdapat di atas juga dapat menampung makna baru. Perkembangan makna baru itu dapat ditunjukkan dalam definisi yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, seperti di bawah ini. canggih a,(1) 'banyak cakap; bawel, cerewet'. (2) 'suka mengganggu (ribut)'; (3) 'tidak dalam keadaan yang wajar, murni atau asli'; (4) 'kehilangan kesederhanaan yang asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)'; (5) 'banyak mengetahui atau berpengalaman (dalam hal duniawi)'; (6) 'bergaya intelektual.' kendala n, (1) 'halangan; rintangan; gendala'; (2) 'faktor atau keadaan yang membatasi, menghalangi, atau mencegah pencapaian sasaran; kekuatan yang memaksa pembatalan pelaksanaan.' wara n, wara-wara 'pengumuman; pemberitahuan, pewara pembawa acara dalam suatu upacara.'

Kata yang Mubazir

Keefektifan dalam penggunaan bahasa, selain dapat dicapai melalui pemilihan kata yang tepat, dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian kata yang mubazir. Kata mubazir yang dimaksud di sini adalah kata yang kehadirannya tidak terlalu diperlukan sehingga, jika dihilangkan, tidak mengganggu informasi yang disampaikan. Kata yang mubazir diakibatkan, antara lain, oleh penggunaan kata yang bersinonim secara bersama-sama. Misalnya:

  1. Kita perlu menjaga kesehatan agar supaya terhindar dari penyakit.
  2. Bank Sumitomo adalah merupakan salah satu bank terbesar di Jepang.
  3. Beberapa kota besar di Indonesia umumnya sudah tercemar polusi udara, seperti misalnya Jakarta dan Surabaya.

Kata agar dan supaya, adalah dan merupakan serta seperti dan misalnya pada contoh tersebut sebenarnya merupakan kata yang bersinonim. Dari segi keefektifan berbahasa, pemakaian kata yang bersinonim secara bersama-sama dapat menyebabkan salah satu kata itu mubazir. Oleh karena itu, agar tidak mubazir dan bahasa yang digunakan juga menjadi efektif, sebaiknya salah satu kata itu saja yang digunakan. Bandingkan pemakaian kata-kata tersebut pada kalimat (1), (2), dan (3) di atas dengan (1a), (2a), dan (3a) di bawah ini. (1a) Kita perlu menjaga kesalahan agar/supaya terhindar dari penyakit. (2a) Bank Sumitomo adalah/merupakan salah satu bank terbesar di Jepang. (3a) Beberapa kota besar di Indonesia umumnya sudah tercemar polusi udara, seperti/misalnya Jakarta dan Surabaya. Kata hari, tanggal, dan bulan dalam konteks tertentu juga ada yang pemakaiannya tidak terlalu diperlukan. Oleh karena itu, kata tersebut dapat dianggap mubazir, seperti yang tampak dalam kalimat di bawah ini.

  1. Seminar itu akan berlangsung hingga (hari) Selasa mendatang.
  2. Terhitung sejak (tanggal) 1 Maret 1988 ia diangkat menjadi calon pegawai negeri.
  3. Setiap (bulan) Oktober Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menyelenggarakan Bulan Bahasa.

Karena dapat dianggap mubazir, kata hari, tanggal, dan bulan yang terletak di dalam kurung pada contoh di atas dapat dihilangkan. Akan tetapi, kata hari, tanggal, dan bulan yang didahului kata depan pada umumnya memiliki nilai informatif yang tinggi atau sangat diperlukan. Oleh karena itu, pada kalimat berikut kata hari, tanggal, dan bulan tidak dapat dihilangkan.

  1. Dia akan datang pada hari Rabu.
  2. Rapat itu akan diselenggarakan pada tanggal 15 Desember
  3. Proyek itu diperkirakan akan selesai pada bulan Mei.

Berbeda dengan itu, unsur yang merupakan bagian dari ungkapan tetap, yang sudah dianggap padu, seperti sesuai dengan, seiring dengan, terdiri atas, terbuat dari, dan bergantung pada hendaknya tidak dihilangkan hanya demi keefektifan bahasa. Oleh karena itu, bagian-bagian dari ungkapan itu hendaknya ditulis secara lengkap. Misalnya:

  1. Kegiatan itu tidak sesuai dengan rencana induk yang telah disepakati.
  2. Cepat atau lambatnya penyelesaian ini bergantung pada kebijaksanaan pimpinan.
  3. Kelompok itu terdiri atas lima orang putra dan tiga orang putri.

Nyaris dan Hampir

Kata hampir dan nyaris mempunyai kemiripan arti. Keduannya menyatakan hal yang dekat dengan peristiwa atau keadaan tertentu. Perbedaannya ialah bahwa kata hampir bersifat netral; mungkin berkaitan dengan hal yang tidak diinginkan, mungkin pula tidak. Kata nyaris cenderung dikaitkan dengan peristiwa yang tidak diinginkan: bahaya, kecelakaan, kemalangan, dan sebagainya.

  1. Mobil kami hampir kehabisan bensin ketika sampai di Semarang.
  2. Kedua pesawat penumpang itu nyaris bertabrakan.

Kata hampir mengandung makna 'belum' dan mengisyaratkan bahwa peristiwa yang dimaksudkan itu selanjutnya dapat terjadi. Pada kalimat (1), misalnya, mobil itu dapat benar-benar kehabisan bensin setelah melewati Semarang. Contoh lain terdapat pada kalimat berikut ini.

  1. Hari sudah hampir malam.

Kata nyaris tidak mengisyaratkan berlangsungnya suatu proses. Pada kalimat (2) di atas, misalnya, tidak diisyaratkan bahwa peristiwa tabrakan betul-betul terjadi sesudah itu. Dalam hal ini, kata nyaris sepadan dengan hampir saja seperti pada kalimat berikut.

  1. Kedua pesawat penumpang itu hampir saja bertabrakan.

Untuk peristiwa yang tidak ada hubungannya dengan bahaya atau kecelakaan, kita dapat menggunakan hampir saja dan bukan nyaris. Contohnya seperti pada kalimat berikut ini.

  1. Ia hampir saja menjadi juara dalam turnamen itu.

Untuk menyatakan hal yang mendekati keadaan atau sifat tertentu dapat digunakan kata hampir-hampir dan bukan nyaris. Berikut ini contohnya.

  1. Gerakannya hampir-hampir sempurna.
  2. Ia manusia yang hampir-hampir tidak mengenal menyerah.

Setelah memperhatikan pengertian dan perbedaan kata nyaris dan hampir itu, diharapkan kita dapat lebih cermat dalam mempergunakannya sesuai dengan keperluan kita.

Menghindari dan Menghindarkan

Kata menghindari dan menghindarkan tidak dibentuk dari kata dasar hindar serta imbuhan me-...-i dan me-...-kan, tetapi berasal dari bentuk hindari dan hindarkan yang mendapat awalan me-. Kedua kata itu pemakaiannya sering dikacaukan karena pada umumnya orang menganggap bahwa kedua kata itu memiliki makna yang sama. Akibatnya, kedua kalimat seperti berikut ini dianggap mengandung informasi yang sama.

  1. Kami telah berusaha menghindari kesulitan.
  2. Kami telah berusaha menghindarkan kesulitan.

Jika kita cermati, tampak bahwa kedua kalimat itu sebenarnya berbeda. Pemakaian kata menghindari mengisyaratkan bahwa yang bergerak bukanlah objek, melainkan subjek atau pelakunya. Dengan demikian, kesulitan yang merupakan objek kalimat (1) sebenarnya tetap ada dan juga tetap tidak teratasi karena subjek kami yang bergerak pada kalimat itu hanya mengupayakan atau mencari jalan yang lain agar tidak berhadapan dengan kesulitan. Hal itu berbeda dengan penggunaan kata menghindarkan pada kalimat (2). Pada kalimat (2) itu yang bergerak adalah objeknya, yaitu kesulitan bukan subjeknya. Karena bergerak, kesulitan itu sudah teratasi sehingga tidak ada lagi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan contoh pemakaian kata menghindari dan menghindarkan yang tepat dengan objek yang konkret.

  1. Kecelakaan itu terjadi karena sopir bus tidak dapat menghindari sedan yang melaju dari arah depan.
  2. Dia sudah berusaha menghindarkan mobil yang dikendarainya itu dari terjangan bus kota.

Kedua contoh tersebut diharapkan dapat memperjelas penggunaan kata menghindari dan menghindarkan pada khususnya dan imbuhan –i serta –kan pada umumnya. Sebagai patokan, perlu dipahami bahwa kalimat yang predikatnya berupa kata kerja yang berakhiran –i, secara umum, objeknya tidak bergerak. Sebaliknya, jika predikatnya berupa kata kerja yang berakhiran –kan, lazimnya objek kalimat itu bergerak. Ciri makna tentang bergerak atau tidak bergeraknya objek juga tampak pada kalimat yang predikatnya berupa kata melempari dan melemparkan seperti di bawah ini.

  1. Anak itu melempari mangga dengan batu.
  2. Toto melemparkan mangga itu ke dalam keranjang.

Objek mangga pada kalimat (5) memperlihatkan ciri makna yang berbeda dengan mangga pada kalimat (6). Pada kalimat (5) mangga merupakan objek yang tidak bergerak, sedangkan pada kalimat (6) mangga merupakan objek yang bergerak.

Semua, Seluruh, Segala, Sekalian, dan Segenap

Kata semua, seluruh, segala, sekalian, dan segenap memiliki persamaan dan perbedaan arti. Persamaan arti menyebabkan kata itu dapat saling dipertukarkan, sedangkan perbedaan arti menyebabkan kata itu tidak dapat saling dipertukarkan.

Kata semua bermakna setiap anggota terkena atau termasuk dalam hitungan. Makna itu terlihat pada contoh berikut ini.

(1) Semua warga kota diungsikan.

Kata seluruh mengandung makna bahwa setiap anggota termasuk dalam hitungan, tetapi dalam pengertian kekelompokkan atau kolektif. Kalimat di atas dapat diubah dengan mempertukarkan kata semua dengan seluruh seperti berikut.

(2) Seluruh warga kota diungsikan.

Akan tetapi, pada dua kalimat berikut pemakaian kedua kata itu memiliki makna yang berbeda.

(3) *Semua bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.

(4) Seluruh bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.

Perbedaan itu terjadi karena pemakaian kata semua ditekankan pada jumlah yang banyak, sedangkan pemakaian kata seluruh ditekankan pada satu benda yang merupakan kesatuan yang utuh. Bangsa Indonesia pada kalimat (3) dan (4) jumlahnya hanya satu. Oleh karena itu, penggunaan kata seluruh pada kalimat itu lebih tepat daripada kata semua. Hal itu nyata juga pada perbandingan berikut.

(5) Semua ruangan akan dibersihkan dan dicat lagi.

(6) Seluruh ruangan akan dibersihkan dan dicat lagi.

Semua ruangan menyiratkan makna adanya beberapa ruangan. Sementara itu, seluruh ruangan pada kalimat (6) mengandung pengertian adanya satu ruangan yang semua bagiannya dibersihkan dan dicat lagi. Makna 'semua bagian' juga terlihat pada kalimat berikut.

(7) Seluruh tubuhnya terkena tumpahan minyak.

Dalam kalimat itu kata seluruh tidak dapat ditukar dengan semua.

Kata segala menyatakan makna 'semua macam'. Jadi, kata itu dipakai untuk mengacu pada benda yang beraneka ragam. Pada kalimat berikut kata segala dan semua dapat dipertukarkan, tetapi ada sedikit perbedaan makna.

(8) Dewi ingin melihat segala bunga yang terdapat di kebun itu.

(9) Dewi ingin melihat semua bunga yang terdapat di kebun itu.

Kalimat (8) menyiratkan pengertian bahwa di kebun itu ada berbagai jenis bunga saja yang ada di kebun itu atau mungkin pula ada berbagai jenis.

Jika benda yang ditunjuk kata segala tidak beragam, penggunaannya akan janggal, seperti terlihat pada kalimat berikut ini.

(10) *Segala siswa kelas enam akan menghadapi ujian akhir.

Kata sekalian menyatakan keserentakan. Kata itu hanya digunakan untuk mengacu pada orang atau manusia. Hal itu terlihat pada kejanggalan pemakaiannya dalam kalimat berikut ini.

(11) *Sekalian meja akan diangkut ke tempat lain.

Kata sekalian dapat dipertukarkan dengan semua seperti pada kalimat berikut.

(12) Sekalian orang di ruangan itu menengok kepadanya.

(13) Semua orang di ruangan itu menengok kepadanya.

Kata segenapjuga menyatakan makna semua, tetapi dalam pengertian kelengkapan. Dalam hal ini maknanya mirip dengan kata seluruh.

(14) Segenap bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan.

Perbedaannya dengan kata seluruh ialah bahwa kata ini biasanya diikuti oleh kata yang menyatakan manusia. Kalimat berikut ini tidaklah lazim.

(15) *Kita akan melindungi segenap binatang dari kepunahan.

(16) *Segenap tubuhnya terkena tumpahan minyak.

Pemakaian di mana

Pengaruh Bahasa Asing Pemakaian bentuk di mana sebagai ungkapan penghubung antara anak kalimat dan induk kalimat harus dihindari. Contoh penggunaan kata seperti itu terlihat pada kalimat berikut.

  1. Burung itu segera terbang ke sarang di mana ia meninggalkan anak-anaknya.

Untuk contoh itu, kata tempat dapat digunakan untuk menggantikan fungsi di mana sehingga menjadi seperti berikut.

  1. Burung itu segera terbang ke sarang tempat ia meninggalkan anak-anaknya.

Tidak hanya kata tempat yang dapat menggantikan bentuk di mana. Bentuk di mana pada kalimat (3) di bawah ini dapat digantikan oleh bentuk dengan dan kata menjadi diganti dengan sebagai. Hasil perubahan itu terlihat pada kalimat (4)

  1. Acara berikutnya adalah "Kuis Remaja" di mana Kris Aria menjadi pembawa acaranya.
  2. Acara berikutnya adalah "Kuis Remaja" dengan remaja Kris Aria sebagai pembawa acara.

Pada dua contoh pemakaian yang harus dihindari itu—kalimat (1) dan (3)--bentuk di mana merangkaikan kata benda (sarang dan "Kuis Remaja") dengan keterangan pewatas yang merupakan anak kalimat (ia meninggalkan anak-anaknya dan Kris Aris menjadi pembawa acaranya). Penggunaan bentuk seperi itu dapat dikatakan sebagai pengaruh struktur bahasa asing yang kurang cermat. Tidak jarang ditemukan pula pemakaian di mana yang tidak mencerminkan adanya pengaruh bahasa asing, tetapi agaknya disebabkan oleh ketidakcermatan penggunaan ungkapan perangkai atau penghubung dalam kalimat, seperti terlihat pada contoh berikut.

  1. Kepala desa sangat berterima kasih kepada warga di mana telah bersedia menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing.

Pemakaian kata penghubung dalam struktur kalimat semacam itu jelas tidak ada dalam bahasa asing. Jadi, tampaknya hal itu hanya merupakan akibat dari penutur yang tidak menguasai cara menggunakan bentuk penghubung yang sesuai dengan pertalian makna. Seharusnya kalimat itu ditata sebagai berikut.

  1. Kepala desa sangat berterima kasih kepada warganya yang telah bersedia menjaga kebersihan di lingkungan masing-masing

Perhatikan pula contoh berikut.

  1. Usaha ini akan dikembangkan terus di mana pemerintah juga akan membantu menyediakan tenaga untuk melatih para pengelolanya.

Sebetulnya dalam kalimat (7) itu bentuk di mana tidak perlu dipakai, cukuplah kita gunakan kata dan sehingga kalimatnya menjadi seperti berikut.

  1. Usaha ini akan dikembangkan terus dan pemerintah juga akan membantu menyediakan tenaga untuk melatih para pengelolannya.

Pemakaian yang mana

Yang mana atau yang? Bentuk yang mana sering digunakan alih-alih bentuk yang. Contohnya seperti berikut ini.

  1. Peminjaman akan dikenai denda untuk buku yang mana tidak dikembalikan setelah dua minggu masa pinjam.

Penggunaan bentuk yang mana semacam itu salah. Kalimat yang benar untuk mengungkapkan hal itu adalah sebagai berikut.

  1. Peminjaman akan dikenai denda untuk buku yang tidak dikembalikan setelah dua minggu masa pinjam.

Jadi, di sini kita hanya menghilangkan kata mana dan cukup menggunakan kata yang. Kata yang itu berfungsi menghubungkan kata benda buku dengan bagian selanjutnya. Agak aneh lagi contoh berikut ini.

  1. Pemerintah akan membangun sebuah jembatan yang mana jembatan itu dapat menghubungkan kedua daerah itu.

Mengapa kata jembatan diulang lagi? Tampaknya yang harus dihilangkan dari kalimat itu tidak hanya yang mana, tetapi juga kata jembatan yang kedua sehingga kalimatnya menjadi kalimat (4) berikut ini.

  1. Pemerintah akan membangun sebuah jembatan yang dapat menghubungkan kedua daerah itu.

Jangalah dilupakan bahwa kata yang itu merangkaikan dua gagasan yang di dalamnya memuat unsur yang sama. Kalimat itu berisi dua gagasan, yakni Pemerintah akan membangun sebuah jembatan dan jembatan itu menghubungkan kedua daerah itu. Di sini ada bentuk yang sama, yakni jembatan. Sesudah dirangkaikan dengan kata yang, unsur yang sama itu tidak diulang lagi. Penggunaan di mana yang Tepat Penggunaan bentuk di mana secara tepat terlihat pada contoh berikut.

  1. Di mana rapat itu diselenggarakan?
  2. Kitalah yang harus menentukan di mana rapat itu diselenggarakan.

Di sini bentuk itu dipakai sebagai kata tanya tentang tempat pada sebuah kalimat tanya atau sebagai kata penghubung yang menyatakan tempat, tetapi bukan perangakai antara kata benda pewantasnya. Kita melihat bahwa pada contoh (1) dan (2) di depan bentuk di mana tidak terdapat kata benda. Pemakaian Bentuk yang mana yang Benar Pemakaian bentuk yang mana secara tepat terlihat pada contoh berikut.

  1. Kelompok kerja Anda yang mana?
  2. Dia belum tahu baju yang mana yang akan dipakainya.

Dari contoh-contoh itu dapat kita lihat bahwa yang mana itu digunakan untuk bertanya atau membuat pertanyaan yang mengandung pilihan. Pertanyaan dalam kalimat (1) dibuat oleh orang yang mengetahui bahwa ada beberapa kelompok kerja dan ia ingin mengetahui kelompok kawan bicaranya. Pernyataan dalam kalimat (2) mengandung pengertian bahwa ada beberapa baju yang dapat dipakai, tetapi pemakaianya belum dapat menentukan pilihannya. Beberapa kasus pemakaian bentuk di mana yang salah memang dapat dikatakan dipengaruhi bahasa asing, yakni orang menggunakan bentuk itu karena di dalam kalimat bahasa Inggris, misalnya, digunakan kata where pada konstruksi tertentu. Apakah pemakaian yang mana yang salah selalu disebabkan oleh pengaruh bahasa asing? Agaknya bukan itu penyebab utamanya. Kesalahan itu terjadi karena orang tidak mau membedakan fungsi yang dan yang mana. Bentuk yang digunakan sebagai perangkai kata benda dengan keterangan pewatasnya adalah yang, bukan yang mana. Perhatikan contoh berikut.

  1. meja yang kecil bukan meja yang mana kecil
  2. pendidikan yang memadai bukan pendidikan yang mana memadai

Kadang-kadang ditemukan pemakaian yang mana yang memang tidak dapat digantikan dengan yang seperti terlihat pada contoh berikut.

  1. Koperasi ini harus berjalan dengan baik yang mana kebutuhan setiap anggota dapat dipenuhi dari sini.
  2. Ekspor udang meningkat terus yang mana negara tujuan ekspor pun kian bertambah.

Dengan menggunakan kata yang cocok untuk menggantikan bentuk yang mana, kalimat di atas dapat lebih mudah dipahami. Perhatikanlah hasil perbaikan berikut.

  1. Koperasi ini harus berjalan dengan baik sehingga kebutuhan setiap anggota dapat dipenuhi dari sini.
  2. Ekspor udang meningkat terus dan negara tujuan ekspor pun kian bertambah.

Kata yang Terlupakan

Kata yang biasa dipakai untuk merangkaikan kata benda dengan penjelasnya. Proses perangkaian itu terjadi seperti berikut ini. Mula-mula ada dua pernyataan, misalnya:

  1. Matahari bersinar terang.
  2. Matahari membuat udara bertambah panas.

Di dalam dua pernyataan itu ada unsur yang sama, yakni matahari. Jika dua pernyataan itu digabung, unsur yang sama itu dapat dihilangkan salah satu, sedangkan keterangannya dirangkaikan dengan kata yang sehingga muncullah pernyataan baru seperti berikut.

  1. Matahari yang bersinar terang membuat udara bertambah panas.

Predikat pada kalimat (3) itu hanya satu, yakni membuat. Orang sering melupakan kata yang sebagai perangkai ketika membuat kalimat panjang yang merupakan gabungan beberapa kalimat pendek. Perhatikan contoh berikut ini.

  1. Kami akan menyampaikan prakiraan cuaca kota-kota besar berlaku besok.

Unsur berlaku besok pada kalimat (4) berfungsi sebagai keterangan dari unsur prakiraan cuaca kota-kota besar. Manakah predikat kalimat itu? Seharusnya, predikatnya hanya satu, yakni menyampaikan. Namun, kehadiran ungkapan berlaku besok menimbulkan kesan seakan-akan sebagai predikat kedua. Jika dikembalikan ke pernyataan yang lebih pendek, kalimat itu terdiri atas dua kalimat berikut.

  1. Kami akan menyampaikan prakiraan cuaca kota-kota besar.
  2. Prakiraan cuaca kota-kota besar itu berlaku besok.

Unsur yang sama pada kedua pernyataan itu adalah prakiraan cuaca kota-kota besar. Agar fungsi tiap-tiap unsur tidak kabur, kita gunakan kata yang untuk menandai unsur keterangan pada kata benda itu. Dengan demikian, kalimat perbaikannya adalah sebagai berikut.

  1. Kami akan menyampaikan prakiraan cuaca kota-kota besar yang berlaku besok.

Contoh lain kalimat yang patut diperbaiki adalah sebagai berikut.

  1. Kejuaraan catur itu diikuti 53 pecatur berlangsung dari tanggal 4 hingga 20 Juni 1992.

Perbaikannya memerlukan sedikit perubahan letak unsur kalimat. Kalimat ubahan (9) dan (10) lebih jelas strukturnya daripada kalimat (8).

  1. Kejuaraan catur yang diikuti 53 pecatur itu berlangsung dari tanggal 4 hingga 20 Juni 1992.
  2. Kejuaraan catur yang berlangsung dari tanggal 4 hingga 20 Juni 1992 itu diikuti 53 pecatur.

Kerancuan

Kerancuan, yang dikenal juga dengan istilah kontaminasi, adalah pencampuradukan bentuk bahasa dalam konstruksi yang satu dengan bentuk dalam konstruksi yang lain sehingga menghasilkan konstruksi yang salah. Apakah kerancuan selalu tidak disadari? Ada kerancuan yang disadari. Ada pula yang tidak disadari. Sebagai contoh, kita sering pembicara yang secara tergesa-gesa atau dengan gugup mengucapkan kata inu karena di benaknya terbayang kata ini dan itu sekaligus. Kesalahan itu pasti disadari. Oleh karena itu, ia segera membetulkannya. Kerancuan yang tidak disadari juga banyak diperbuat orang. Sebagai contoh, selain kata syah yang berarti 'raja', kita juga mempunyai kata sah yang berarti 'resmi'. Akan tetapi, orang sering memakai kata syah untuk menyatakan arti 'resmi'. Kesalahan itu tetap diperbuat karena ia tidak menyadarinya. Kata semakin atau makin dan juga kian dapat diikuti kata sifat atau adjektiva. Contohnya, semakin tebal, semakin mantap, makin panjang, kian lama, atau kian buruk. Namun, tidak pernah kata-kata itu diikuti oleh kata benda atau nomina. Tidak ada semakin meja, semakin tahun, makin ikan, atau kian gedung. Jika itu ditemukan, kita dapat menduga bahwa ada sesuatu yang salah. Perhatikan kalimat berikut ini.

  1. Semakin hari semakin banyak orang yang menyukai lagu "Pondok Mertua".

Mengapa ada ungkapan semakin hari? Tampaknya itu suatu kerancu-an. Ada ungkapan hari demi hari dan ada pula ungkapan semakin lama. Contohnya terdapat pada kalimat berikut ini.

  1. Hari demi hari lagu itu semakin populer.
  2. Semakin lama lagu itu semakin populer.

Dua ungkapan itu terkacaukan sehingga muncullah bentuk semakin hari. Bentuk dan sebagainya dan dan lain-lain biasanya digunakan untuk menambahkan sesuatu yang tidak disebutkan agar orang leluasa. Untuk tujuan itu, orang sering mengacaukan kedua bentuk tadi sehingga muncul bentuk dan lain sebagainya yang perlu dihindari pemakaiannya. Pemakaian kedua bentuk di atas sebagai berikut.

  1. Binatang mamalia yang makan rumput adalah sapi, kuda, kerbau, rusa, dan sebagainya.
  2. Untuk membuat kandang ayam, saya memerlukan kayu, paku, kawat, dan lain-lain.

Bentuk dan sebagainya digunakan apabila hal yang ditambah-kan itu sejenis dengan perincian sebelumnya. Benda yang diwakili oleh bentuk dan sebagainya pada kalimat (4) adalah binatang sejenis sapi, kuda, kerbau, dan rusa yang termasuk jenis mamalia. Keragaman tambahan pada kalimat (4) diikat oleh kesamaan ciri jenis mamalia. Bentuk dan lain-lain digunakan apabila yang ditambahkan itu tidak sejenis. Benda yang diwakili bentuk dan lain-lain pada kalimat (5) adalah semua benda yang diperlukan orang untuk membuat kandang selain kayu, paku, dan kawat yang telah disebutkan. Oleh karena itu, cakupan bentuk dan lain-lain lebih luas daripada dan sebagainya. Dalam bahasa kita ada frasa menganggukkan kepala dan ada pula frasa membungkukkan badan, kontaminasi juga terjadi jika orang membuat kalimat Ia membungkukkan kepalanya dalam-dalam. Sadarkan kita bahwa dalam bentuk menduduki juara pada kalimat (6c) berikut ini juga terdapat kerancuan? Kerancuan itu muncul karena bentuk meraih gelar juara dan menduduki peringkat pertama pada kalimat (6a) dan (6b).

  1. a. Hermawan meraih gelar juara Indonesia Terbuka. (benar)
    1. Hermawan menduduki peringkat pertama. (benar)
    2. Hermawan menduduki juara Indonesia Terbuka. (salah)

Kalimat (6c) di atas dapat dibenarkan apabila sang juara Indonesia Terbuka memang diduduki oleh Hermawan. Kerancuan juga sering dilakukan orang seperti dalam kalimat-kalimat berikut.

  1. a. Perayaan itu dihadiri oleh semua guru. (benar)

b. Semua guru hadir dalam perayaan itu. (benar) c. Dalam perayaan itu dihadiri oleh semua guru. (salah)

  1. a. Dengan penataran ini kemampuan karyawan dapat meningkat. (benar)

b. Penataran ini dapat meningkatkan kemampuan karyawan. (benar) c. Dengan penataran ini dapat meningkatkan kemampuan karyawan.

(salah)
  1. a. Pemenang akan mendapatkan sebuah hadiah besar. (benar)

b. Bagi pemenang disediakan sebuah hadiah besar. (benar) c. Bagi pemenang akan mendapatkan sebuah hadiah besar. (salah) Seperti telah kita ketahui, kata depan dalam, dengan, dan bagi tidak dapat digunakan untuk menandai subjek. Selain itu, bukankah aneh jika kita menemukan kalimat seperti, "Bagi saya akan mendapatkan hadiah besar?" Seharusnya, kata bagi pada kalimat itu tidak perlu hadir.

Baharu, Cahari, dan Bahagi

Kita sering menemukan dua bentuk kata yang bermiripan dan diguna-kan secara bersilihan. Misalnya, baru-baharu, cari-cahari, dan bagian-bahagian. Secara umum diakui bahwa bentuk yang lebih panjang merupakan bentuk yang lebih dahulu ada. Bentuk lama itu kemudian mengalami "pengerutan". Pada bentuk-bentuk di atas ada kesamaan bentuk yang mengalami "pengerutan", yakni bunyi /ha/. Bentuk baharu hanya dipakai pada kata pembaharuan, mem-perbaharui atau diperbaharui. Kata pembaharuan bersaing dengan bentuk pembaruan. Karena bentuk baru lebih luas pemakaiannya, sebaiknya kita gunakan satu bentuk itu, yaitu baru, membarui, memperbarui, pembaruan. Demikian pula bentuk cahari dan bahagi. Gunakanlah bentuk cari dan bagi sebagai dasar dan dari kata dasar itu kemudian kita turunkan bentuk-bentuk seperti pencarian dan bagian.

Dahulu dan Dulu

Agak berbeda halnya antara baharu, cahari, bahagi dan dahulu. Tampaknya kata dahulu dan dulu mempunyai makna yang sama sehingga seolah-olah keduanya dapat saling menggantikan. Kata dulu dianggap sebagai varian dari dahulu. Dalam beberapa hal, kata dahulu dan dulu memang dapat saling menggantikan. Perhatikan contoh berikut.

  1. Jika dahulu/dulu orang harus menempuh jarak Amsterdam-Jakarta dalam beberapa hari, kini dapat ditempuh dalam 20 jam.
  2. Oleh karena itu, sejak Repelita IV dahulu/dulu kita mulai mengembangkan bidang itu.

Akan tetapi, dalam hal tertentu, kedua kata itu tidak dapat saling menggantikan. Pada kalimat berikut, bentuk-bentuk yang tercetak miring diturunkan dari kata dasar dahulu; akan terasa janggal apabila diganti dengan bentuk yang diturunkan dari kata dasar dulu.

  1. Patih Gadjah Mada dan para pendahulunya telah merintis persatuan Indonesia dengan gigih.
  2. Pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa ia akan meneliti masalah itu secara tuntas.
  3. Dengan mantap ia mendahului lawannya menuju garis finis.

Kita tidak dapat menggantikan kata pendahulu, pendahuluan, dan mendahului pada kalimat (3), (4), dan (5) dengan pendulu, penduluan, dan mendului. Itulah sebabnya, bentuk dahulu tetap digunakan dalam bahasa Indonesia walaupun pemakainannya terbatas.

Kedai, Warung, Pasar, Toko, dan Plaza

Setakat ini, sekurang-kurangnya ada lima istilah pokok untuk menyebut tempat-tempat belanja, yaitu kedai, warung, pasar, toko, dan plaza. Istilah lain seperti warung serba ada, pasar swalayan, dan toko serba ada merupakan pengembangan dari kelima istilah pokok tadi. Apakah sebenarnya perbedaan antara kelima istilah pokok itu? Kata kedai dan kata warung memiliki arti yang sama, yaitu 'bangunan yang digunakan sebagai tempat berjualan makanan dan minuman'. Perbedaan antara warung atau kedai yang satu dan yang lain dilakukan dengan menyebutkan jenis barang yang dijual di tempat itu, atau menambahkan nama lain yang dipilih secara manasuka. Perhatikan bentuk-bentuk berikut. kedai nasi 'kedai yang menjual nasi' kedai kopi 'kedai yang menjual kopi' warung pecel 'warung yang menjual pecel' warung sate 'warung yang menjual sate' warung asri 'warung yang bernama asri' warung padang 'warung yang menjual masakan padang' Selain kata warung dan kedai, untuk menyebut tempat yang menjual makanan dan minuman juga digunakan istilah rumah makan dan restoran. Kata toko berarti 'kedai' berupa bangunan permanen tempat menjual barang-barang'. Seperti halnya kedai dan warung, perbedaan toko yang satu dari yang lain dilakukan dengan menyebutkan jenis barang yang dijual, cara menjual, atau nama tertentu yang baiasanya ditetapkan secara manasuka. Dalam pemakaian sehari-hari, kita temukan bentuk-bentuk seperti toko buku, toko kelontong, toko serba ada, toko grosir, toko Sumber Waras, dan Toko Mas Semar. Kata pasar memiliki makna 'tempat orang berjual beli' yang biasanya lebih luas daripada kedai, warung, atau toko. Jika dibandingkan dengan kedai, warung, atau toko, cakupan jenis barang yang dijual di pasar lebih banyak. Selain makanan dan minuman, di pasar juga dijual sayur-mayur, pakaian, dan benda-benda lain untuk kebutuhan sehari-hari. Pembedaan pasar yang satu dari yang lain biasanya dilakukan dengan menyebutkan jenis barang pokok yang dijual, cara menjual, dan nama-nama lain yang diberikan secara manasuka. Perhatikan nama-nama seperti pasar induk sayur-mayur, pasar induk buah-buahan, pasar loak, pasar grosir, pasar swalayan. Pemberian nama pasar seperti Pasar Senen, Pasar Jum'at, Pasar Minggu didasarkan pada hari yang paling ramai untuk pasar itu. Sementara itu, kata plaza selain berarti 'pusat belanja atau tempat terbuka dekat dengan gedung-gedung di kota yang memiliki tempat terbuka dekat dengan gedung-gedung di kota yang memiliki tempat untuk berjalan dan berbelanja' juga berarti 'lapangan untuk umum, tempat terbuka yang digunakan untuk parkir atau memperbaiki kendaraan bermotor, tempat membayarkan uang tol, tempat yang memberikan fasilitas pelayanan seperti restoran, dan pompa bensin di tepi jalan raya'. Dari istilah-istilah di atas, tampaknya plaza adalah istilah yang memiliki cakupan paling luas. Itulah sebabnya, kata plaza tidak dapat diberi penjelasan lagi berupa cara layanan, jenis barang yang dijual di tempat itu, dan lain-lain. Pengkhususan nama plaza dilakukan dengan nama-nama tambahan belaka. Kalau diperhatikan nama Plaza Gadjah Mada, Plaza Atrium, dan Plaza Arion, tidak dapat kita ramalkan apakah ada kekhususan barang yang diperdagangan atau cara penjualan di tempat itu. Cakupan Sementara itu, kedai, warung, pasar, dan toko masih dapat diubah cakupannya dengan memperhatikan cara penjualan, atau barang yang dijual. Apabila dijualbelikan di tempat itu, nama atau jenis benda itu umumnya disebutkan di belakang kata itu. Perhatikanlah kata kedai kopi, warung sate, pasar induk buah-buahan, pasar benda-benda antik, toko alat listrik, toko bahan bangunan, dan sebagainya. Kata serba ada biasanya digunakan untuk menyebut tempat penjualan yang menyediakan berbagai barang dagangan, misalnya warung serba ada dan toko serba ada. Kita dapat pula menyebutkan cara pelayanan apabila di suatu tempat mempunyai cara pelayanan yang khusus, misalnya pasar swalayan. Dengan demikian, Plaza Indonesia, Plaza Lokasari, Plaza Tunjangan, dan Plaza Sudimampir seharusnya merupakan tempat perdagangan yang sifatnya sangat kompleks. Di dalamnya tercakup berbagai tempat belanja yang lebih kecil yang mungkin berupa toko, warung, atau kedai. Barang yang diperdagangkan dan cara pelayanannya pun beragam pula, bergantung pada toko, warung, atau kedai yang ada di dalamnya. Hampir sama dengan plaza, kata pasar umumnya juga mencakupi beberapa tempat perbelanjaan yang lebih kecil. Di dalam pasar mungkin kita temukan toko, warung, atau kedai, dengan barang dagangan dan cara pelayanannya masing-masing. Lalu, apa perbedaan antara plaza dan pasar? Perbedaan itu hanya terletak pada konotasi saja. Plaza berkonotasi dengan pusat perdagangan yang modern, sedangkan pasar berkonotasi dengan pusat perdagangan tradisional. Pergeseran Makna Dalam bahasa yang hidup dan berkembang seperti bahasa Indonesia, pergeseran makna itu tidak dapat dihindari. Kita ingat kata saudara yang semula hanya berarti, 'orang yang masih ada pertalian darah', sekarang sudah bergeser artinya. Kita dapat menyebut saudara kepada orang yang tidak mempunyai hubungan darah sama sekali dengan kita. Kata kedai, warung, dan pasar pun menunjukkan gejala pergeseran makna itu. Dengan makna dasar yang sedikit bergeser, kita dapatkan kata seperti kedai buku, kedai benda pos, warung telekomunikasi (wartel), warung serba ada, pasar swalayan. Dalam kata-kata itu makna 'tempat yang menjual makanan dan minuman' yang dulu dikandung oleh kata warung dan kedai sudah tidak sesuai lagi. Sifat ketradisionalan pasar pada pasar swalayan sudah tidak tampak lagi. Struktur Nama Apakah kita sadar bahwa Plaza Indonesia dan Putri Ayu Plaza, serta Pasar Swalayan Morodadi dan Wak Kondang Swalayan memiliki struktur yang berbeda? Kalau dilihat dari strukturnya secara selintas, kata-kata itu jelas berbeda. Plaza Indonesia dan Pasar Swalayan Morodadi berstruktur DM, sedangkan Putri Ayu Plaza dan Wak Kondang Pasar Swalayan berstruktur MD. Namun, ada nama yang berstruktur MD seperti pada nama berikut. Putri Ayu Plaza Wak Kondang Pasar Swalayan Putri Ayu Hotel Wak Kondang Hotel Putri Ayu Panti Pijat Wak Kondang Panti Pijat Putri Ayu Salon Wak Kondang Salon Tentu saja, penamaan seperti ini tidak tepat. Mestinya penamaan seperti itu mengikuti pola Plaza Indonesia dan Pasar Swalayan Morodadi yang dapat dijajarkan dengan nama plaza atau pasar swalayan lain sebagai berikut. Plaza Indonesia Pasar Swalayan Morodadi Plaza Mataram Pasar Swalayan Siti Nurbaya Plaza Kosgoro Pasar Swalayan Sempurna Plaza Ratu Ayu Pasar Swalayan Dinar Masih dengan struktur bahasa Inggris, dalam dunia perdagangan modern kita juga mengenal istilah mall seperti Kalibata Mall dan Pondok Indah Mall. Apa sebenarnya arti mall, yang diindonesiakan menjadi mal itu? Kata mal berarti 'gedung-gedung besar atau kelompok gedung di pinggiran kota berisikan beberapa/bermacam-macam toko dengan sarana jalan untuk kepentingan umum'. Sesuai dengan struktur DM, nama-nama itu mustinya menjadi Mal Pondok Indah dan Mal Kalibata.

Ini dan Itu

Kata ini dan itu dalam bahasa Indonesia disebut kata ganti penunjuk. Pemakaian kedua kata itu dibedakan atas pertimbangan beberapa hal, antara lain, (1) posisi penutur, yaitu jarak penutur (pembicaraan atau penulis) dengan objek yang ditunjuk, (2) sudah terjadi atau belum peristiwa yang ditunjuk, (3) keikutsertaan penutur, yaitu ikut serta atau tidaknya penutur dalam peristiwa atau hal yang dibicarakan, dan (4) sudah disebut atau belum hal atau peristiwa yang ditunjuk itu. Posisi Penutur Jarak penutur dengan objek pembicaraan tidak dapat diukur secara pasti. Dalam hal ini, kita hanya dapat menggunakan anggapan apakah jarak itu dianggap jauh atau dekat. Kalau jarak itu dianggap jauh, kata itu dapat digunakan sebagai kata ganti penunjuk, sebaliknya, apabila jarak itu dianggap dekat, kata ini dapat digunakan sebagai kata ganti penujuknya. Perhatikan kalimat berikut.

  1. Pohon durian ini hampir berbuah sebelum disambar petir.

Akan tetapi, untuk menunjuk pohon durian yang sama, dapat pula kita menggunakan kata itu seperti dalam kalimat berikut.

  1. Pohon durian itu hampir berbuah sebelum disampar petir.

Kedua kalimat di atas muncul karena perbedaan anggapan tentang jarak antara penutur itu dan pohon durian. Masalah "anggapan" itu dapat kita kurangi apabila dalam pembicaraan itu ada dua hal yang ditunjuk sehingga kita dimungkinkan membuat perbandingan. Agar lebih jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.

  1. Mobil ini akan mengangkut wisatawan Australia, sedangkan mobil itu mengangkut wisatawan domestik.
  2. Mobil itu akan mengangkut wisatawan domestik, sedangkan mobil ini mengangkut wisatawan Australia.

Pada kalimat (3) dan (4) penutur pasti berada lebih dekat dengan mobil yang akan mengangkut wisatawan Australia daripada mobil yang akan mengangkut wisatawan domestik. Seandainya ia berada pada yang lebih dekat dengan mobil yang akan mengangkut wisatawan domestik, kalimat (3) dan (4) akan dirubah menjadi kalimat (5) dan (6) berikut.

  1. Mobil itu akan mengangkut wisatawan Australia, sedangkan mobil ini mengangkut wisatawan domestik.
  2. Mobil ini akan mengangkut wisatawan domestik, sedangkan mobil itu akan mengangkut wisatawan Australia.

Apabila antara penutur dan kedua mobil itu sama atau hampir sama jaraknya, kita kembali pada "anggapan" tadi. Apabila jarak itu dianggap sama jauhnya, kata itu lebih tepat pemakaiannya.

  1. Mobil itu akan mengangkut wisataawan Australia, sedangkan mobil itu mengangkut wisatawan domestik.

Sebaliknya, apabila jarak itu dianggap sama dekat dengan penutur, kata ini lebih tepat.

  1. Mobil ini akan mengangkut wisatawan Australia, sedangkan mobil ini mengangkut wisatawan domestik.

Kedekatan jarak antara penutur dan objek yang dibicarakan dapat pula diartikan bahwa sang penutur itu ikut atau masuk ke dalam objek tadi. Jai, dalam kalimat (8) tadi, misalnya, penutur selain dapat disebut dekat dengan mobil wisatawan domestik, dapat pula ia memang berada dalam mobil itu. Sudah terjadi atau belum? Untuk menunjukkan hal atau peristiwa yang sedang terjadi, biasanya digunakan kata ini, sedangkan untuk menunjukkan hal atau peristiwa yang telah atau akan terjadi biasanya digunakan kata itu. Perhatikan contoh berikut.

  1. Perlombaan ini diadakan dengan dukungan dana dari BNI 1946.
  2. Kecelakaan itu timbul karena tidak sempurnanya sistem rem mobil yang dikendarainya walaupun mobil itu baru dibeli dua hari sebelumnya.

Pemakaian kata itu untuk menunjukkan hal atau peristiwa lampau ini akan lebih jelas apabila kita mengamati pemakaiannya dalam konteks yang lebih luas. Untuk itu, mari kita perhatikan paragraf berikut. Anaknya yang sulung tewas dalam kecelakaan mobil yang sangat mengerikan. Kecelakaan itu timbul karena tidak sempurnanya sistem rem mobil yang dikendarai-nya walaupun mobil itu baru dibeli dua hari sebelumnya. Keikutsertaan Penutur Kita dapat melihat pula apakah penutur ikut serta atau termasuk dalam hal atau peristiwa yang sedang dibicarakan atau tidak. Perhatikan kalimat berikut.

  1. Perjalanan ini melewati objek Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.

Kata ini pada kalimat (1) menyiratkan bahwa penutur ikut serta dalam perjalanan yang sedang dibicarakan. Kalau ingin memunculkan kata ganti persona sebagai subjek dalam kalimat itu, kata kita atau kami dapat digunakan sehingga kalimat itu akan menjadi seperti berikut.

  1. Dalam perjalanan ini, kita melewati objek wisata Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.
  2. Dalam perjalanan ini, kami melewati objek wisata Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.

Ini tidak berarti bahwa pemakaian kata itu tidak dapat digunakan oleh penutur yang ikut serta dalam hal atau peristiwa yang sedang dibicarakan. Perhatikan kalimat berikut.

  1. Perjalanan itu melewati objek wisata Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.
  2. Dalam perjalanan itu, kita melewati objek wisata Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.
  3. Dalam perjalanan itu, kami melewati objek wisata Candi Prambanan, Candi Sari, dan Candi Kalasan.

Dalam kalimat (4), (5), dan (6) penutur mungkin ikut serta dalam perjalanan yang sedang dibicarakan apabila perjalanan itu sudah berlangsung. Dalam hal ini, ia menceritakan pengalamannya ketika mengikuti perjalanan itu. Untuk mengungkapkan hal seperti tersebut, tidak dapat digunakan kata ini. Penyebutan Gunakan kata itu untuk menunjuk hal atau peristiwa yang sudah disebutkan sebelumnya apabila jarak antara penutur dan hal atau peristiwa yang dibicarakan itu tidak dipertimbangkan. Perhatikan contoh-contoh berikut.

  1. Ia sebenarnya telah memperoleh pekerjaan yang tetap, tetapi perkerjaan itu terlalu banyak menyita waktunya.
  2. Pak Karman mempunyai rumah yang sangat mewah. Rumah itu pernah ditawar orang dengan harga yang sangat tinggi.
  3. Melalui perjalanan yang sangat panjang, akhirnya mereka tiba di Candi Prambanan. Candi itu terletak di perbatasan antara Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di pelataran candi itulah sendratari Ramayana selalu digelar untuk para wisatawan setiap bulan purnama.

Kata itu pada contoh-contoh di atas menunjukkan kaitan antara pekerjaan itu dan pekerjaan yang tetap pada contoh (1), rumah itu dan rumah Pak Karman pada contoh (2), dan Candi Prambanan, candi itu, dan candi itulah pada contoh (3). Kaitan itu dapat diartikan bahwa yang dimaksud pekerjaan itu adalah pekerjaan yang tetap, rumah itu adalah rumah Pak Karman, dan candi itu adalah Candi Prambanan. Dengan demikian, dalam konteks tersebut kata itu berfungsi sebagai penanda takrif. Dapatkah kata itu disulih dengan kata ini pada contoh-contoh tadi? Mari kita lihat contoh-contoh berikut.

  1. Ia sebenarnya telah memperoleh pekerjaan yang tetap, tetapi pekerjaan ini terlalu banyak menyita waktunya.
  2. Pak Karman mempunyai rumah yang sangat mewah. Rumah ini pernah ditawar orang dengan harga yang sangat tinggi.

Dari contoh (4) dan (5) ini, terasa bahwa kata ini tidak mampu mengaitkan secara padu antara pekerjaan ini dan pekerjaan yang tetap, serta rumah Pak Karman. Bahkan, pekerjaan atau rumah yang ditunjuk itu cenderung berbeda. Untuk hal seperti ini, sebaiknya jangan digunakan kata ini. Kata ini dapat juga digunakan apabila penutur itu berada di Candi Prambanan yang sedang dibicarakannya. Ini berarti bahwa peristiwa pertuturannya juga sedang berlangsung. Perhatikan contoh berikut.

  1. Melalui perjalanan yang sangat panjang, akhirnya mereka tiba di Candi Prambanan. Candi ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di pelataran candi ini sendratari Ramayana selalu digelar untuk para wisatawan setiap bulan purnama.

Bahkan dan Malahan

Kata bahkan dan malahan mempunyai fungsi dan pola pemakaian yang sama dalam bahasa Indonesia. Kedua kata itu dapat digunakan sebagai penghubung intrakalimat dan dapat pula digunakan sebagai penghubung antarkalimat. Sebagai penghubung intrakalimat, kata itu berposisi di antara bagian pertama dan bagian kedua yang tiap bagian itu dapat berupa kata, frasa, atau klausa, sedangkan sebagai penghubung antarkalimat, kata itu berposisi di awal kalimat pada bagian kedua. Pada kalimat (1) kata bahkan dan malahan berfungsi sebagai penghubung intrakalimat, sedangkan pada kalimat (2) kata itu berfungsi sebagai penghubung antarkalimat. bahkan (1) Beratus-ratus tahun, beribu-ribu tahun, malahan Kuda merupakan alat angkut yang paling cepat. bahkan (2) Ia tega mengurung anak itu ia juga malahan Tega membunuhnya. Baik sebagai penghubung intrakalimat maunpun antarkalimat, kedua kata itu menyatakan bahwa bagian kedua lebih tinggi intensitasnya daripada bagian pertama. Pada kalimat (1) beribu-ribu lebih tinggi nilai jumlahnya daripada beratus-ratus, dan pada kalimat (2) membunuh lebih tinggi tingkat kesadisannya daripada sekadar mengurung. Sebagai penghubung intrakalimat, bahkan dan malahan seringkali bersifat manasuka kehadirannya. Kehadirannya berfungsi sebagai penegas.

  1. Ia sangat mengasihi dan menyayangi, umatnya bahkan yang paling hina sekalipun.

Kata bahkan dan malahan dapat digunakan sebagai penghubung antarklausa dalam kalimat majemuk. bahkan

  1. Ia membeli semua pakaian, tidak

malahan Membedakan warna dan ukurannya bahkan (5) Mereka tidak mematuhinya beramai-ramai malahan Melanggar peraturan itu. Dalam satuan paragraf, kedua kata itu dapat merangkaikan pengertian yang telah diungkapkan dalam beberapa kalimat sebelumnya dengan kalimat yang diawali dengan kata itu. Setelah sekian tahun lamanya, ia benar-benar menyesali tindakannya. Berulang kali ia menangis dalam tidurnya. Setiap hari kerjanya hanyalah meratapi kesalahan demi kesalahan yang pernah dibuatnya. Bahkan, ia pernah pula mencoba mengakhiri hidupnya. Secara mudah ia menolak usulan anak buahnya. Karena itu, ia beberapa kali diperingatkan oleh atasannya. Tahun ini secara resmi ia diberhentikan dari tugasnya. Malahan, beberapa anak buahnya masih terus mengancamnya. Karena fungsinya sebagai penghubung antarkalimat atau intrakalimat, pemakaian bahkan dan malahan pada akhir kalimat hendaknya dihindari, terutama di dalam ragam tulis resmi. Karena sangat marah, ia pernah memukul mukanya sendiri bahkan. Pekerjaannya tidak ada yang betul malahan.

Pukul-memukul, Berpukul-pukulan, dan Saling Memukul

Kata seperti pukul-memukul dan berpukul-pukulan disebut kata kerja resiprokal. Dalam kata kerja semacam itu terkandung makna bahwa peristiwanya terjadi secara berbalasan. Suatu saat, orang yang berlaku sebagai pemukul dapat pula berlaku sebagai yang dipukul pada kesempatan lain. Dengan demikian, peran siapa yang dipukul dan siapa yang memukul tidak dapat dibedakan secara tegas. Apabila peristiwanya terjadi tidak berbalasan, kata memukul saja yang tepat. Sebaliknya, tentu tidak tepat apabila menggunakan kata memukul saja untuk peristiwa yang berbalasan.

  1. Setelah pukul-memukul, tendangan samping Johan mengakhiri pertahanan Rudi.

Pada contoh (1) di atas jelas bahwa Rudi tidak membiarkan dirinya dipukul terus-menerus oleh Johan. Sesekali ia juga membalasnya memukul Johan walaupun akhirnya tendangan Johan mengakhiri pertahanan Rudi. Selain kata pukul-memukul untuk menyatakan makna 'saling memukul' juga digunakan kata berpukul-pukulan.

  1. Setelah berpukul-pukulan, tendangan samping Johan mengakhiri pertahanan Rudi.

Karena pukul-memukul dan berpukul-pukulan sudah mengandung makna peristiwa berbalasan, kata saling tidak perlu ditambahkan di depan kata itu. Dengan demikian, kalimat berikut ini tidak efisien.

  1. Setelah saling pukul-memukul beberapa saat, mereka mengalami kecapaian.
  2. Setelah saling berpukul-pukul beberapa saat, mereka mengalami kecapaian.

Apabila kata saling di depan kata itu dipertahankan, makna 'saling' yang terkandung dalam kata kerja harus dihilangkan dengan cara mengubah kata kerja itu menjadi memukul.

  1. Setelah saling memukul beberapa saat, mereka mengalami kecapaian.

Banyak kata kerja bahasa Indonesia yang mengandung makna resiprokal seperti itu. Berikut beberapa contoh kata yang mengandung makna itu. Berpelukan Peluk-memeluk 'saling memeluk' Berpeluk-pelukan

Berciuman Cium-mencium 'saling mencium' Bercium-ciuman

Bertinju 'saling meninju' Tinju-meninju Berbantahan Bantah-membantah 'saling membantah' Berbantah-bantahan

Berbantingan Banting-membanting 'saling membanting' Berbanting-bantingan

Bentuk Pendek dan Bentuk Panjang

Dalam berbahasa, sering kita dapati pemakaian dua bentuk, yaitu berupa kata atau kelompok kata, yang sebenarnya memiliki makna yang sama. Akan tetapi, mengapa justru bentuk yang pendek juga dapat menampung makna bentuk panjangnya. Bandingkan dua kalimat berikut.

  1. Bersama-sama dengan anak buahnya, ia mengadakan penelitian tentang jamur merang di Kalimantan Barat.
  2. Bersama-sama dengan anak buahnya, ia meneliti jamur merang di Kalimantan Barat.

Dalam kalimat (2) kata meneliti dapat digunakan untuk mengganti kata mengadakan penelitian. Penggantian itu didasari pertimbangan bahwa (1) makna dasar kalimat yang terbentuk setelah penggantian itu. Apakah semua kelompok kata mengadakan penelitian dapat diganti dengan bentuk pendeknya? Tidak semua bentuk seperti itu dapat diganti. Penentuan dapat diganti atau tidaknya bergantung pada struktur kalimatnya. Mari kita lihat kalimat berikut ini.

  1. Ia harus mengadakan penelitian untuk karya tulisnya.
  2. *Ia harus meneliti untuk karya tulisnya.

Kata mengadakan pada kalimat (3) adalah kata kerja yang memerlukan objek (kata kerja transitif). Oleh karena itu, kehadiran kata penelitian setelah kata mengadakan sangat diperlukan. Kalimat (3) menjadi tidak bermakna lengkap apabila kata penelitian dihilangkan. Kata meneliti sebenarnya juga termasuk kelompok kata kerja yang transitif. Itu artinya kehadiran objek sangat diperlukan untuk melengkapi kata kerja itu. Penggantian bentuk mengadakan penelitian dengan meneliti rasanya memang kurang tepat. Kalimat (4) itu akan baik kembali apabila diubah menjadi kalimat berikutnya.

  1. Ia meneliti jamur merang untuk karya tulisnya.

Jadi, pemakaian bentuk yang lebih pendek tidak selamanya benar. Bandingkan pula beberapa contoh berikut ini. Mengadakan pembatasan - membatasi Mengadakan pengurangan - mengurangi Mengadakan penjualan - menjual Mengadakan penataran - menatar Mengadakan pengulangan - mengulangi Mengadakan pengamatan - mengamati Mengadakan pemupukan - memupuk Memberi nilai - menilai Memberi jaminan - menjamin Memberi batas - membatasi Memberi pengakuan - mengakui Memberi hiburan - menghibur

Jadual atau Jadwal

Salah satu bahasa asing yang turut memperkaya khazanah bahasa Indonesia adalah bahasa Arab. Banyak kata yang berasal dari bahasa itu yang sudah tidak kita kenali lagi sebagai bahasa asing. Kenyataan itu tidak dapat disangkal karena banyak kata bahasa Arab yang sudah berintegrasi begitu kuat di dalam bahasa Indonesia. Walupun demikian, di dalam kenyataan berbahasa pemakai bahasa yang menggunakan kosakata yang berasal dari bahasa Arab itu masih banyak yang belum memahaminya secara baik, terutama jika kosakata itu digunakan dalam bahasa tulis. Salah satunya adalah penggunaan kata jadwal yang sering dituliskan menjadi jadual, seperti contoh berikut. Jadual keberangkatan Jadual pelajaran Jadual pertunjukkan Jadual permainan Jadual kegiatan Penulisan kata jadual pada contoh di atas tidaklah benar. Kata jadual dengan (u) hendaknya dituliskan jadwal dengan (w) karena di dalam bahasa asalnya, kata itu dituliskanجدوال. Huruf و pada kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi (w) bukan (u). Dengan demikian, contoh di atas seharusnya dituliskan sebagai berikut. jadwal keberangkatan jadwal pelajaran jadwal pertunjukkan jadwal permainan jadwal kegiatan Penulisan kata jadual dengan (u) di atas tampaknya beranalogi pada kata seperti kualitas dan kuantitas. Penulisan kedua kata terakhir itu sudah tepat karena huruf (u) pada keduannya memang berasal dari (u) dalam bahasa asalnya, yakni quality dan quantity. Jika ada penulisan kwalitas dan kwantitas, penulisan itu justru tidak benar. Selain kata jadwal, ada kosakata lain yang berasal dari bahasa Arab yang setipe dengan itu, seperti berikut: takwa bukan *takua fatwa bukan *fatua kahwa bukan *kahua Akan tetapi, perhatikan kata-kata berikut yang seharusnya ditulis dengan (ua). aurat bukan *awrat taurat bukan *tawrat kaum bukan *kawum

Kata daripada yang Mubazir

Kata daripada termasuk ke dalam golongan kata depan. Kata tersebut digunakan untuk membuat perbandingan atau mengontraskan sesuatu. Dalam kenyataannya, penggunaan kata itu tidak selalu begitu. Kata daripada sering digunakan secara tidak tepat, seperti pada contoh berikut.

  1. Tujuan daripada pertemuan ini adalah untuk mencari jalan keluar mengenai hal-hal yang belum terpecahkan pada pertemuan yang lalu.
  2. Kita harus selalu dapat memperhatikan keinginan daripada anggota.

Kelompok kata (frasa) tujuan daripada pertemuan dan keinginan daripada anggota pada kedua contoh itu merupakan kelompok kata benda yang mempunyai hubungan pewatasan kata benda yang kedua menerangkan kata benda yang pertama. Kata benda itu tidak menunjukkan hubungan perlawanan. Oleh sebab itu, penggunaan kata daripada dalam kedua contoh itu tidak tepat. Agar kalimat (1) dan (2) di atas menjadi baik, kedua kalimat itu diubah menjadi sebagai berikut. (1a) Tujuan pertemuan ini adalah untuk mencari jalan keluar mengenai hal-hal yang belum terpecahkan pada pertemuan yang lalu.

(2a) Kita harus selalu dapat memperlihatkan keinginan anggota.

Pemakaian kata daripada yang tepat ialah seperti pada kalimat di bawah ini, yakni untuk mengatakan kontras atau perbandingan.

  1. Nina lebih rajin daripada adiknya.
  2. Sebaiknya, kita datang lebih awal daripada terlambat.

Pada contoh (3) penutur ingin membandingkan Nina dengan adiknya dalam soal kerajinannya, sedangkan pada contoh (4) penutur ingin mengontraskan dua hal, yakni datang lebih awal dan terlambat. Berbeda sekali dengan contoh (1a) dan (2a) di atas, penghilangan kata daripada pada (3) dan (4) menjadi kalimat itu tidak benar. (3a) *Nina lebih rajin adiknya. (4a) *Sebaiknya, kita datang lebih awal terlambat.

Jamak yang Mubazir

Yang dimaksud dengan jamak adalah jumlah sesuatu yang lebih dari satu. Di dalam bahasa Indonesia, jamak dapat dinyatakan dengan bentuk ulang atau dengan menambahkan bentuk leksikal tertentu pda kata benda yang diacu. Bentuk leksikal itu, antara lain, ialah beberapa, semua, banyak, para, dan kaum. Pada kenyataan berbahasa, kedua bentuk jamak tersebut sering digunakan secara bersamaan sehingga menghasilkan bentuk jamak yang mubazir. Perhatikan contoh berikut.

    1. Semua murid-murid diharuskan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.
    2. Beberapa orang-orang yang tidak setuju dengan keputusan pimpinan keluar dari perusahaan.
    3. Untuk membangun koperasi ini, banyak persoalan-persoalan intern harus kita selesaikan dahulu.

Bentuk jamak semua murid-murid, beberapa orang-orang, dan banyak persoalan-persoalan pada ketiga contoh di atas merupakan gabungan bentuk jamak leksikal dan bentuk jamak ulang. Pengungkapan seperti itu mubazir. Untuk menyatakan konsep jamak, cukup digunakan satu bentuk jamak, yakni bentuk leksikal atau bentuk ulang. Kalimat di atas dapat diubah sebagai berikut agar menjadi lebih efektif.

  1. Semua murid diharuskan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.
  2. Beberapa orang yang tidak setuju dengan keputusan pimpinan keluar dari perusahaan.
  3. Untuk membangun koperasi ini, banyak persoalan intern harus kita selesaikan dahulu.

Dapat juga dipilih perbaikan berikut.

  1. Murid-murid diharuskan mengikuti upacara bendera setiap hari Senin.
  2. Orang-orang yang tidak setuju dengan keputusan pimpinan keluar dari perusahaan.
  3. Untuk membangun koperasi ini, persoalan-persoalan intern harus kita selesaikan dahulu.

Pengaruh Bahasa Asing

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia tidak lepas dari pengaruh bahasa lain, bahasa daerah, ataupun bahasa asing. Pengaruh itu di satu sisi dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain dapat juga mengganggu kaidah tata bahasa Indonesia. Salah satu contoh pengaruh yang dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia ialah masuknya kata-kata tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Kata pikir, saleh, dongkrak, kursi, dan fakultas, misalnya, merupakan kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sekarang tidak terasa sebagai kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Satu hal yang menarik berkaitan dengan kata-kata yang berasal dari bahasa asing itu ialah adanya pasangan kata yang "serupa tapi tak sama", seperti kata haji, hajah, almarhum-almarhumah, dan almukaram-almukaramah. Ketiga pasangan bentuk itu sudah berterima sebagai warga bahasa Indonesia. Di dalam kenyataannya, masih terdapat penggunaan kata-kata seperti itu secara tidak tepat. Kata haji-hajah, almarhum-almarhumah, dan almukaram-almukaramah merupakan bentuk serapan dari bahasa Arab. Kata-kata itu mempunyai makna tersendiri. Kata haji, almarhum, dan almukaram adalah bentuk yang digunakan untuk mengacu pada unsur tertentu (orang) yang berjenis kelamin maskulin (muzakar), sedangkan hajah, almarhumah, dan almukaramah dipakai untuk merujuk pada unsur yang berjenis kelamin feminim (muanas). Dengan demikian, kata haji, bermakna 'laki-laki yang sudah menunaikan ibadah haji', kata almarhum, bermakna 'laki-laki yang dirahmati', dan kata almukaram mempunyai makna 'laki-laki yang mulia'. Kata hajah bermakna 'perempuan yang sudah menunaikan ibadah haji', almarhumah bermakna 'perempuan yang sudah menunaikan ibadah haji', almarhumah bermakna 'perempuan yang sudah menunaikan ibadah haji', almarhumah bermakna 'perempuan yang dirahmati', dan kata almukaramah bermakna 'perempuan yang mulia'. Dalam bahasa kita, kata almarhum bermakna 'yang telah meninggal (laki-laki) dan almarhumah bermakna 'yang tealh meninggal (perempuan)'. Jika dilihat dari segi bentuknya, tampak bahwa untuk bentuk yang feminim dilakukan penambahan huruf tertentu, yakni (a) dalam bahasa asalnya. Jika ditransliterasi ke dalam bahasa Indonesia, huruf itu menjadi (h). Dengan demikian, haji, hajah, almarhum, almarhumah, almukaram, almukaramah itu merupakan tiga pasang kata yang berbeda, masing-masing mempunyai acuan yang berbeda pula. Banyak ditemukan bentuk-bentuk seperti itu sebagai akibat pengaruh bahasa asing. Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh lain. Maskulin (muzakar) feminim (muanas) muslim muslimah mukmin mukminah qari qariah hafid hafidah saleh salehah/salihah mubalig mubaligah mualim mualimah

Mau dalam Mau Dikontrakkan

Sering kita melihat tulisan yang dipampam di depan rumah atau toko yang berbunyi rumah ini mau dikontrakkan. Maksud tulisan itu jelas bahwa rumah itu dapat dikontrak oleh siapa saja yang membutuhkannya. Namun, ada kejanggalan dalam tulisan itu. Di mana letak kejanggalannya? Kata mau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai makna (1) sungguh-sungguh suka hendak (berbuat sesuatu); suka akan sesuatu; (2) akan; hendak; (3) kehendak; maksud. Untuk lebih jelasnya kita lihat contoh berikut.

  1. Paman mau membeli rumah itu, tetepi dia minta ruang tamunya diperluas.
  2. Kecelakaan itu seharusnya dapat dihindari jika pengemudi mau mengindahkan rambu-rambu lalu lintas.
  3. Saya mau mengambil buku di rumah Ali.
  4. Pembeli rumah itu mau memeriksa keadaan rumah secara cermat sebelum membayarnya.

Kata mau pada kalimat (1) mempunyai makna 'suka akan sesuatu', yaitu rumah yang luas ruang tamunya', sedangkan kata mau pada kalimat (2) mempunyai makna 'sungguh-sungguh suka berbuat sesuatu'; yaitu mengindahkan rambu-rambu lalu lintas. Akan halnya kata mau pada contoh (3) mengandung makna 'akan'; kalimat (4) kata mau bermakna 'berkehendak atau bermaksud'. Bagaimana dengan mau dalam mau dikontrakkan? Perhatikan contoh berikut.

  1. Saya mau mengontrakkan rumah ini.

Kata mau pada contoh (5) dapat disulih dengan kata akan dan hendak sehingga ada pilihan berikut. Mau (5a) Saya akan mengontrakkan rumah ini Hendak Jika diperhatikan secara cermat, kata akan bermakna 'menyatakan sesuatu yang hendak terjadi' (KBBI, 1991:16). Dengan demikian, kalimat itu bermakna 'Saya baru berencana mengontrakkan rumah ini, dan rumah ini belum dikontrakkan. Jika memang saya benar-benar akan mengontrakkan rumah, kalimat itu sebaiknya diubah menjadi

  1. Saya mengontrakkan rumah ini.

Kalimat (6) itu sebagai bentuk kalimat aktir. Bentuk kalimat pasifnya adalah (6a) Rumah ini saya kontrakkan. Sungguhpun begitu, kalimat yang berisi pemberitahuan kepada khalayak sebaiknya sebagai berikut.

  1. Rumah ini dikontrakkan.

Kata mau dalam kalimat seperti (7) itu tidak tepat digunakan karena rumah tidak memiliki kemauan atau kehendak.

==Kosakata yang Bernuansa Makna dari Kata Indah== Jika ingin berbahasa dengan baik, secara lisan atau tulis, kita harus cermat dalam memilih kata. Untuk itu, perhatikan kata-kata yang maknanya hampir sama. Berikut senarai kata yang bernuansa makna dari kata indah. Sebagai perbandingan senarai kata berikut dipasangkan dengan padanan bahasa Inggris. anggun nice ayu beateuos bagus fine cakap smart cantik pretty elok beautiful ganteng handsome; jell indah splendid jelita lovely molek cute tampan handsome

Kata Baku dan Tidak Baku

Kata Baku Kata Tidak Baku antre antri atlet atlit azimat ajimat faksimile faksimil februari pebruari film filem frekuensi frekwensi izin ijin juang joang jumat jum'at kabar khabar kanker kangker konkret kongkrit kualitas kwalitas kuantitas kwantitas november nopember lembap lembab paruh paro tenteram tentram zaman jaman ziarah jiarah

==Makna Imbuhan peng-...-an dan –an== Ada pemakaian pasangan kata berimbuhan peng-...-an dan –an yang tidak mencerminkan perbedaan. Imbuhan peng- dapat juga berwujud pem-, pen-, peny- dan pe-, misalnya, kata pemberian yang sering dipakai seperti dalam kalimat berikut.

  1. Rumah ini pemberian orang tua saya.

Jika kita mengenal kata pengiriman dengan arti 'hal atau tindakan mengirim atau mengirimkan' dan penulisan bermakna 'hal atau tindakan menulis atau menuliskan', kata pemberian dalam kalimat di atas akan diartikan 'hal atau tindakan memberi atau memberikan'. Arti itu tentu tidak sesuai sebab gagasan dalam kalimat di atas ialah bahwa rumah itu merupakan barang yang diberikan oleh orang tua saya. Pengertian seperti itu dapat dinyatakan dengan kata berian. Bandingkan juga dengan kata kiriman yang berarti 'hasil tindakan mengirim' atau hal atau barang yang dikirimkan dan kata tulisan 'hasil tidakan menulis atau ditulis' Sejalan dengan itu kalimat (1) di atas lebih tepat diubah menjadi seperti berikut. (1a) Rumah ini berian orang tua saya. (1b) Pemberian hadiah itu berlangsung semalam. Perhatikan pula beberapa contoh lain berikut ini. (2a) Kita harus merawat warisan nenek moyang kita. (2b) Pewarisan harta benda itu terjadi secara turun-temurun. (3a) Petinju itu merasa siap bertanding sesudah mendapat latihan

secukup-nya.

(3b) Kegiatan pelatihan dipusatkan di Jakarta. (4a) Apakah engkau sudah mengambil bagianmu? (4b) Pembagian beras bulan ini tepat pada waktunya. (5a) Kita akan memperoleh arahan lebih lanjut dari atasan kita. (5b) Pengarahan harus dilakukan sebelum mereka melaksanakan tugas. (6a) Para petugas menjaga temuan itu secara seksama. (6b) Penemuan bangunan kuno itu tidak terlepas dari usaha keras para

arkeolog.

Tepatkan pemakaian unsur –isasi?

Unsur –isasi yang digunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari –isatie (Belanda) atau –ization (Inggris). Unsur itu sebenarnya tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian, unsur itu ada di dalam pemakaian bahasa Indonesia karena diserap bersama-sama dengan bentuk dasarnya secara utuh. Sebagai gambaran, perhatikan contoh berikut. modernisatie, modernization menjadi modernisasi normalisatie, normalization menjadi normalisasi legalisatie, legalization menjadi legalisasi Contoh itu memperlihatkan bahwa dalam bahasa Indonesia kata modernisasi tidak dibentu dari kata modern dan unsur –isasi, tetapi kata itu diserap secara utuh dari kata modernisatie atau modernization. Begitu juga halnya kedua kata yang lain, yaitu normalisasi dan legalisasi. Mengingat bahwa akhiran asing –isatie atau –ization tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi –isasi, sebaiknya akhiran itu pun tidak digunakan dalam pembentukan kata baru bahasa Indonesia. Sungguhpun demikian, para pemakai bahasa tampaknya kurang menyadari aturan itu. Pada umumnya, pemakai bahasa tetap beranggapan bahwa –isasi merupakan akhiran yang dapat digunakan dalam bahasa Indonesia. Akibatnya, muncul bentukan baru yang menggunakan unsur itu, seperti turinisasi, lelenisasi, lamtoronisasi, hibridanisasi, dan rayonisasi. Melihat bentuk baru itu, timbul pertanyaan tepatkah bentukan kata baru itu? Sejalan dengan kebijakan bahasa yang kita anut, unsur asing yang ada padanannya di dalam bahasa kita tidak diserap karena hal itu dapat mengganggu upaya pengembangan bahasa Indonesia. Sesuai dengan kebijakan itu, sebenarnya kita dapat menggunakan afiks bahasa Indonesia untuk menghindarakan pemakaian unsur –isasi. Dalam hal ini, afiks atau imbuhan pe-...-an atau per-...-an dapat digunakan sebagai pengganti akhiran asing itu. Kata modernisasi, normalisasi, dan legalisasi, misalnya, dapat diindonesiakan menjadi pemodernan, penormalan, dan pelegalan. Dengan cara yang serupa, bentuk kata yang setipe dengan turinisasi pun dapat diubah menjadi seperti berikut. turinisasi menjadi perturian lamtoronisasi menjadi perlamtoroan lelenisasi menjadi perlelean hibridanisasi menjadi perhibridaan rayonsisasi menjadi perayonan Imbuhan per-..-an dalam hal itu berarti 'hal ber...-'. Jika pengimbuhan dengan per-..-an itu menurut rasa bahasa kita kurang sesuai, kita pun dapat memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang lain untuk menyatakan pengertian yang sama, misalnya dengan istilah pembudidayaan .... Istilah itu dewasa ini sudah sering digunakan, dengan arti 'proses atau tindakan membudidayakan'. Misalnya, pembudidayaan udang, berarti 'proses atau tindakan membudidayakan udang'. Sejalan dengan itu, kita pun dapat membentuk istilah pembudidayaan turi pembudidayaan lamtoro pembudidayaan lele pembudidayaan hibrida Sebagai pengganti turinisasi, lamtoronisasi, lelenisasi, dan hibridanisasi. Kata rayonisasi dan setipenya, yang tidak termasuk tanaman atau hewan, tidak tepat bila diganti dengan pembudidayaan rayon karena rayon tidak termasuk jenis yang dapat dibudidayakan. Oleh karena itu, unsur isasi pada rayonisasi lebih tepat diganti dengan imbuhan pe-...-an sehingga bentukannya menjadi perayonan, yang berarti 'hal merayonkan' atau 'membuat jadi rayon-rayon'. Dengan menggunakan kekayaan bahasa kita, untuk menggantikan unsur-unsur bahasa asing, berarti kita pun telah menanamkan kecintaan terhadap bahasa sendiri.

Manakah yang benar nginap atau inap?

Pemakaian bahasa pada papan nama bangunan umum seperti rumah sakit, terminal bus, atau pasar termasuk pemakaian bahasa secara resmi. Oleh sebab itu, kaidah bahasa resmi harus diperhatikan. Salah satu contohnya terlihat pada kalimat berikut ini. Sekarang ini korban kecelakaan masih berada di Instansi Rawat Nginap (Irna) Yang dimaksud Instansi Rawat Nginap pada kalimat di atas adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang menampung pasien yang tengah menjalani perawatan. Yang menjadi persoalan kita disini adalah kata nginap. Bentuk gabungan kata yang digunakan sebagai istilah lazimnya bentuk yang paling ringkas. Kita mengenal bentuk ruang tunggu, jam kerja, unjuk rasa, atau jalan layang. Kita tidak menggunakan ruang menunggu, jam bekerja, unjuk perasaan, atau jalan melayang. Jika bentuk berimbuhan harus digunakan untuk mengungkapkan konsep yang tidak dapat dituangkan dengan bentuk dasar, imbuhan yang digunakan harus sesuai dengan imbuhan yang dikenal dalam bahasa Indonesia. Misalnya, perseroan terbatas, deposito berjangka, dan massa mengambang. Bentuk dasar yang lebih ringkas, yakni sero batas, deposito jangka, dan massa kambang, tidak digunakan karena tidak mengungkapkan gagasan yang dimaksudkan secara tepat. Bentuk nginap pada frasa rawat nginap bukan bentuk dasar dan bukan pula bentuk berimbuhan yang lengkap. Bentuk dasar yang sebenarnya adalah inap dan bentuk beimbuhan dengan meng- adalah menginap. Dalam hal ini bentuk dasar yang lebih ringkas itu dapat digunakan tanpa mengurangi ketepatan mengungkapkan. Jadi, sebaiknya istilah yang dipakai adalah instalasi rawat inap.

Manakah yang benar sapta pesona atau saptapesona?

Dalam bahasa Indonesia ada jenis kata yang diserap dari bahasa Sanskerta. Salah satu di antaranya ialah kata bilangan. Misalnya, eka, dwi, tri, catur, panca, sapta, dan dasa, yang bermakna 'satu', 'dua', 'tiga', 'empat', 'lima', 'enam', 'tujuh', dan 'sepuluh. Berbeda dengan kata bilangan dalam bahasa Indonesia, kata bilangan yang diserap dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia merupakan unsur terikat, yaitu unsur yang hanya dapat digabung dengan unsur lain. Sebagai unsur terikat, seperti halnya unsur terikat yang lain, penulisan kata bilangan yang berasal dari bahasa Sanskerta diserangkaikan dengan unsur yang menyertainya. Dengan demikian, sapta-seharusnya ditulis serangkai dengan unsur yang menyertainya, misalnya pesona, sehingga menjadi saptapesona, bukan ditulis terpisah menjadi sapta pesona. Sejalan dengan itu, kata bilangan lain yang berasal dari bahasa Sanskerta juga ditulis dengan cara yang sama. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut. Baku Tidak Baku eka-  ekasuku eka suku ekabahasa eka bahasa ekamatra eka matra dwi-  dwifungsi dwi fungsi dwipihak dwi pihak dwiwarna dwi warna tri-  trilomba tri lomba tridarma tri darma tritunggal tri tunggal catur-  caturwarga catur warga caturdarma catur darma caturwulan catur wulan panca-  pancasila panca sila pancawarna panca warna pancakrida panca krida sapta-  saptadarma sapta darma saptamarga sapta marga dasa-  dasasila dasa sila dasawarsa dasa warsa dasadarma dasa darma Beberapa unsur lain yang berasal dari bahasa Sanskerta, seperti adi-, manca-, swa-, dan nara-, dalam bahasa Indonesia juga merupakan unsur terikat. Sebagai unsur terikat, penulisannya juga diserangkaikan dengan unsur lain yang menyertainya. Misalnya: Baku Tidak Baku Adi-  adikuasa adi kuasa Adibusana adi busana Adimarga adi marga Manca-  mancanegara manca negara Mancawarna manca warna Swa-  swasembada swa sembada Swalayan swa layan Swakarsa swa karsa Nara-  narapidana nara pidana Narasumber nara sumber

==Unsur Terikat Pra-== Bahasa Indonesia dalam perkembangannya mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain berupa penambahan kata-kata baru, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Penambahan yang berasal dari bahasa asing, misalnya astronaut, kosmonaut, satelilt, komputer, dan televisi. Penambahan kata-kata baru itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berkomunikasi. Selain berupa kosakata, dapat pula penambahan itu berupa unsur terikat, misalnya unsur terikat pra-. Unsur terikat ini berasal dari bahasa Sanskerta dan kehadirannya dalam bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai pembentuk kata atau istilah baru. Dalam hal ini unsur terikat pra- bermakna 'sebelum', 'di muka'. Misalnya: praanggapan (pra- + anggapan) 'pandangan (pendapat, keyakinan) sebelumnya; prasangka; prakarsa (pra- + karsa) 'tindakan atau usaha yang mula-mula' prakondisi (pra- + kondisi) 'kondisi yang dijadikan landasan' prakonsepsi (pra- + konsepsi) 'gagasan atau konsepsi sebelum menyaksikan atau mengalami sendiri keadaan sebelumnya' pralahir (pra- + lahir) 'berkenaan dengan bayi pada menjelang kelahiran' prasaran (pra- + saran) ' buah pikiran yang diajukan dalam suatu pertemuan seperti konferesi, muktamar, dan dimaksudkan sebagai bahan untuk menyusun hasil pertemuan' pramodern (pra- + modern) 'sebelum modern' prapuber (pra- + puber) 'menjelang puber; belum matang dalam hal seks' selain pra-, masih ada unsur terikat lain yang kita serap dari bahasa Sanskerta, yaitu pasca- dan purna-. Sebagai unsur terikat, pasca- dan purna- penulisannya juga digabung dengan unsur yang menyertainya. Pasca- dalam hal ini bermakna 'sesudah', sedangkan purna- bermakna 'penuh' misalnya: pascasarjana (pasca- + sarjana) 'berhubungan dengan tingkat pendidikan atau pengetahuan sesudah sarjana strata 1 (S1)' pascadoktoral (pasca- + doktoral) 'berkenaan dengan karya akademik profesional sesudah mencapai gelar doktor' pascabedah (pasca- + bedah) 'berhubungan dengan masa sesudah menjalani operasi' pascalahir (pasca- + lahir) 'berkenaan dengan bayi sesudah lahir' pascapanen (pasca- + panen) 'berhubungan dengan masa sesudah panen' purnajual (purna- + jual) 'berkenaan dengan masa penjualan lebih lanjut setelah transaksi, termasuk pemberian garansi pascajual' purnawaktu (purna- + waktu) 'sepenuh waktu yang ditetapkan'.