Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 04/PMK/2004: Perbedaan antara revisi

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '{{Info|logotype=construction||width=50%|pesan=Halaman ini sedang dikerjakan (''Under construction'')}} {{header |title = {{PAGENAME}} |section = |previous = [[Mahka...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 1 November 2008 01.04

Halaman ini sedang dikerjakan (Under construction)


Galat templat: mohon jangan hapus parameter kosong (lihat petunjuk gaya dan dokumentasi templat).
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 04/PMK/2004

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA


PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004


TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM


MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : a. bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;

b. bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya; c. bahwa untuk kelancaran dan ketertiban dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam huruf a dan b di atas perlu diatur pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum; d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, dan c perlu ditetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang pedoman beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum. Mengingat : 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Pasal 104 dan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277); 3. Pasal 68 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4311); 4. Pasal 10 ayat (1), Pasal 28 sampai dengan Pasal 49, Pasal 74 sampai dengan Pasal 79, dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316); Memperhatikan

Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 18 Februari 2004.

M E M U T U S K A N

Menetapkan

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM.

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal l


Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Presiden adalah Presiden Republik Indonesia. 2. Wakil Presiden adalah Wakil Presiden Republik Indonesia. 3. Mahkamah Konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 4. DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

5. DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. 6. DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. 7. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 8. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum sebagai penanggung jawab dan penyelenggara Pemilu. 9. Daerah Pemilihan adalah daerah pemilihan untuk pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 10. BRPK adalah Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Pasal 2

Peradilan dalam perselisihan hasil Pemilu bersifat cepat dan sederhana.

BAB II PEMOHON DAN MATERI PERMOHONAN


Pasal 3


Yang dapat menjadi Pemohon adalah:

a. Perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD peserta Pemilu; b. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta Pemilu; atau c. Partai politik peserta Pemilu. Pasal 4

Yang menjadi materi permohonan adalah penetapan hasil Pemilu yang dilakukan oleh KPU secara nasional yang mempengaruhi:

a. terpilihnya calon anggota DPD; b. penentuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden; c. perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.

BAB III TATA CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN


Pasal 5


(1) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak KPU mengumumkan penetapan hasil Pemilu secara nasional. (2) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap setelah ditandatangani oleh: a. calon anggota DPD peserta Pemilu atau kuasanya; b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta Pemilu atau kuasanya; atau c. Ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan yang sejenisnya dari pengurus pusat atau sebutan yang sejenisnya dari pengurus pusat partai politik atau kuasanya. (3) Permohonan yang diajukan calon anggota DPD dapat dilakukan melalui faksimili atau e-mail dengan ketentuan permohonan asli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sudah harus diterima oleh Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak habisnya tenggat. (4) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat : a. Identitas pemohon, meliputi : - Nama - Tempat Tanggal Lahir/ Umur - Agama - Pekerjaan - Kewarganegaraan - Alamat Lengkap - Nomor Telpon - Nomor Faksimili - Nomor HP - e-mail yang dilampiri dengan alat-alat bukti yang sah, antara lain: foto kopi KTP,

terdaftar sebagai pemilih, terdaftar sebagai peserta Pemilu;

b. uraian yang jelas tentang: 1) kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; 2) permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.


(5) Pengajuan permohonan harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut, antara lain alat bukti surat, misalnya: foto kopi sertifikat hasil penghitungan suara, foto kopi sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam setiap jenjang penghitungan, atau foto kopi dokumen-dokumen tertulis lainnya dalam rangkap 12 (dua belas) setelah 1 (satu) rangkap dibubuhi materai cukup dan dilegalisasi. Apabila Pemohon berkehendak mengajukan saksi dan/atau ahli, daftar dan curriculum vitae saksi dan/atau ahli dilampirkan bersama-sama permohonannya. BAB IV REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG Pasal 6


(1) Permohonan yang masuk diperiksa persyaratan dan kelengkapannya oleh Panitera Mahkamah Konstitusi. (2) Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam BRPK, sedangkan permohonan yang tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat diberitahukan kepada Pemohon untuk diperbaiki dalam tenggat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. (3) Apabila kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dipenuhi, maka Panitera menerbitkan akta yang menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak diregistrasi dalam BRPK dan diberitahukan kepada Pemohon. (4) Panitera Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam BRPK kepada KPU dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK disertai permintaan keterangan tertulis KPU yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan. (5) Keterangan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (4) harus sudah diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya sehari sebelum hari persidangan. (6) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja untuk perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja untuk perselisihan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, setelah permohonan dicatat dalam BRPK. (7) Pemberitahuan penetapan hari sidang sebagaimana dimaksud ayat (6), harus sudah diterima oleh Pemohon dan KPU dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.

(8) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (7) dapat dilakukan melalui juru panggil, surat, telepon, dan faksimili. BAB V PEMERIKSAAN PERMOHONAN Bagian Pertama Pemeriksaan Pendahuluan Pasal 7


(1) Pemeriksaan pendahuluan dilakukan Panel Hakim yang sekurang-kurangnya terdiri atas 3 (tiga) orang hakim konstitusi dalam sidang terbuka untuk umum. (2) Dalam pemeriksaan pendahuluan, Panel Hakim memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (4), dan wajib memberi nasihat kepada Pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan apabila terdapat kekurangan. (3) Pemohon wajib melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya dalam jangka waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam untuk perselisihan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam untuk perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (4) Dalam hal Pemohon tidak melengkapi dan/atau memperbaiki permohonannya dalam tenggat sebagaimana dimaksud ayat (3), Panel Hakim mengusulkan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim agar permohonannya dinyatakan tidak dapat diterima. Bagian Kedua Pemeriksaan Persidangan Pasal 8


(1) Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Panel Hakim dan/atau Pleno Hakim dalam sidang terbuka untuk umum. (2) Pemeriksaan sebagaimana tersebut ayat (1) dilakukan segera setelah selesainya pemeriksaan pendahuluan apabila permohonan telah lengkap. (3) Pemeriksaan persidangan tersebut ayat (1) meliputi: a. Kewenangan Mahkamah Konstitusi, yakni penetapan hasil Pemilu yang dilakukan oleh KPU secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. b. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3; c. Pokok permohonan, sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (4) huruf b; d. Keterangan KPU; e. Alat Bukti.

BAB VII RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM


Pasal 9


(1) Rapat Permusyawaratan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah pemeriksaan persidangan dipandang cukup. (2) Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara tertutup oleh Sidang Pleno yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim Konstitusi. (3) Rapat Permusyawaratan Hakim mendengarkan laporan Panel Hakim dan pertimbangan atau pendapat tertulis para Hakim Konstitusi. (4) Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. (5) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak tercapai mufakat bulat, pengambilan putusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (6) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan. BAB VIII PUTUSAN


Pasal 10


(1) Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam sidang pleno hakim konstitusi yang terbuka untuk umum. (2) Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diputuskan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. (3) Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu diputuskan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. (4) Amar putusan Mahkamah Konstitusi dapat menyatakan: a. permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat;

b. permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar; c. Permohonan ditolak apabila permohonan tidak terbukti beralasan. (5) Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden disampaikan kepada: a. Majelis Permusyawaratan Rakyat; b. Presiden/Pemerintah; c. KPU; d. Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mengajukan calon; e. Pasangan Calon peserta Pemilu. (6) Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD disampaikan kepada Presiden, Pemohon, dan KPU. (7) Putusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil Pemilu bersifat final. BAB IX KETENTUAN PENUTUP


Pasal 11


Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 4 Maret 2004

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Ketua,

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.