Halaman:Wayang Cina - Jawa di Yogyakarta.pdf/15

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dan ragam hiasnya serta tata rambut. Juga bentuk hewan-hewan mitologis. Seperti : Liong, Kilin, dan lain-lainnya. Berbagai bentuk alat senjata, bendera, kereta, kapal, pusaka, rumah, dan lain-lain. Ciri khas Cina yang lain, ialah lakon-lakon yang digubah, bersumberkan folklore Cina kuna.

Namun tata cara pertunjukan, alat-alat perlengkapan pertunjukan, orkes pengiring, kesemuanya sama dengan wayang kulit Jawa. Cara dan kaidah-kaidah mendalang, tak berbeda dengan cara dan kaidah-kaidah mendalang wayang kulit Jawa. Susunan buku lakon, mengikuti pola pakem pedalangan Jawa. Bahasa dan aksara yang dipergunakan, juga bahasa dan aksara Jawa.

Jelaslah bahwa pola pertunjukan wayang ciptaan Gan Thwan Sing bukannya bertumpu dari pola pertunjukan wayang di negeri Cina, melainkan bertolak dari pola pertunjukan wayang (kulit) Jawa. Dengan demikian, wayang ciptaan Gan Thwan Sing dan pertunjukannya, merupakan suatu wujud pembauran kultural dalam bentuk seni pewayangan yang telah memperkaya wama dan corak seni pewayangan di Nusantara.

Bertolak dari kenyataan-kenyataan itulah, untuk wayang ciptaan Gan Thwan Sing itu, di dalam penulisan ini tidak disebut : wayang thithi[1], melainkan wayang Cina – Jawa.

Kenyataan sejarah menunjukkan pula, bahwa wayang Cina – Jawa di Yogyakarta, berhasil menyemarakkan seni pedalangan selama hampir empat dasawarsa. Mulai dari dasawarsa kedua, hingga dasawarsa keenam abad ke XX ini. Telah dipergelarkan berkali-kali, tidak hanya di Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi sampai di Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan sampai di Cirebon.

Kehadiran wayang Cina – Jawa pada dasawarsa kedua abad sekarang ini, merupakan salah satu fakta dalam lembaran sejarah budaya, bahwa proses pembauran kultural di bidang kesenian, dapat berlangsung dengan serasi.

Demikian pula hubungan sosial budaya antara masyarakat Cina di Yogyakarta, baik dengan kalangan kraton maupun dengan masyarakat umum, senantiasa berlangsung baik dan serasi dari masa ke masa. Mereka menunjukkan kesungguhan hati untuk berusaha memahami bahasa, adat istiadat setempat. Berusaha untuk dapat ikut

  1. 13 T. Roorda dkk., Javaansch-Nederlandsch Woordenboek, A.C. Vreede – J.G.H. Gunning, Amsterdam – Leiden, 1901, hal 68.

8