Halaman:Wayang Cina - Jawa di Yogyakarta.pdf/12

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dari pengaruh budaya Jawa, ialah pemakaian kain kebaya oleh kebanyakan para wanita golongan Peranakan. Baik sebagai busana sehari-hari, maupun jika menghadiri sesuatu upacara atau pesta.
 Sejak pertengahan abad ke XIX, keadaan Keultanan Yogyakarta sudah sangat aman tenteram dan mencapai tingkat kehidupan yang makmur sejahtera. Dalam keadaan demikian itu, masyarakat Cina di ibukota kerajaan dan sekitarnya, dapat lebih mengenali segi lain dari budaya Jawa yang terdapat di sekitar lingkungan hidupnya. Yaitu segi seni pertunjukan yang mengandung unsur hiburan. Baik pertunjukan dengan pelaku-pelaku wayang atau boneka, maupun dengan pelaku-pelaku manusia. Termasuk pertunjukan yang berupa tarian, khususnya jenis tari gambyong yang ditarikan oleh para tandak atau teledek wanita.
 Menurut Aquasi Boachi, dalam pertengahan abad ke XIX orangorang Cina sangat menggemari pertunjukan (majin - bahasa Cina) wayang dan topeng. Jenis pertunjukan itu tersebar secara umum di pulau Jawa. Oleh orang-orang Cina, disebut majin wayang dan majin topeng[1]. Aquasie Boachi memerinci, bahwa majin wayang di pulau Jawa ada tiga jenis[2]. Yaitu:

Wayang gulit:
Yang dimaksudkan adalah wayang kulit, karena disebutkan, bahwa wayang terbuat dari kulit (kerbau).
Wayang golloe:
Yang dimaksudkan adalah wayang golek, karena disebutkan bahwa wayang/boneka terbuat dari kayu.
Wayang wong:
Para pelakunya adalah manusia. Semua pelaku terdiri dari kaum wanita yang juga mernainkan peran pria.

 Namun pada masa itu di pulau Jawajuga hidup wayang potehi (putai hsi). Yaitu pertunjukan boneka yang berasal dari daratan Cina.


  1. Aquasie Boachi, op cit, halaman 299 - 300.
  2. Ibid.

5