Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022.pdf/38

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 57
  1. Dalam menguraikan fakta dan perbuatan yang terkait dengan seksualitas, penuntut umum sedapat mungkin menghindari uraian yang terlalu detail, vulgar, dan berlebihan dalam surat dakwaan dengan tetap memperhatikan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap.
  2. Penghindaran uraian yang terlalu detail, vulgar, dan berlebihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penghormatan terhadap hak asasi manusia, martabat, dan privasi Korban serta mencegah reviktimisasi terhadap Korban.
  3. Penguraian fakta dan perbuatan yang terlalu detail, vulgar, dan berlebihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang diperlukan untuk mendukung pembuktian unsur pasal dan/atau tindak pidana, termasuk pertanggungjawaban pidananya serta kesalahan pelaku.
  4. Dalam perkara tindak pidana terhadap Korban yang dieksploitasi dan mengalami kekerasan seksual melalui media elektronik atau yang terkait dengan seksualitas, penuntut umum menghindari pencantuman atau penyalinrekatan gambar, ilustrasi, dan/atau foto Korban atau yang memuat data Korban atau yang menunjukkan organ reproduksi, aktivitas, dan/atau objek seksual dalam surat dakwaan.
  5. Penghindaran pencantuman atau penyalinrekatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertujuan sebagai upaya Pelindungan dan jaminan keamanan serta penghormatan peradilan terhadap martabat dan privasi Korban.