Halaman:Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022.pdf/18

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. memiliki integritas dan kompetensi tentang Penanganan perkara yang berperspektif hak asasi manusia dan Korban; dan
  2. telah mengikuti pelatihan terkait Penanganan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
  1. Dalam hal belum terdapat penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual ditangani oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim yang berpengalaman dalam menangani Tindak Pidana Kekerasan Seksual berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. penyidik oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk;
    2. penuntut umum oleh Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk; dan
    3. hakim oleh Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk.
Galat skrip: tidak ada modul tersebut "Anchor".
Pasal 22
Penyidik, penuntut umum, dan hakim melakukan pemeriksaan terhadap Saksi/Korban/tersangka/terdakwa dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, martabat, tanpa intimidasi, dan tidak menjustifikasi kesalahan, tidak melakukan viktimisasi atas cara hidup dan kesusilaan, termasuk pengalaman seksual dengan pertanyaan yang bersifat menjerat atau yang menimbulkan trauma bagi Korban atau yang tidak berhubungan dengan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.