Halaman:Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017.pdf/24

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Pasal 75
  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap lembaga yang terkait dengan penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
  2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua
Pengawasan


Pasal 76
  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan masyarakat.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN


Pasal 77
  1. Dalam hal terjadi perselisihan antara Pekerja Migran Indonesia dengan pelaksana penempatan mengenai pelaksanaan Perjanjian Penempatan, penyelesaian dilakukan secara musyawarah.
  2. Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan penyelesaian perselisihan tersebut kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Pusat.
  3. Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan tuntutan dan/atau gugatan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB X
PENYIDIKAN


Pasal 78
  1. Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
  2. Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: