Halaman:Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017.pdf/3

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2017
TENTANG
PENGESAHAN PROTOCOL AMENDING THE MARRAKESH AGREEMENT ESTABLISHING THE WORLD TRADE ORGANIZATION (PROTOKOL PERUBAHAN PERSETUJUAN MARRAKESH MENGENAI PEMBENTUKAN ORGANISASI PERDAGANGAN DUNIA)
I. UMUM
Kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor utama penggerak perekonomian nasional dan pendukung kegiatan pembangunan nasional di bidang ekonomi. Kegiatan pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam era globalisasi, di mana perdagangan menjadi semakin bersifat lintas batas, perundingan dalam bidang perdagangan internasional merupakan hal yang lazim dan penting dalam kebijakan perdagangan tiap negara. Indonesia terlibat secara aktif dalam berbagai fora perundingan perdagangan sebagai salah satu cara untuk menggerakkan perekonomian nasional dan mendukung pembangunan nasional di bidang ekonomi.
Salah satu bentuk keterlibatan aktif Indonesia dalam fora perundingan perdagangan multilateral adalah keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Indonesia merupakan salah satu Anggota pertama WTO, dan ke depannya ikut terlibat aktif dalam perundingan-perundingan WTO.
Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) IX WTO di Bali, pada tanggal 3-7 Desember 2013 yang menyepakati Paket Bali sebagai suatu kesepakatan perundingan perdagangan internasional dalam bidang pertanian, fasilitasi perdagangan, dan pembangunan. Kesepakatan dalam bidang fasilitasi perdagangan dituangkan dalam bentuk Trade Facilitation Agreement (TFA).
TFA merupakan persetujuan multilateral WTO pertama yang disepakati sejak pembentukan WTO pada tahun 1994 yang mengatur aspek fasilitasi perdagangan bagi Anggota-Anggota WTO dengan menerapkan praktik terbaik (best practices) dalam bidang fasilitasi perdagangan.
Keberadaan TFA sebagai tanggapan atas meningkatnya perdagangan lintas batas yang menyebabkan efek leher botol (bottleneck effect) dalam perdagangan internasional. TFA diharapkan dapat mengurangi hambatan perdagangan dan mempercepat proses pelepasan barang.
Ketentuan dalam TFA sejalan dengan arah kebijakan dan semangat reformasi perekonomian Indonesia dalam bidang fasilitasi perdagangan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penerapan TFA bagi perdagangan Indonesia yaitu:
  1. kelancaran dan peningkatan perdagangan barang pada pasar ekspor tradisional dan pasar ekspor non-tradisional;
  2. pengurangan biaya logistik dan biaya perdagangan yang dikeluarkan oleh pelaku usaha;
  3. peningkatan akses ekspor bagi Usaha Mikro Kecil Menengah;
  4. peningkatan transparansi dalam proses ekspor-impor.
TFA terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian. Bagian pertama mengatur tentang ketentuan-ketentuan teknis yang wajib dijalankan oleh Anggota-Anggota WTO terkait aspek fasilitasi perdagangan. Bagian kedua mengatur tentang Special and Differential Treatment (SDT) yang diberikan kepada Anggota-Anggota

3/6