Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/87

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
Seri Dokumen Kunci


 Hubungan tak terpisahkan antara jaringan perencana dan pelaku ‘kerusuhan’ serta ‘perkosaan’ itu bukanlah hasil rekaan, melainkan nyata dari sekian banyak bukti. Istilah ‘jaringan perencana’, juga bukan hasil fantasi, melainkan nyata dari begiru banyak bukti tentang bagaimana rencana dan operasi ‘kerusuhan’ serta ‘perkosaan’ dilakukan secara sistematis, berpola dan terorganisir.

“...Saya ini bukan intel, tetapi saya salah seorang komandan yang mengerahkan kerusuhan. Saya merekrut 60 orang dari berbagai angkatan. Saya bisa perkosa perempuan-perempuan ini (sambil menunjuk 3 gadis Tionghoa). Membunuh Anda itu perkara mudah...!!” (Perkataan seorang hadirin tak dikenal dalam sebuah pertemuan ‘Tim Relawan’ di Jakarta Pusat, Juni 1998).

 Rencana sistematis dan terorganisir itu juga sudah lebih dulu menjadi bagian dari perilaku beberapa kelompok khusus dalam masyarakat:

“Jauh sebelum kerusuhan, suatu hari saya dan teman saya membeli teh botol dihargai Rp. 5.000,- Saya mulanya keberatan membayar dengan harga itu. Saya merasa diperas. Namun tiba-tiba beberapa laki-laki yang sejak tadi hanya duduk di sekitar pedagang itu berdiri dan mengancam: “Mau apa kamu, sebentar lagi mau habis dibantai”. Karena takut, saya terpaksa membayar... (Kesaksian korban, Mei 1998).

 Atau,

“…Sebelum terjadi kerusuhan, kami didatangi searang laki-laki berbadan tegap dan kekar. Laki-laki itu juga mendatangi lokasi pemukiman miskin tak jauh dari Pantai Indah Kapuk. Mulanya ia hanya berkenalan dengan para pemuda setempat sembari ngobrol. Kemudian laki-laki tak dikenal itu mentraktir para pemuda untuk makan, minum dan rokok, hingga terjaring hubungan akrab dengan pemuda-pemuda itu. Laki-laki itu kemudian bilang: “Kalau lu mau, sebentar lagi lu dapat barang-barang mewah, bisa ngentotin (menggauli seksual) amoy-amoy yang selama ini lu kagak bisa jamah!” (Kesaksian beberapa saksi mata, Juni 1998).

 Atau,

“Jauh sebelum terjadi kerusuhan, suatu kali saya naik taksi. Ketika bayar, sopir taksi menolak. Katanya: “Nggak usah bayar, kamu Cina sebentar lagi akan habis dibantai dan diperkosa” (kesaksian korban, Juni 1998).

80