Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/85

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca
Seri Dokumen Kunci

“Beberapa hari sesudah kerusuhan itu, saya pulang ke rumah naik bajaj. Biasanya saya membayar Rp. 3.000,- waktu itu sopir memaksa saya membayar Rp. 10.000,-, Ketika menawar, sopir mengancam saya: “Mau lu gue perkosa dulu. . . !!!”(Saksi korban perkosaan, Mei 1998)

 Jalan pertama seperti apa yang harus kita tempuh untuk memperbaiki “kerusuhan total hidup bersama” kita itu? Sementara bantuan kepada para korban dan penghentian teror ancaman diusahakan seluas mungkin, satu usaha bersama yang luas harus dilakukan: membongkar-jaringan perencana dan pelaku perkosaan dan pelecehan seksual massal itu.

 4. Argumen Kontra “Kambing Hitam”

 Pembongkaran jaringan perkosaan dan pelecehan seksual menjadi kunci bagi perbaikan hidup bersama kita justru karena dalam jaringan perkosaan yang sistematis dan terorganisir itu terletak penghancuran hidup bersama yang sama. Kita bisa berdebat dengan mulut berbusa-busa tentang akar dari ratusan perkosaan dan pelecehan seksual yang telah terjadi. Dan dengan argumen yang kedengaran cerdas mengusulkan solusi diarahkan pada akarnya. Misalnya seluruh tindakan biadab itu dianggap berakar pada kemiskinan yang luas. Argumen kausalitas seperti itu menderita sedikitnya 3 titik lemah logika.

 Pertama, kalau kemiskinan menjadi akar gejala perkosaan, maka masyarakat-masyarakat yang mengalami kemiskinan akan ditandai oleh rentetan panjang peristiwa perkosaan (entah masyarakat itu disebut satuan masyarakar Jerman, Nigeria, Turki, India, Jepang, Filipina, atau pun Peru), karena semua masyarakat itu juga mempunyai kelompok-kelompok miskin seperti di Indonesia. Bahwa hidup masyarakat dalam contoh di atas tidak ditandai oleh peristiwa perkosaan massal seperti yang terjadi di Indonesia menunjukkan tiadanya hubungan kausalitas antara ‘kemiskinan’ dan ’perkosaan’.

 Kedua, kalau kemiskinan memang menjadi akar gejala perkosaan, apalagi dalam skala massal, maka argumen in silentio (diam-diam) menunjuk pada keniscayaan kelompok-kelompok orang miskin sebagai pelaku perkosaan dan pelecehan seksual. Selain absurd, argumen ini berisi arogansi superioritas moral kaum non-miskin terhadap kaum miskin. Dalam argumen in silentio itu terletak arah ideologi berikut: kaum miskin sebagai kambing hitam.

78