Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/72

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Lampiran

sudah cukup untuk disebut sebagai ‘tindakan biadab‘. Ratusan perkosaan dengan modus operandi brutal yang punya banyak kesamaan adalah ‘kebiadaban massal yang sangat sistematis dan diorganisir’. Cara-cara yang dipakai sangat mirip dengan modus operandi sistematis dan terorganisir yang mengawali rentetan kerusuhan dan pengrusakan di pertengahan Mei 1998 lalu (lihat ‘Dokumentasi Awal No. 1&2‘).

Perkosaan Massal: Kerusakan Total Hidup Bersama

 Pada seluruh rentetan perkosaan yang sistematis dan terorganisir itu, kita sebagai bangsa sedang berhadapan dengan gejala berikut:

 1. Kerusakan total dari kondisi kaum perempuan dalam hidup bersama kita. Semua prinsip etika sepakat bahwa nilai tertinggi dalam hidup bersama adalah jiwa manusia (persona) di bawahnya adalah hewan (animal), dan pada hirarki sesudahnya adalah barang (res). Tak mungkin ada hidup bersama tanpa pengakuan dan pelaksanaan prinsip moral tersebut. Dengan sangat jelas rentetan peristiwa perkosaan yang sistematis dan terorganisir itu merupakan penghancuran total paling keramat yang memungkinkan hidup bersama kita. Persona diperlakukan sebagai res, sebuah politik penghancuran hidup bersama.

 2. Cara memperbaiki kerusakan moral tot itu hanyalah satu: dengan menerapkan hirarki prinsip moral di atas sebagai arah solusi itu sendiri. Dan itu berarti menempatkan para perempuan korban (personae), yang dalam peristiwa brutal itu dianggap sebagai "barang", agar kembali menjadi personae. Di situlah terletak urgensi untuk sesegera mungkin membantu para korban, dan bukan pertama-tama berdebat soal muatan politis dari semua ini. Bahwa perkosaan itu diderita oleh banyak warga Tionghoa sama sekali tidak membuat ‘perkosaan’ menjadi tindakan sah. Perkosaan adalah perkosaan, sebuah penghancuran persona dalam hidup bersama. Entah itu diderita oleh warga Jawa, Tionghoa, Dayak atau Irian. Setiap pemerintah yang menganggap diri sebagai manajer hidup bersama di negeri ini tidak bisa mengelak dari agenda mendesak untuk memperbaiki kerusakan total seperti itu.

 3. Dari pola modus operandi perkosaan yang terkumpul sampai hari ini, nampak jelas bahwa rentetan perkosaan itu merupakan peristiwa

65