Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/68

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Lampiran

akan terus berjalan dengan kebiasaan tualang politik yang begitu mudah mengorbankan nyawa, rasa aman dan hak milik sekian banyak warga biasa.

  1. Dalam rentang waktu yang panjang, “kebiasaan berdarah” itu akan mengaburkan definisi tentang apa yang ‘baik’ dan apa ‘yang tidak baik’ dalam politik dan hidup bersama. Tanpa membongkar jaringan pelaku dan menyimpulkan tindakan mereka sebagai ‘kejahatan publik’, dengan sengaja kita sedang mendidik anak-anak kita bahwa memakai sindikat khusus dan para preman, menciptakan kerusuhan-perusakan dan pembunuhan massal adalah tindakan yang lumrah dalam politik dan hidup bersama. Politik dan hidup bersama kita akan terus-menerus dilumuri oleh rentetan manuver berdarah dengan memakai sindikat khusus dan preman, pengkambinghitaman, penciptaan kerusuhan, dan tindakan-tindakan mengorbankan nyawa dan milik sekian banyak warga biasa. Kalau demikian, memang terbuktilah bahwa tak ada politik yang beradab. Dan hidup politik di negeri ini tidak akan pernah menjadi beradab.

 Dengan tiga alasan utama tersebut, kami mengajukan urgensi pembongkaran peristiwa kerusuhan bukan sebagai langkah yang berdasar pada ‘logika balas dendam’. Kami mengajukan urgensi pernbongkaran itu sebagai ‘pemutusan rantai kekerasan’ yang sekian lama telah menjadi kebiasaan (habitus), atau bahkan rumus tetap, dalam politik dan hidup bersama kita. Dengan kata lain, ‘pemutusan rantai kekerasan’ itu tidak akan terjadi tanpa (1) pembongkaran jaringan pelaku kerusuhan, dan (2) penyimpulan publik bahwa penciptaan kerusuhan itu merupakan ‘kejahatan publik’.

 Hanya dengan itu, generasi anak-anak kita akan mulai belajar lagi tentang apa yang ‘tidak baik’ dalam hidup politik dan bersama mereka. Kita punya paralel dalam gejala KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Kita tidak akan bisa ‘memutus rantai kebiasaan KKN’ tanpa (1) pembongkaran seluruh jaringan pelakunya, dari atas sampai bawah, dan (2) penyimpulan publik bahwa tindakan KKN merupakan ‘kejahatan publik’.

 Argumen atau anjuran agar “yang sudah, ya sudah” atau “kita lupakan apa yang sudah terjadi” bukanlah solusi terhadap masalah kita, melainkan cara paling murah untuk melarikan diri dari langkah kongkret ‘memutus rantai kejahatan publik’ (e.g. sindikat khusus dan pengerahan

61