Halaman:Tao Teh King.pdf/207

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

BERDIRI DIAM.


pikirannja tida kenal katentreman lagi. hanja penoeh dengen rasa djengkel, iboek dan koeatir, malah djoega sering merasa goesar dan membentji mati-matian pada segala apa jang mengantjem atawa menjaingin kaiiatsilan dan kadaedoekannja. Begitoelah ia djadi loepa pada toedjoean hidoep, tida pikir sama sekalih aken mentjari kamadjoean rohani dan kaselametan diri, hingga dari satoe ka laen kahidoepan doenia ia telah liwatken dengen sia-sia, tida bisa petik apa-apa jang bersifat kekel dan berharga boeat dipoenjaken. Maka kapan orang mendoesin jang iapoenja kahidoepan ada lebih dekel dari-pada nama termashoer, dan ada lebih ber­harga dari-pada kakaja'an doenia, maka Saharoesnja wadjiblah ia mendjaga soepaja djangan katjiwaken kahidoepannja itoe dengen mengedjer barang jang sia sia. Salandjoetnja, kapan ia kailangan itoe segala milik, nama termashoer, kabesaran dan kakoeasa'an doenia, inilah tida haroes dianggep sebagi katjilaka'an, hanja malah satoe kaoentoengan, sebab bikin ia terbebas dari segala iketan jang menghalangin kamadjoeannja, hingga dirinja traoesah moesti dikorbanken lagi boeat toeroetin kainginan dan hawa nafsoenja jang menjasar. (Ajat 1-4)

Satoe pepatah ada bilang ; „Siapa naek tinggi, djatohnja poen dalem." Saorang dagang tida bisa dapet „roegi besar" kapan ia tida berda­gang satjara besar. Maka begitoe lekas satoe orang koempoel kakaja'an besar, ia poen soedah tanem bibit boeat dapetken karoegian besar, jang kapan katerdjang crisis atawa tergoeling, menimboelken kagemperan, dan membikin ia merasa sanget maloe dan tertindes oleh itoe nasif malang. Maka boeat terbebas dari ini

191