Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/99

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Sampai akhir hidupnya Sultan Thaha Syaifuddin tidak pernah mau berunding dengan Belanda. Hal ini disebabkan karena ia melihat bahwa penjajah Belanda di Jambi selalu menipu dan memeras rakyat serta menyudutkan agama Islam yang sudah berakar di hati rakyat. Hal ini telah memperkuat keyakinannya bahwa Belanda harus diusir dari Jambi.

Dalam perjuangannya menentang penjajah Belanda itu Sultan Thaha Syaifuddin berhasil meyakinkan kepada masyarakat bahwa perjuangannya adalah benar dan sesuai dengan ajaran Islam, sehingga para pengikutnya sangat setia kepadanya dan sanggup meneruskan perjuangannya walaupun Sultan Thaha Syaifuddin telah tiada di tengah-tengah mereka lagi.

Kenyataan menunjukkan bahwa kegigihan Sultan Thaha Syaifuddin dan pengikutnya dalam perjuangan mengusir Belanda yang mereka anggap kafir itu, justru karena rasa keislaman mereka yang mendalam. Sultan Thaha Syaifudin pernah menyatakan bahwa kelahirannya di muka bumi ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin masyarakat guna menyiarkan agama Islam sebagai penerus agama nenek moyang.

Seluruh rakyat Jambi memandang Sultan Thaha Syaifuddin sebagai pemimpin yang luar biasa, alim, bijaksana, suci, gemar beribadah, berani membela kebenaran, cinta kepada masyarakat dan sangat disegani.

Mengingat hal-hal tersebut tepatlah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 079/TK/Tahun 1977, tanggal 24 Oktober 1977 yang telah menganugerahkan "Gelar Pahlawan Nasional" kepada Almarhum Sultan Thaha Syaifuddin.



94