Lompat ke isi

Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/97

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

kau betul-betul laki-laki". Ucapan Kemas Kadir Kusumoyudo itu dengan tenang dijawab Raden Mat Tahir, "Paman, aku tetap laki-laki sejak dilahirkan sampai dewasa ini; Naiklah paman supaya dapat kubuktikan itu". Kemas Kadir Kusumoyudo segera melompat naik ke pondok, yang disambut oleh Raden Mat Tahir dengan keris saktinya, tetapi tidak tepat mengenai sasarannya, hanya melukai tangan kiri Kemas Kadir Kusumoyudo antara ibu jari dan jari telunjuk.

Setelah berkata, "Paman, itulah yang menjadi tanda mata kelaki-lakianku", Raden Mat Tahir tergelincir, kakinya terperosok antara papan-papan lantai rumahnya.

Melihat keadaan Raden Mat Tahir itu pasukan Belanda sangat gembira, mereka menari beramai-ramai. Sebagian dari mereka naik kepondok memukuli Raden Mat Tahir sampai beliau wafat pada tanggal 7 September 1907.

Riwayat wafatnya Raden Mat Tahir, panglima perang Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin yang oleh rakyat Jambi akan diajukan sebagai calon Pahlawan Nasional ini diambil dari catatan Drs. R. Zainuddin, Sekretaris Presidium Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jambi.


B. PENINGGALAN SULTAN THAHA SYAIFUDDIN

Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bermcam-macam peninggalan Sultan Thaha Syaifuddin, baik berupa senjata, pakaian, kebun, tempat tinggal dan lain-lain. Di depan mesjid dusun Panijauan (Tebo) terdapat meriam yang diduga merupakan peninggalan Sultan Thaha Syaifuddin.

Di Lubuk Landai terdapat pohon durian hasil tanaman Sultan Thaha Syaifuddin yang masih hidup sampai sekarang dan dikenal dengan sebutan "Durian Rajo". Begitu juga di Sungai Alai terdapat pohon Salak yang sampai sekarang juga masih hidup. Pohon Salah ini dahulunya ditanam Sultan Thaha Syaifuddin untuk tempat persembunyiannya.

Ada lagi bambu atau buluh hitam yang dahulu ditancapkan Sultan Thaha Syaifuddin untuk tempat persembunyian. Buluh hitam yang terdapat di hulu Sungai Alai ini sampai sekarang dikenal dengan sebutan "Buluh Rajo".

Kemudian pakaian, senjata dan catatan harian Sultan

92