Lompat ke isi

Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/96

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

diri Raden Mat Tahir bahwa Belanda akan menyerang tempat kedudukannya. Pada saat itu ia berniat akan menghadapi serangan Belanda itu sendirian, karena ia merasa bahwa ajalnya sudah akan sampai. Karena itu Raden Mat Tahir minta kepada pengikut-pengikutnya untuk meninggalkan dirinya dan membawa keluarganya ke tempat lain yang lebih aman.

Mula-mula pengikut-pengikutnya itu tidak bersedia meninggalkan Raden Mat Tahir, akan tetapi setelah dimintanya dengan sangat, mereka terpaksa meninggalkan Raden Mat Tahir seorang diri di pondok tempat mereka sembahyang bersama.

Firasat Raden Mat Tahir ternyata benar. Pagi-pagi ketika matahari mulai terbit tentara Belanda telah menyerang pondok tempat tinggal Raden Mat Tahir itu dari empat penjuru. Pondok yang kecil itu telah mereka hujani dengan tembakan peluru sehingga manusia biasa yang tinggal dalam pondok itu tidak mungkin akan luput dari peluru yang dilepaskan secara membabi buta oleh militer Belanda itu.

Setelah beberapa jam menunggu datangnya suara dari pondok itu, tetapi ternyata tetap sunyi, maka seluruh tentara Belanda yang menyerang itu berkeyakinan bahwa semua penghuni pondok itu telah meninggal. Karena itu mereka menilai bahwa keadaan sudah cukup aman untuk memeriksa dari dekat, apakah di antara orang-orang yang meninggal dalam pondok itu termasuk Raden Mat Tahir.

Dalam keadaan sunyi yang mencekamkan itu, tiba-tiba terdengar suara Kemas Kadir Kusumoyudo, kaki tangan Belanda yang memimpin penyerbuan itu, "Hai Mat Tahir, masih hidupkah engkau?". Keadaan menjadi sunyi kembali, seluruh mata pasukan Belanda ditujukan kepada pintu gubuk itu sambil mengarahkan mulut senjata apinya ke sana, siap menunggu komando. Di luar dugaan mereka, pintu gubuk itu nampak mulai bergerak perlahan-lahan, kemudian terbuka dan berdirilah di tengah-tengah pintu itu Raden Mat Tahir dalam keadaan gagah perkasa. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, akhirnya berkata, "Alhamdulillah paman, aku masih hidup". Belum hilang keheranan pasukan Belanda melihat peristiwa itu Kemas Kadir Kusumoyudo berkata, "Turunlah kalau eng-

91