Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/93

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi
  1. A. Manan Sutan Saidi, bekas Demang Klas I di Jambi menerangkan bahwa Sultan Thaha Syaifuddin meninggal di dusun Sungai Aro pada bulan April 1904. Jenazahnya dimakamkan di Muara Tebo yang dikatakannya bahwa sampai sekarang makam itu masih ada (10, p. 41).
  2. Sumber lain lagi menceriterakan bahwa pada tahun 1904 Belanda telah menduduki daerah Merangin dan dapat meruntuhkan kekuatan lawannya. Untuk menghindarkan diri dari serangan Belanda lebih lanjut Sultan Thaha Syaifuddin beserta rombongannya bertolak dari Mangunjayo, dekat Muara Tebo menuju ke Sungai Bengkal dan selanjutnya akan ke Muara Tembesi untuk mengetahui keadaan Belanda di sana. Tetapi ketika masih berada di Sungai Bengkal Sultan Thaha Syaifuddin sudah mempunyai dugaan bahwa jejaknya diketahui oleh fihak Belanda, karena itu beliau membelokkan tujuan perjalannnya, menuju Talang (desa kecil) di Betung Berdarah untuk menyembunyikan diri dari intaian Belanda.
    Baru 4 hari rombongan Sultan Thaha Syaifuddin di Talang Betung Bedarah terjadilah serangan Belanda pada hari Jum'at malam Sabtu kira-kira pukul 4.00 subuh. Serangan Belanda ini banyak membawa korban di fihak Sultan Thaha Syaifuddin. Beliau sendiri dalam keadaan memegang "pedang lurus" dan berteriak "Sabillilah" terkena peluru yang menembus bahu kanan dan keluar dari bahu kiri, sehingga beliau wafat dalam pertempuran itu (1, p.6).
  3. Sumber lain lagi menyatakan bahwa Sultan Thaha Syaifuddin wafat bukan karena serangan Belanda, melainkan karena sakit tua. Diterangkan bahwa beliau wafat pada tahun 1939 dalam usia 123 tahun di kenegerian Nanggalo, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Makam beliau bercampur dengan makam orang-orang lain di atas tanah pekuburan yang terletak dekat mesjid Jamik, Kenegerian Nanggalo, Pesisir Selatan.
    Dalam usaha untuk menghindarkan diri dari pengejaran fihak Belanda, Sultan Thaha Syaifuddin bertemu dengan teman karibnya, yaitu Sultan Jayo yang pada waktu itu menjabat Camat di Terusan, dan dikenal sebagai dubalang. Kepergian Sultan Thaha Syaifuddin menuju ke Terusan untuk menemui sahabatnya itu melalui Muara Tebo, Muara Bungo, Bangko, Sungai Manau dan Kerinci dengan menyambar sebagai penjual obat, minyak wangi dan mengajarkan ilmu tinggi atau "Ilmu kuat".
    Menurut sumber yang berasal dari Ilyas yang bertempat tinggal di Terusan ini sejak tahun 1904 masyarakat Jambi beranggapan bahwa Sultan Thaha Syaifuddin sudah wafat, bahkan dikatakan bahwa makam beliau di Jambi ada 8 tempat, di antaranya di Muara Tebo, Sungai Tabir, Pelayanan (Tanah Tumbuh), Rantai Ikal Bangko dan Lubuk Landai (10, p. 41).

88