Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/74

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

pada mereka sukar sekali mendapat jawaban, karena mereka seolah-olah akan menanyakan terlebih dahulu bagaimana perintah atasannya, yaitu Sultan Thaha Sayifuddin (16, p. 24).

Sikap kepala-kepala atau pemimpin rakyat seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa mereka sangat teguh memegang setih setia yang diucapkannya di hadapan Sultan Thaha Sayifuddin seperti yang telah diuraikan dalam bab terdahulu yang antara lain menyebutkan bahwa bila keadaan memaksa untuk menyerah kepada Belanda, berpura-puralah menyerah, namun bila ada kesempatan harus melawan lagi.

Besarnya pengaruh Sultan Thaha Syaifuddin terhadap rakyat dan pemimpin-pemimpinnya, termasuk terhadap Pangeran Ratu, menyebabkan residen ingin segera bertindak tegas. Pangeran Ratu dipanggil untuk menghadap kepadanya, kemudian dibebastugaskan dari kedudukannya sebagai Pangeran Ratu. Selanjutnya residen menganggap bahwa saatnya sudah tiba untuk melakukan patroli ke daerah pedalaman guna memaksa Sultan Thaha Syaifuddin menyerah. Muara Tabir harus ditutup dan harus diusahakan untuk menangkap Sultan Thaha Syaifuddin dan Diponegoro atau mengusir mereka dari daerah Tabir.

Untuk memenuhi keinginan tersebut residen memerlukan kapal "Tamiang". Kapal ini juga akan dipergunakan sebagai pangkalan operasi patroli-patroli militer. Tugas-tugas lainnya menurut residen dapat dipikulkan kepada pasukan pendudukan Muara Tembesi dan Jambi, kalau perlu dapat ditambah satu detasemen lagi dari Palembang (16, p. 25).

Rencana residen seperti tersebut di atas ternyata tidak dapat segera dilaksanakan karena komandan militer terikat oleh instruksi pimpinan militer di pusat yaitu pasal 7 dan 12 yang berlaku untuk komandan-komandan militer di luar Jawa.

Pasal 7 dari instruksi tersebut antara lain melarang komandan militer memberikan tugas-tugas baru kepada pos-pos militer di luar tugas yang telah ditentukan, yaitu memertahankan pos yang telah dipercayakan kepada mereka. Sedangkan pasal 12 dari instruksi tersebut menyatakan bahwa dalam keadaan tenang, atau keadaan tidak mendesak, para komandan tidak diperkenankan mengadakan pemindahan kedudukan militer atau mengadakan gerakan militer, tanpa persetujuan

69