Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dihiraukan oleh Sultan Thaha yang telah bertekad untuk mengusir orang-orang Belanda dari negerinya.

Sejak Sultan Mahiluddin mangkat pada bulan April 1885 mulailah timbul bermacam-macam tindakan bermusuhan terhadap Belanda. Pada tanggal 23 Mei 1885 terjadi pengamukan di gedung pertemuan Jambi yang menelan korban dua orang opsir Belanda dan seorang jurutulis. Pada bulan Agustus tahun itu juga benteng Belanda di Jambi mendapat serangan dari rakyat yang dipimpin oleh Raden Anom dan Pangeran Kusin. Serangan terhadap pos-pos Belanda yang diperkuat terjadi terus-menerus sampai akhir bulan Desember. Tindakan pemusuhan terhadap Belanda itu terjadi di mana-mana, pos penjagaan Belanda di Sabak dan Simpang dihancurkan oleh rakyat (16, p. 6).

Pada tahun 1886 keadaan daerah Jambi menjadi agak tenang. Pada tahun itu Pangeran Ratu ditetapkan sebagai Sultan dengan gelar Sultan Ratu Akhmad Zainudin dan satu-satunya anak laki-laki Sultan Thaha Syaifuddin kelahiran dari Permaisuri diangkat menjadi Pangeran Ratu. Tetapi karena usia Pangeran Ratu ini baru tiga tahun maka diangkatlah dua orang pembesar untuk bertindak sebagai walinya.

Pada tahun 1888 Sultan Ratu Akhmad Zainuddin terpaksa harus menandatangani kontrak perjanjian baru dengan fihak Belanda yang memuat ketentuan sebagai berikut:

  1. Sultan membolehkan fihak Belanda memperluas daerah sekeliling kedudukan mereka di Jambi dan Muara Sabak.
  2. Pihak Belanda (Gubernemen) pada sembarang waktu diberi hak memperluas tempat-tempat pendudukannya atau membuat yang baru dengan membayar ganti rugi yang pantas.
  3. Sultan berjanji akan bertempat tinggal di Tanjung, Muara Katalo atau tempat lain dan akan selalu menempatkan wakilnya, yaitu Pangeran Ratu atau para pembesar bawahannya di Pacinan yang terletak berhadapan dengan tempat kedudukan Gubernemen yang utama, yaitu Jambi.
  4. Pangeran Ratu atau para pembesar yang ditunjuk untuk mewakili Sultan itu tidak boleh meninggalkan Pecinan tanpa berunding dan persetujuan pembesar yang mewakili Gubernemen di tempat itu.

44