Dengan adanya pembagian wilayah Kumando seperti tersebut di atas, perlawanan dapat dikoordinasi, sehingga pihak Belanda mengalami kesukaran dalam menghadapi Sultan Thaha Syaifuddin. (11, p. 17).
Bersamaan dengan pembentukan pasukan Kumando itu kegiatan Penerangan untuk membangkitkan perlawanan umum terhadap Belanda juga ditingkatkan. Untuk ini Sultan Thaha Syaifuddin tidak bosan-bosannya mnyampaikan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadist yang mampu membangkitkan semangat jihad untuk membela tanah air dari penjajahan Belanda (10, p. 21).
Setelah mengetahui kemampuan Sultan Thaha Syaifuddin mengorganisasi perlawanan rakyat dan besarnya kesetiaan rakyat kepadanya, pada tahun 1882 Belanda menawarkan konsep perjanjian baru kepada Sultan Thaha yang isinya sebagai berikut: Jika Sultan Thaha Syaifuddin bersedia menyerahkan diri kepada Pemerintah Belanda dan mau mengakui Sultan Muhamad Mahiluddin yang diangkat Belanda, serta perjanjian baru yang ditanda-tanganinya, maka:
- Sultan Thaha Syaifuddin berhak menerima uang tahunan dari Pemerintah Belanda.
- Sultan Thaha Syaifuddin akan diangkat sebagai pembesar negeri.
- Sultan Thaha Syaifuddin akan diberi pengganti kerugian sebesar f. 500,- sebulan.
Tawaran dan bujukan pihak Belanda ini sama sekali tidak didengar oleh Sultan Thaha Syaifuddin. Beliau sama sekali tidak mempunyai niat untuk menyerah kepada Belanda (8, p. 44).
Sementara itu usaha Sultan Thaha Syaifuddin untuk membangkitkan perlawanan Rakyat umum makin nampak hasilnya. Pada tahun 1885 terjadi pembunuhan terhadap dua orang Belanda di balai pertemuan Jambi yang diorganisasi oleh Raden Anom. Dalam peristiwa ini anak buah Raden Anom berhasil melarikan beberapa senjata Belanda. Pada tahun itu juga Raden Anom beserta tiga ratus anak buahnya mengadakan serangan mendadak terhadap Benteng Belanda di Jambi yang menimbulkan banyak korban di fihak Belanda. Pada tahun 1890 kedudukan Belanda di Soronglangun Rawas diserang pula oleh Haji Kademang Rantau Panjang yang dibantu oleh beberapa hulubalangnya antara lain:
38