Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/40

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dan alam berajo. Maksudnya sistem pemerintahan Jambi pada zaman Sultan Thaha itu mulai garis vertikal sebagai berikut :

RAJA

JENANG

TEMENGGUNG

BATIN

RAKYAT

Sultan Thaha Syaifuddin adalah Raja dan kepala pemerintahan, sedangkan Dubalang merupakan Panglima Perang dan Pembantu utama Sultan di bidang politik dan militer.

Kelompok Ulama mendapat peranan penting dalam pemerintahan Sultan Thaha, bahkan agama Islam dijadikan dasar utama dalam pemerintahan. Pada masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin inilah mula pertama diadakannya jabatan Hakim Agama atau Qadhi di daerah Jambi (10, p. 36).

Hakim Agama dalam menyelesaikan sesuatu masalah selalu berdasarkan hukum yang berlaku bagi pemerintahan kesultanan. Pada waktu itu ada tiga macam hukum yang berlaku dalam pemerintahan Sultan Thaha yang dikenal dengan nama: Hukum lamo, Hukum Bersamo dan Hukum Agamo (Islam).

Dengan demikian pada masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin ungkapan "Adat bersendikan Syarak dan Syarak bersendikan Kitabullah (Al Qur'an) benar-benar dijadikan pedoman. Di bawah kekuasaan Sultan Thaha Syaifuddin rakyat merasa mendapat perlindungan, sehingga mereka hidup dalam suasana yang tentram.

Adapun mata pencaharian rakyat pada waktu itu ialah bertani (sawah dan ladang), perkebunan karet, mengumpulkan hasil hutan, seperti damar dan rotan, menangkap ikan dan mendulang emas hanya dilakukan oleh rakyat di Muara Limun dan Batang Asai, Kabupaten Sorolangun Bangko. Kecuali itu di antara rakyat Jambi ada yang memiliki mata pencaharian mengambil sarang burung layang-layang.

Untuk memasarkan barang-barang tersebut, diadakan hubungan dagang dengan luar negeri, yaitu dengan Singapura, Malayu dan Cina. Untuk memenuhi keperluan hasil peternakan rakyat mendatangkan sapi, kerbau dan biri-biri dari Padang

35