Halaman:Sultan Thaha Syaifuddin.pdf/34

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

penjajah Belanda di daerahnya. Sedangkan Hadist yang sering beliau sampaikan kepada rakyat ialah "Hubbul wathan minal iman" yang dapat diterjemahkan dengan cinta kepada tanah air itu sebagian dari pada iman.

Dengan seringkali mensitir hadist tersebut di atas Sultan Thaha bermaksud menanamkan perasaan kebangsaan kepada rakyat sehingga mereka rela mati demi mempertahankan tanah air dan mengusir penjajah Belanda (10, p. 21).

Pada tahun 1855 Sultan Abdurahman meninggal, dan pada tahun itu juga kekuasaan kesultanan mulai dipegang oleh Sultan Thaha Syaifuddin dengan pusat kesultanan Keraton Tanah Pilih.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Sultan Thaha setelah menduduki takhta kesultanan Jambi ialah mengadakan peninjauan kembali terhadap perjanjian yang ada selama ini antara kesultanan Jambi dengan Pemerintah Belanda. Kemudian beliau berusaha memperkuat rasa keimanan rakyat terhadap Allah.

Untuk meningkatkan rasa keimanan rakyatnya itu Sultan Thaha mendatangkan tenaga Ulama dari luar negeri, yaitu dari Mesir dan Patani. Juga didatangkan ulama dari negeri tetangga, yaitu Minangkabau. Ulama-ulama yang mendapat gaji dari pemerintah kesultanan Jambi ini ditugaskan menjadi guru untuk memberikan pelajaran agama kepada rakyat dan keluarga kesultanan (10, p. 22).

Ketika Sultan Thaha mulai diangkat menjadi Sultan Jambi, perlawanan rakyat terhadap Belanda tengah berlangsung dengan sengit. Dalam situasi seperti ini Sultan Thaha dengan tegas menyatakan bahwa:

  1. Sultan Thaha Syaifuddin yang sudah dinobatkan sebagai Sultan Jambi tidak mau mengakui kekuasaan Belanda di Jambi.
  2. Sultan Thaha Syaifuddin bersama rakyat Jambi tidak mau mengakui dan mentaati segala perjanjian antara Sultan Iambi dengan pemerintah Belanda.
  3. Sultan Thaha Syaifuddin bersama rakyat Jambi tidak akan mengadakan perjanjian apa pun dengan penjajah Belanda (10, p. 22 dan 23).

Setelah mendengar pernyataan tersebut di atas Belanda

29