Halaman:Sultan Hasanudin menentang VOC.pdf/80

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Seperti yang sudah diuraikan di depan tadi, antara kerajaan Gowa dan kerajaan Bone telah tercapai perjanjian persahabatan. Akan tetapi kemudian timbul lagi keretakan antara kedua kerajaan itu. Mungkin karena melihat adanya bahaya yang akan datang dari pihak kerajaan Gowa yang sering meluaskan pengaruh dan kekuasaannya melalui jalan peperangan, maka tiga kerajaan Bugis yang besar mengadakan perjanjian. Ketiga kerajaan Bugis yang mengadakan semacam "Triple Alliantie" atau "Perjanjian Tiga Negara" itu ialah kerajaan Bone, kerajaan Wajo dan kerajaan Soppeng. Karena ketiga kerajaan itu merupakan kerajaan-kerajaan Bugis yang besar, maka ketiga kerajaan itu disebut juga "TellumpoccoE" (bahasa Bugis) atau "Tallumboccoa" (bahasa Makasar). Bocco artinya penuh. Persekutuan tiga kerajaan itu diadakan pada tahun 1582 antara Raja Bone yang bergelar La Tenrirawe Bongkange Matinrowe ri Gucinna, Arung Matowa atau Raja Wajo yang bergelar "La Mungkace To Udamang Matinrowe ri batana" dan Datu atau Raja Soppeng yang bernama La Mappaleppe PatolaE. Persekutuan diadakan di kampung Bunne di daerah Tunurung (Bone Utara). Persekutuan "TellumpoccoE" atau tiga kerajaan Bugis yang besar ini diadakan dengan menanam sebuah batu di daerah Timurung. Oleh karena itu maka perjanjian antara ketiga kerajaan itu sering pula disebut "MallamumpatuE ri Timurung" artinya Penanaman batu di daerah Timurung. Maksud utama dari pada perjanjian antara ketiga kerajaan Bugis ini, ialah menentang supremasi kerajaan Gowa. Maka Raja Gowa pun murka. Kerajaan Wajo dan kerajaan Bone diserang, akan tetapi tidak berhasil. Kemudian Raja Gowa yang ke XII ini wafat karena baginda diamuk oleh seorang saudara sesusunya yang bernama I. Lolo Tammakkana. Itu pulalah sebabnya maka baginda terkenal dengan nama atau gelar anumerta baginda Karaeng Tunijallo, artinya Raja yang diamuk.

Banyak sekali isteri dan anak-anak Karaeng Tunijallo. Di sini kami hanya menyebutkan permaisuri baginda yang bernama I. Sambo Daeng Niasseng Karaeng Pattingaloang. Permaisuri baginda ini seorang wanita yang "maddaratakku'". Beliau cucu Karaeng Tumapa' risi' Kallonna yakni Raja Gowa yang ke IX dan anak dari Tumenanga ri Makkoayang, Raja Tallo yang ke IV. Jadi beliau termasuk golongan "Anak Karaeng Ti'no". Oleh karena itu pula beliau sering disebut Karaenga Bainea artinya Raja Perempuan. Dari permaisuri baginda ini Karaeng Tunijallo

66