32
Sedang orang-orang sedalam istana dalam kebingungan, djeritan jang sebagai suara melolongnja andjing-djag itu belum berhenti, mendadak terdengar pula lain suara, hiruk-pikuk tiada karuan djuntrungannja, tapi njata itu ada suara tangisannja anak-anak baji, bukan satu atau dua, hanja puluhan banjaknja, pating djelerit pating galembor, ada jang mirip dengan suaranja gangsa, ada jang seperti terompet petjah, brisiknja bukan buatan.
Permaisuri Hanggendari jang berdjalan paling depan, diiringi oleh para dajang keluar dari istana pergi kedalam taman, jang ditudju pun bukan lain dari tempat dimana tadi sore ia tinggalkan potongan-potongan daging jang djatoh keluar dari buntingannja. Heran sekali disitu, diatas tanah ada menggeleseh puluhan anak orok jang baru terlahir, badannja merah-merah dan gemuk-gemuk, sama menggowar-gowar menangis sembari tangan dan kakinja pating djelalat pating serawe, ramainja bukan kepalang.
Daging potongan jang terletak dibawah puhun sembodja, tutupnja daon lumbu sudah terpental djaoh, dan telah merupakan seorang anak bayi, besarnja luar biasa, kulitnja kuning sebagai emas, rambutnja keriting dan gomplok, matanja sidah terbuka bundar membelalak mengawasi keseluruhan djurusan, dia itulah jang sebentar-bentar mendjerit suaranja sebagai melolongnja andjing adjag, dengan tangannja jang bergerak kesana-kemari ada pegang sepotong sumping jang bertjahja gilang-gumlinag, dengan ada tanda-tandanja sebagai sumpingnja Maha Prabu Rahwana di Alengkadiredja, seorang radja raseksa maha dahsjat didjaman dulu.
Riuh-rendah suaranja para dajang dan budjang keraton, jang kaget, bingung dan heran tertjampur djadi satu, lantaran tiba-tiba menampak pemandangan seaneh itu. Atas titahnja Permaisuri Hanggendari jang ternjata sangat girangnja, baji-baji itu lalu diangkat, seorang dajang mengempo satu baji, bererot-erot mendjadi suatu barisan pandjang masuk kedalam istana. Jang meng-