Lompat ke isi

Halaman:Srigala Melolong di Hastinapura.pdf/30

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

28

Pada suatu petang, djustru sang putri malam menjinarkan tjahjanja jang gilang-gemilang, sehingga padangnja allam hampir seperti sijang, Dewi Hanggendari menampak ada suatu benda jang merajap ditepi air, kendukur-kendukur menghampiri sebuah lobang jang ada dibawah kakinja.

„Hai anak-anak perempuan, binatang apa itu jang merajap kemari ?” demikian sang putri menanja kepada dajang-dajangnja.

„O gusti, itulah juju, gusti”, djawab salah seorang budjang itu.

„Betul, gusti, juju”, menjambung jang lain. „Aduh, banjak benar anaknja, menggeremet saling tindih diseputarnja”.

Sang permaisuri lalu memperhatikan, ternjata betul juju itu sedang beranak, beratus-ratus banjaknja merubung diseputar mamahnja. Menampak itu, ia djadi diam termenung-menung, ingat bahwa dirinja sedang bunting, senangnja kalau ia pun bisa mempunjai anak sebanjak itu.

Memang sudah lama Dewi Hanggendari mendapat pikiran ingin mempunjai putra sebanjak-banjaknja, ini diterbitkan oleh rasa kuatir nanti djikalau Prabu Pandu mendapat belas kasiannja Dewa, hingga ia bisa bebas dari kutukannja Resi Kimindama dan kemudian mendapat turunan, pastilah putra-putranja Prabu Pandu itu akan datang menduduki pula tahta kerajaan Hastinapura, djikalau terdjadi begitu Prabu Destarastra tidak mendjadi radja pula dan ia sendiri pun tidak mendjadi permaisuri lagi. Pikiran itu telah membikin hatinja tiada tentram, maka ia berpendapatan, alangkah baiknja djika ia bisa mempunjai anak lelaki sangat banjak, anak-anak itu nanti bakal mendjadi pagar kuat jang melindungi kedudukannja, akan mengusir dan membinasakan siapa jang dianggap hendak mengganggu kemuliaan hidupnja.

Maha Radja Sasraban di Maespati pada djaman dulu, adalah radja bala radja jaitu seorang radja jang mempunjai tentara para radja, hingga negerinja termashur dan tidak ada jang berani melawan kepadanja, tapi itu belum memadai dengan radja bala