27
kakambok permaisuri sekarang sedang hamil, djikalau tiap petang disadjikan pemandangan seheibat itu, jang hanja patut akan mendjadi pemandangannja bangsa raseksa sadja, apakah nanti kedjadiannja djikalau anak jang dikandung itu lahir ? Oh kandjeng uwa, saja sangat takut memikiri hal ini, oleh karena kerusakan telah berbajang didepan mata".
Sang Bisma mengelah napas dengan rupa amat berduka, kemudian ia mendjawab :
„Sudah beberapa kali aku kasih ingat kepada kaki prabu Destarastra, tapi rupanja ia tidak memperhatikan, malahan satu kali ia pernah menjatakan bahwa kekuatiran jang tidak ada alesannja adalah terbit dari pikiran jang kurang pintar. Hal ini sebenarnja sangat menjedihkan, tapi apa mau dikata, karena apa jang mendjadi kemauannja Dewata raja pasti bakal kedjadian, kita manusia tidak tahu dan tidak dapat menolaknja".
Sang Widura lalu mundur dengan mengandung kesusahan didalam kalbunja. Tidak keliru apa jang ia kata, Dewi Hanggendari pada waktu itu sudah bunting tua, tiap malam ia datang kedalam kebonnja untuk menghiburkan hati, diiringi oleh para dajang istana dengan penuh kegembiraan, sesampainja didalam tamansari ada jang menjanji, ada jang memain, berlari-larian, berdjanda dengan hati jang riang, maka disitu mendjadi ramai suaranja riuh-rendah sehingga tengah malam baru sama balik masuk kedalam istana lagi.
Didalam taman Tjandrakirana itu, ada sebuah telaga jang airnja djernih melembak-lembak hampir rata dengan tanah. Ditengah-tengahnja ada sebuah pulau ketjil, jang dihubungkan sama daratan dengan sebuah djembatan batu, disitulah Permaisuri Hanggendari suka duduk mentjari angin, sembari memandang keseluruh pendjuru jang lapang dan luas, melihat bintang-bintang jang berkelak-kelik tersebar diatas udara, atau menggadangi muntjulnja sang rembulan djikalau datang waktunja purnama raja.