17
Pandu dengan bersenjum melihati Sangkuni kerengkangan bangun, sesudah berdiri lalu memberi hormat dan menjatakan ingin menghambakan diri ikut ke Hastinapura dengan menjerahkan saudaranja perempuan bernama Retna Dewi Gendari, untuk isterinja Pandu jang ketiga. Dengan senang Pandu terima penawaran itu, maka Sangkuni lalu pulang ke Gendaradesa, mengambil saudaranja dan nanti akan menjusul ke Hastinapura.
Betul sadja liwat tidak lama setelah para putra Hastina itu sampai dinegerinja, Sangkuni pun datang mengiringi mbakajunja, Dewi Gendari, jang ternjata ada seorang wanita jang tjantik sekali parasnja.
Sang Bisma jang gagah perkasa, mbahsuri Gendawati, ibusuri Ambika dan Ambalika, semuanja merasa girang sekali mendapat tiga orang putri menantu jang tjantik-tjantik itu, sebagai tiga rembulan jang akan menerangi keraton Hastinapura.
Pandudewanata pun bukan main senangnja, ia merasakan hidupnja dilingkungi bianglala aneka warna, maka dengan hati jang riang ia menantikan datangnja hari jang penuh madu itu, karena perkawinannja akan dirajakan dengan keramean jang serba besar.
Seluruh negeri orang ribut menjediakan segala sesuatu untuk pesta perajaan agung itu, sedang masing-masing sama repot dalam kewadjibannja sendiri-sendiri, adalah sang Destarastra sudah dilupakan orang, ia hidup sunji dalam mata gelap-gulita, hanja kupingnja sadja jang mendengar bagaimana riuhnja pegawai istana jang sedang memasang padjangan dan sebentar-sebentar kedengaran suaranja rombongan orang luar negeri jang datang membawa sumbangan dari radja-radja sahabat atau radja-radja taklukan jang bukan main banjaknja. Emas-pitjis radja-brana, perhiasan dari sutra jang indah-indah, berbukit-bukit banjaknja, sehingga gudang keradjaan mendjadi penuh, tidak ada tempat luang lagi untuk menarohnja.
Perih dan ngenes sekali perasaannja Destarastra pada waktu itu, lebih pula djikalau ia mendengar suaranja dajang-dajang