14
kesamping tidak berani menatap mukanja sang resi, maka ketika ia melahirkan, anak itu mukanja putjat sebagai sadlju dan lehernja tengleng miring kekanan, lalu diberi nama Raden Pandudewawanata.
Ibusuri Gandawati tidak merasa puas, maka ia andjuri kedua putri Kasi itu akan salah seorang satu kali lagi menerima bidji dari sang resi, supaja mendapat seorang putra jang tidak ada tjatjadnja. Kedua putri itu berdamai sendiri, jang satu menjurung kepada jang lain, karena dua-dua sebenarnya oga mendjalani, maka achirnja mendapat suatu daja, suruh seorang perempuan bangsa Sudra jang parasnja tjukup eilok, didandani dan pakai bedak gandawida, jang harus diselundupkan dalam suatu kamar jang gelap karena tidak pasang pelita. Bagawan Abiasa adalah seorang pandita agung jang sudah waskita, tentu sadja sudah mengetahui segala hal jang sudah dan belum kedjadian, maka ia terima djuga perempuan Sudra itu sembari kasih anugrah, bahwa dari bidji kebal mendapat seorang anak letaki jang arif bidjaksana, tapi sebab ia itu bangsa rendah, maka tetap ada tjatjadnja, ialah kakinja pinjang sebelah. Demikianlah, anak itu lalu diberi nama Yama Widura.
Dengan begitu, maka ketiga orang putra Hastina itu semuanya bertjatjad, tapi sebab mereka darah Abiasa turunan dari pertapaan Gowa Gadjahmungkur, maka semuanya ada mempunyai kelebihan dari sesama manusia jang lain. Destasrastra meskipun buta tapi dalam tangannja ada mendjangkau suatu kekuatan maha dahsjat jang dinamakan adji Kumbalageni, djangan kata manusia, kendati gunung djika dirabah akan hantjur mendjadi tepung. Pandudewanata tenaganja diluar takeran, hingga Naga Taksaka pun dapat diringkus dengan tangan kirinja sadja, kepandaiannja berperang tidak ada jang dapat menandingi, keberaniannja membikin kekesnja segala anasir djahat dimuka bumi. Yama Widura adalah seorang bidjaksana jang agung peribudinja, ahli dalam segala hukum negara, sopan-santun adil paramarta.