Halaman:Siti Kalasun.pdf/98

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

dibuat, kami seperti bersaudara,empat tahun lamanya bersama, merasai sama menangis, senang sama tertawa,kalau perasaian kami berdua, tidak bisa kami sebutkan,mati saja nan belum dirasakan,” jawabnya Sutan Sari Alam.

 Sudah larut baru bisa tidur, terdengar ayam berkokok, cukup katigo hari siang, hari menjelang pagi, sudah mandi sembahyang subuh, kembali ke rumah lagi, terletak hidangan tengah rumah, ketan dengan pisang goreng, cukup dengan kopi gula, mengepul asap ke dalam gelas, minumlah mereka bersama-sama, berkatalah Sari Alam, “Berjalan dahulu saya ke mudik, ke mudik ke Bukittinggi, tinggallah mandeh semuanya, serta kakak Siti Katijah.”

 Menjawab Siti Katijah, “Kapan Tuan akan kembali, mampirlah nanti ke sini.”

 “Insya Allah saja jawabnya, kalau tidak ada ara melintang,” berkata sambil bersalaman, lalu berjalan ia lagi, ditenteng koper di tangan kanan.

 Hari senin masa itu,berjalan bergegas-gegas, Pasar ramai di Padang Panjang, dibeli kain nanusang, kain pelakat nan buruk rupa, tidak tentu raginya lagi, sudah bertambal dan disisik, dibeli di kadai orang miskin, kedai orang jualan rombengan, dibeli pula baju piyama, kain sudah usang lusuh pula, bahu dan punggung ditambal juga, dibeli pula peci buruk, peci usang menyerupih pula, seperti tahi kerbau terkena hujan, dibeli celana kain marekan, marekan usang berlubang-lubang.

 Sudah selesai memakai, pergi ke rumah tukang gunting,berdiri di depan cermin besar, tergelak sendiri Sari Alam, seperti orang meminta sedekah,salah sedikit agak gendut, kalau kurus badannya, pasti disangka orang meminta-minta.

 Koper dibungkus dengan karung, karung besar nan usang pula, berajut dengan kain buruk, diikat kaki sebelah kiri, seperti orang kena penyakit kurap, seperti kaki orang ditukak, berjalan

87