mulut orang, bergunjing tentang Sari Alam, kalau tidak uang terbawa, tongkat betung terbawa juga.
Empat musim merantau, kain sehelai tidak terganti, apa gunanya diturutkan pulang, baiknya laut diterjuni, daripada hidup elok mati, daripada malu nan ditanggungkan,begitu bunyi gunjingan orang kampung.
Sampai bendi di pasar atas, orang sangat ramai sekali, ramai alek pacu kuda, dimana-mana orang datang, rasa mau lepas bulu di badan, ramainya orang di tengah pasar.
Akan hanya Sutan Sari Alam, berkata kepada Siti Kalasun, “Berhenti dahulu kita di sini, Adik tunggu di sini, saya pergi menggunting rambut, rambut sudah panjang sekali.”
Sesudah ia berkata, terus jalan ke toko pakaian, diminta pakaian nan sesuai, harga tidak memandang, dibeli nan paling halus, berapa belinya langsung dibayar.
Sudah dapat baju tiga helai, serta celana dan kain sarung, dibeli juga sepatu baru, cukup dengan selop sepasang, dibeli peci beludru sutra, langsung dipakai saat itu, berubah rupa Sari Alam, seperti orang berpangkat tinggi, orang gagah pandai memakai, digunting rambut di kepala, sudah selesai ia memakai, dibungkus pakaian nan lain,bertemu dengan Kalasun di halaman toko, tercengang saja ia memandangi, memandang suaminya Sari Alam.
“Tidak sakit pakai sepatu, kaki Tuan nan sakit itu?” berkata Siti Kalasun.
Menjawab Sutan Sari Alam, “Sebenarnya kaki saya tidak sakit, sakit nan dibuat-buat, ingin melihat hati adik.”
Mendengar perkataan suaminya, sakit perutnya menahan gelak, melihat rupa serupa itu, gelak bergumam Sari Alam, berkata pula Siti kalasun, “Marilah kita pulang, sesuai kata Tuan tadi, pagipagi kita ke pasar, supaya cepat berbalik pulang.”
97