Halaman:Siti Kalasun.pdf/104

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Kalasun, sedang berkata beriba hati,sedih hati melihat suaminya, pulang melarat suaminya,menjawab Sari Alam,

 “Biarkanlah saya tidak pulang, seperti inilah peruntungan, baju bertambal-tambal, kaki sakit sejak di rantau,tidak satu nan ditanggungkan, sudah sakit miskin pula, tidak terlihat muka orang, orang merantau pulangnya kaya, saya pulang membawa penyakit, jangankan uang nan terbawa, tukakdan borok nan dirasokan,malang benar adik bersuami,” jawabnya Sutan Sari Alam.

 Mendengar kata nandemikian, larut pikiran Siti Kalasun, air mata berlinang-linang, dihapus dengan selendang, berkata sedang menangis, berbicara sambil sedu sedan.

 “Tuan kandung junjungan saya, saya tidak bersuami emas perak, tidak bersuami karena uang, badan Tuan nan saya pakai, junjungan saya dunia akhirat, tempat lawan beriya bertidak, segeralah Tuan berdiri kini, marilah kita pulang, malu dan segan usah dipandang, ada usaha seperti orang, tetapi nan buruk juga nan bertemu, sudah takdir dari Allah, sakit senang tidak bercerai, banyak pula orang nan melarat, tidak di badan diri kita saja.”

 Mendengar kata Siti kalasun, berkata dengan berat hati, berkata di dalam hati,berkata-kata dalam hati, dalam hati Sutan Sari Alam, inilah nan sebenar istri, jaranglah orang nanbak itu, panas dingin mau menahan, kalau seperti ini eloknya Kalasun, saya junjung genggam erat, seorang saja istrinya, sampai memiliki anak dan cucu, maut saja nan memisahkan.

 Berkata mandeh Sari Alam, “Kalau begitu perkataan Kalasun, elok berjalan ke mudik, ke rumah Siti Kalasun, malu usah diperturutkan, kita makan nan punya kita, tidak meminta kepada orang.”

 “Kalau begitu perkataan mandeh, marilah kita pulang,hari menjelang senja, orang sudah mulai sepi, tidak tahu orang di kampung.”

93