Sistem mata pencaharian
Mata pencaharian utama suku bangsa Bali.
Bertani adalah merupakan mata pencaharian hidup pokok dari sebagian terbesar orang Bali. Jenis bercocok tanam terpenting adalah bercocok tanam di sawah. Di samping pertanian di sawah, orang Bali juga mengerjakan usaha perkebunan yang menghasilkan antara lain : kelapa, kopi, cengkeh, kapok, jambu mente, dan tembakau. Jenis-jenis mata pencaharian lainnya adalah : industri rumah tangga, nelayan dan perdagangan.
Dalam hal pertanian di sawah, sistem penanaman padi di kalangan orang Bali dibedakan atas dua macam, yaitu : sistem tulak sumur dan sistem kerta masa. Dalam jenis sistem yang pertama dilakukan penanaman padi secara terus-menerus tanpa disilingi oleh tanaman palawija. Hal itu mungkin dilakukan apabila keadaan air mencukupi. Sebaliknya bila air kurang, maka diadakan giliran antara tanaman padi dan tanaman palawija dan sistem yang demikian inilah yang disebut sistem kerta masa.
Dalam rangka usaha tani di Bali, sebagian besar tenaga kerja adalah berasal dari keluarga petani sendiri. Pertama-tama adalah keluarga inti dan keluarga luas sebagai satu kesatuan kerja. Dalam tahap-tahap tertentu seperti : Mencangkul, menanam, mengetam sering para petani memerlukan adanya tenaga tambahan. Dalam hal seperti itu, maka telah berkembang dua cara untuk mendapatkan tenaga tambahan, yaitu dengan ngajakang (minta tolong secara gotong royong) dan ngupahang (mengupahkan).
Dalam rangka usaha tani persawahan maupun perkebunan, ada sejumlah pekerjaan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab para petani secara bersama-sama. Lingkup pekerjaan seperti itu cukup luas, antara lain : perbaikan saluran air, berburu tikus, mengaktifkan upacara. Dalam hal seperti itu, fungsi organisasi subak memegang peranan penting yaitu sebagai organisasi yang mengaktifkan kegiatan gotong-royong di bawah pinpinannya yang disebut pekaseh. Di Bali terdapat sekitar 1240 buah subak.
Pada hakekatnya pemilikan tanah rata-rata para petani di Bali relatif kecil, dan karena itu ada sejumlah petani yang berstatus sebagai petani penggarap, yakni mengerjakan tanah garapan, milik orang lain. Sistem bagi hasil yang umum diterapkan pembabagian ½ - ½ antara penggarap dan pemilik tanah. Sistem bagi hasil seperti ini disebut : nandu pada. Disamping itu dikenal pula jenis-jenis sistem bagi hasil yang lain, yaitu : 3/5 - 2/5 disebut nelon; pembagian 2/3 - 1/3 disebut : ngapit; pembagian 3/4 - 1/4 disebut merapat (23, 33 - 36).
36