― 107 ―
atawa takoet.“ Sahabisnja berkata ia lantas soeroean orangnja menjediaken barang santapan dan minoeman. „Lebih baek kita orang makan minoem dengen senang.“ menambahken lagi ia.
„Djangan,“ kata itoe doewa pendjahat. „Kita tida bernapsoe boewat makan minoem, sebab kita perloe oempatken diri, soepaja djangan kena tertangkap.“
„Kamana kaoe orang maoe pergi, boekantah ada banjak lebih laloewasa unggal di sini sadja ?“ menjegah Lou Khay. „Menoeroet akoe poenja pikiran, biar poen ka kaoe orang poenja roemah djoega, boleh tidå oesa poelang. Di sini kaoe orang toch boleh berdiam dengen senang dan tida oesa koewatir satoe apa.“
Lantaran Lou Khay menjegah dengen keras, itoe doewa pendjahat maoe apa tida tinggal makan dan minoem di sitoe. Begitoelah itoe tiga orang makan minoem sampe poewas.
Doewa hari kamoedian, sampelah waktoenja pemboekahan sembajang di Thian Tjee Bio. Kee Sian, Tio Poo bersama Lou Khay berdami maoe djalan-djalan ka itoe gredja. laorang toekaran pakean jang mentereng. Baroe sadja Lou Khay mamesen pada bebrapa belas boedjangnja menjediaken kantong-kantong oewang boewat dibagiken pada bebrapa roemah pendjoedian jang ia boeka, mendadak ada dateng masoek satoe boedjang dengen tersipoe-sipoe dan tersanga-sanga, hingga dalemn sakoetika lamanja ia tida bisa berkata-kata.
„Toa.... toa.... toaya, tjitji... la...ka.“ kata ia achir-achir. „Dalem bebrapa tahon ini, dalem kita poenja gredja tida taoe dateng orang-orang jang mendjoewal silat; tapi sekarang ada dateng doewa orang dari itoe golongan jang maoe mem-