Halaman:Si Umbut Muda.pdf/88

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

si Umbut Muda: „O upik, Puteri Rambun Emas — bertanaklah engkau sebentar — menggulailah agak setjetjah — sedjak pagi hari siang — belum menginjam nasi sebutir — mengisap-isap hati hamba — gemetar rasa djantung hamba.”

'Lah bertanak si Rambun Emas — nasi masak gulaipun masak — kopi sudah masak pula. 'Lah makan si Umbut Muda — minum kopi ia sekali. Sudah minum dengan makan — berkata si Rambun Emas: „O tuan, tuan Umbut Muda — benar djua kata tuan — kakak hamba Puteri Gelang Banjak — 'lah mati djua nan djadi — berkubur dibukit Silanggung. Lorong kepada pesan tuan — sudahlah hamba sampaikan — petaruh sudah hamba katakan — semuanja sudah hamba kerdjakan. Serta hilang kak Gelang Banjak — hamba bawakan pajung pandji — hamba bawakan kain kapannja.”

Mendengar kata demikian — menangis si Umbut Muda — air mata iring-gemiring — lalu dibawanja menengadah — hati bagai disajat-sajat — djantung bagai diiris-iris. Berkata si Umbut Muda: „O upik Puteri Rambun Emas — hamba 'kan turun sebentar — kesumur pergi mandi — tidak tertahan panas badan.”

'Lah turun si Umbut Muda — berdjalan melereng bukit. 'Lah sebentar ia berdjalan — 'lah dua bentar antaranja — sampai kepuntjak bukit Silanggung. Dipandang kiri dengan kanan — dipandang hilir dengan mudik — 'lah tampak kubur si Gelang. Tersirap darah didada — terpertjik peluh dikening — mengalir ketulang punggung — air mata iring-gemiring — terentak duduk bermenung. 'Lah sebentar ia menangis—'lah dua bentar ia bermenung — tampaklah seorang anak gembala

89