Halaman:Si Umbut Muda.pdf/108

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Akan bagaimana pula lagi — 'lah berdjalan orang nan banjak — berdjalan berbondong-bondong — berdjalan berdujun-dujun — Allahu rabbi banjak orang! Penghulu berpuluh-puluh — pegawai beratus-ratus — orang banjak beribu-ribu — tjukup imam dengan chatib — mengarak si Umbut Muda. Rasa kiamat bumi Allah — berapa gendang dan rebana — bunji bedil merendang katjang — rasakan pekak nan mendengar — berapa sorak dengan sorai — berapa tepuk dengan tari. Rupa serban sudah memutih — destar gedang 'lah menghitam. Selama lambat didjalan — dekat hampir 'kan tiba — tibalah umat semuanja — diranah di Kampung Aur. Turunlah puteri nan berenam — membawa ait tjutji kaki — serta dengan beras kuning — menjongsong si Umbut Muda. Setelah sampai dihalaman — lalu ditaburkan beras kuning — sambil ditegur merapulai, oleh puteri nan berenam, begini bunji tegurnja: — serta tiba atas rumah — berbunji rebab dan ketjapi — berbunji gendang dan tjelempong — berapa salung dengan puput — puput 'rang ranah Kampung Aur — menanti helat nan datang. 'Lah tjukup alat nan datang — berkata bapak si Gelang:

„Petat nan berangkai-rangkai,
petai nan berdjindjing-djindjing.
Datuk nan diudjung lantai,
datuk nan dilingkung dinding.

Si Djapun mandikan anak,
mandi bertimba air urai.
Beri ampun hamba pada nan banjak,
hamba menegur marapulai.

109