Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/76

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

Menajawab si Galang Banyak, “Cincin empat tinggal tiga Hilang di pulau bentuk taji Masih tergilang-gilang jua; Sedang sahabat sudah menggila Apalagi main belum jadi Masih tergilan-gilan jua. Dengarkan satu pantun lagi, Anak salimang salimbada Kurang satu tiga puluh; Jangan mau dirintang mata Mata membawa binasa tubuh. Aur ditanam bambu tumbuh Tumbuh di kebun si gumanti; Asalkan hati sama sungguh Kering lautan Denai nanti.” Setelah lama berpantun-pantun, setelah puas bertutur-tutur, setelah lelah berunding-runding, teringat oleh si Galang, teringat hendak kembali pulang, hati sudah berdebar-debar, darah sudah berdesir-desir, entah bapak yang menyebut, entah amai yang memanggil, apalah sangka bapak dan amai, lama benar di pemandian. Berlari pulang seketika, selangkah Ia berjalan, dua rentang Ia berlari, tiba-tiba ia berhenti, tertegun si Galang Banyak, tampak oleh si Umbuik Mudo, si Galang Banyak berhenti pula, dianya tidak jadi pulang. Umbuik Mudo bertanya, “Mengapa Adik tertegun, mengapa adik berhenti, mengapa adik tak jadi pulang, apakah yang teringat, apakah yang terkira, apa yang mengganggu dalam hati?” Menjawab Puti Galang Banyak, “Bukan sedikit yang denai rusuhkan, bukan sedikit yang denai risaukan, ada yang Denai 65