Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/62

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

dibakar kemenyan putih, asap membubung ke atas langit, lalu menyeru amai si Umbuik, “Ya Allah ya Rasulullah, Ya tuhan junjungan denai, berlakukanlah kehendak denai, kabulkanlah pinta denai, hanyutkanlah perupuk itu.” Pinta yang sedang akan berlaku, Allah yang sedang kan menolong, seketika teduh hujan yang lebat, berhenti kilat dan petus, tenanglah angin yang kencang, teranglah tentang lubuk itu, tampaklah perupuk hanyut, sedang dijunjung ikan besar, sedang ditunggangi kala berbisa, sedang diputar-putar air, sedang dilamunlamun ombak, jauh yang tak terlalu jauh, dipandang sayup-sayup sampai. Kalau dikait tidak dapat, kalau diraih kelampauan, kadangkadang ia menepi, kadang-kadang ia ke tengah, hampir dekat Ia jauh, baru menjauh ia mendekat, Ia hilang-hilang timbul, tampak jelas terapung-apung. Kononlah amai si Umbuik, melihat hal yang demikian, memandang pada perupuk itu, hati di dalam kembang kempis, hati yang harap-harap cemas, harap bercampur takut, cemas rasa tak kan dapat, takut badan akan mati. Dibulatkannya tekad, diberanikannya diri, dipejamkan kedua matanya, diterjuninya lubuk itu, dilompatinya seketika, mencebur Ia akhirnya. Telah dihanyutkan pusaran air, telah dihempas-hempas ombak, tarik menarik dengan kala, rampas-merampas dengan ikan, rebut-berebut dengan naga, berebut saling menghempaskan. Setelah lelah saling berebut, setelah puas saling menarik, setelah lama saling menghela, dapatlah seruas perupuk. Bagi amai si Umbuik Mudo, begitu dapat perupuk itu, langsung keluar dari lubuk, berlari seketika menghadap pulang, berlari-lari kecil, melompat-lompat riang, berteriak-teriak kian kemari, hilang sudah malu dan sopan, karena hati terlalu senang.

51