Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/60

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

sayang Amai ke Denai. Apa guna siput ini Siput sudah berangkai-rangkai; Apa guna hidup ini Hidup sudah bercermin bangkai. Biar Denai amuk badan Denai, agar senang hati Amai. Mendengar kata demikian, rusuhlah amai si Umbuik Mudo, sudah terdesak kira-kira, bagai makan buah Simalakama, kalau pergi badan mati, tidak pergi anak mengamuk, begitu sulitnya yang dicari, begitu rupanya kehendak anak, dipatut-patut dengan akal, dipikir-pikir oleh amai si Umbuik, daripada anak mati, eloklah denai mati dahulu. Karena iba pada anak, raga tidak dikhawatirkan, raga tidak dipikirkan, berjalan Ia seketika, dibawa kemeyan putih, menangis berundung-undung, kodek sudah diangkat tinggi, nafas sudah kembang kempis, berpantun amai si Umbuik, Ke pekan sekali ini Tak mungkin membeli lagi; Berjalan sekali ini Tidak mungkin berbalik lagi Tinggi melanjunglah wahai bambu Tak kan denai tebang lagi Tinggallah dulu wahai kampung Tak kan Denai kembali lagi Sesudah Ia menangis, berjalan amai si Umbuik, berjalan tertegun-tegun, berjalan tertahan-tahan, bumi dipijak rasa kan terban, langit dipandang rasa kan jatuh. Telah serentang perjalanan, dekat semakin hampir, hampir tiba lah dianya, tibalah ia di sana, turunlah hujan yang lebat, berdentang bunyi petus tunggal, tibalah si dulak-dolai6, bergetar tanah dipijaknya, kelam sudah di lubuk itu, kilat berapi-api. 6) Berulang-ulang

49