Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/56

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini belum diuji baca

Ya Allah ya Rasulullah, bagaimanakah nasib denai ini, anak yang seperti ini, anak yang segagah ini, tampan dan patut dibanggakan, tapi dihina demikian rupa, entah mengapa demikian tega, takdir Allah sudah di denai. Sesaat sudah Ia bermenung, dibulatkanlah pikiran, berjalan amai si Umbuik, dekat bersarang hampir, hampir dekat kan tiba, tibalah Ia di halaman, lalu naik ke rumah seketika, tampak si Umbuik sedang bermenung, sedang melintuh-lintuh jari, sedang mengeratngerat kuku. Lalu bertanya si Umbuik Mudo, “Duhai Amai kata denai, bagaimana jawabannya, apa rundingan yang Amai bawa, Letak di bawah mengena Dipotong lalu di pertiga; Harap rasa kan diterima Cemas bagai rasa kan tiada, Coba katakan di Amai, kabarkan yang sesungguhnya, usah Amai berahasia, yang benar saja dikatakan, agar senang hati denai.” Berkata amai si Umbuik, “Duhai buyung dengarkanlah, Kalau itu yang buyung tanya, begini jawab si Galang, dalam setahun ini, denai belum akan berjunjungan, denai belum akan bersuami, belum terniat hendak menikah, denai akan menggadis saja.” Mendengar jawaban demikian, kata yang dahulu dikatakan, dilihat pula roman amainya, lalu berkata si Umbuik Mudo, “Duhai Amai kata denai, mengapa sembab mata Amai, mengapa berubah air muka Amai, mengapa gelisah hati Amai, hati pelepahkah hati Amai, jantung apa jantung Amai, jantung pisanglah agaknya, bukan yang benar dikatakan, berdustalah Amai kiranya!” Mendengar anak sudah marah, melihat anak sudah kesal, dikatakan saja yang sebenarnya, “Duhai buyung anak Amai, dengarkanlah sungguh-sungguh, Amai katakan habis-habis, Amai katakan yang sebenarnya, tidak dilebih dikurangi, begini kata si Galang, 45